Apresiasi bagi Para Jamaah Subuh

Alhamdulillah dapat banyak rezeki di sholat subuh tadi. Sholatnya sendiri tentu tidak sekadar ritual penggugur kewajiban, tapi juga rezeki atas waktu dan tenaga yang diberi Allah. Seusai sholat, alhamdulillah bisa "melawan" hasrat melanjutkan tidur yang belum pulas ke penginapan. Inspirasi tentang ukhuwah jadi "sarapan" yang melecut diri ini berintrospeksi, termasuk kondisi rohani yang beberapa waktu ini "gersang". Dan alhamdulillah sarapan dalam arti denotatif ternyata ada hehee. Sepiring pecel lele dan nasi jadi hidangan yang kebetulan salah satu kegemaran saya. Alhamdulillah...

Jelang Subuh di Nol Kilometer

Saya tidak hafal ini visitasi yang keberapa di zona nol kilometer Yogyakarta. Setidaknya di 2006 pasca lomba proposal kegiatan anti-rokok, di 2011 bareng peserta TKNP3T, dan 2012 bareng BPH; itu yang terlintas di memori. Kali jelang subuh saya "kabur" dari rutinitas dalam bingkai "ngabuburit" jelang subuh, subuh lho ya bukan maghrib wkwkwk. Sepi? Banget, hanya saya sendiri di salah satu sisi perempatan dan tampaknya nihil orang di ketiga sisi perempatan lainnya. Praktis saya disuguhi panorama "bersih" berisi bentang karya arsitektur, seni, dan konstruksi di perempatan legendaris ini.

Banyak yang sudah berubah. "Tugu" monumen batik sudah diganti. Yang ada di avatar Instagram saya sudah "pensiun". Pun dengan sejumlah aksesori seperti replika sego kucing dan aksara jawa 3-dimensi. Penggantinya tidak kalah keren walau secara ukuran lebih "hemat". Itulah perubahan yang akan terus dilangsungkan selagi jarum jam terus bergulir. Eksistensi di dunia tidak ada yang dijamin abadi, justru bersiaplah diganti.

Kombinasi Romantis

Gerimis, malam hari, dan juga Yogyakarta. Ketiganya jadi paduan yang romantis semalam (27/11). Ada yang kurang dan berlebihan dari romansa kali ini. Tidak ada istri dan anak yang kerap menjadi "tim petualang". Intensitas air malah agak surplus membuat lapisan tas agak terembesi. Semangkuk wedang ronde dan dua utas lumpia agaknya bisa disodorkan sebagai penawar dingin dan basahnya pelipis.

Reuni Kilat dengan seorang Mas Esa

Yang di sebelah kanan adalah kawan saya, malah bisa disebut kawan karib. Entah berapa kali kami pulang sore bareng seusai acara Pramuka maupun OSIS. Seingat saya, terakhir kami berjumpa itu saat .... hmm... saat (masih berpikir) kok lupa ya? Kayaknya sih sehabis kondangan ke Mba Falah tahun 2015. Eh kok lama banget ya? Entah nanti diingat-ingat lagi lah hehee.

Kebetulan beliau ke Bandung dalam rangka menyusul keluarga besarnya yang merayakan wisuda adik iparnya mas Esa di Universitas Telkom. Ya sekalian sajalah kami menyempatkan diri berbincang sembari menemani si Humaira yang tengah bertingkah hiperaktif. Tidak terlampau lama memang silaturahim ini, namun sangat menyenangkan bisa menyambung kembali persahabatan yang terkendala tatap muka secara denotatif. Semoga ada kesempatan bersua di waktu lain :)

Ketemu Senior yang Wkwkwk

Sebelah kiri wong Tegal yang berdomisili di Kab. Bandung tapi lebih banyak di Kota Depok, sebelah kanan wong kito Palembang yang sudah dinaturalisasi sebagai pemegang KTP Kab. Sleman. Kami justru bersua di Kota Bandung, tepatnya kampus ITB lantaran saya sedang mengikuti Silatnas Forsi HIMMPAS dan beliau sedang bernostalgia di kampus almamater istrinya. Masih saja beliau ini garing dan sangat "tampol-able" (peace Kang hehehee). Walau demikian, beliau salah satu panutan saya sewaktu di BEM 2009 dulu. Seiring waktu kami yang IPK-nya nggak terlalu gede dan nggak pernah jadi asdos/asprak di jaman S1 justru melanjutkan studi di S2 bahkan kini menjadi dosen. Begitulah misteri kehidupan

Paduan Klasik dan Hijau ala ITB

Kuldostam Bisdig: Mr. Wiliam Tanuwijaya

Ada banyak inspirasi yang beliau bagikan di kuliah dosen tamu pada Jumat lalu (23/11). Tentang nasib anak rantau yang benar-benar "merangkak" secara finansial, tentang menyadari bedanya mimpi versus realitas, tentang integritas dalam bisnis, serta pandai-pandai dalam meracik tim.

Naas Teranyar Timnas

Kecewa? Jelas kecewa dan itu wajar karena saya WNI yang menggemari persepakbolaan nasional. Sulit membantah realitas bahwa partisipasi di AFF Cup kali ini adalah sangat buruk, paling tidak bukan yang terburuk. Bercokol di peringkat empat memang getir, tapi hasil di lapangan membuktikan bahwa tiga negara yang berperingkat 1 s.d. 3 tidak mampu kita kalahkan. Naasnya, si peringkat 2 adalah Filipina, negara yang stadionnya pun susah penuh saat timnas mereka bertanding (maklum olahraga terfavorit adalah basket) plus pernah dilumat 13-1 oleh Indonesia. Tapi laga berselisih 12 gol itu sekian belas tahun lalu. Sejak 2014, timnas senior tidak pernah menang atas negara ini. Jika Singapura punya satu dua alibi penyebab tidak lolos, maka Indonesia punya segudang persoalan.

Kita mulai dari hasil undian yang menempatkan Indonesia satu grup dengan Thailand dan Singapura. Jelas grup ini lebih berat dibandingkan Vietnam yang hanya diancam Malaysia. Tapi faktor "undian" memaksa kita memaklumi hal ini. Jatah kandang dan tandang pun kurang memihak Indonesia lantaran harus bertamu ke Singapura dan Thailand, jelas beban berlipat lantaran partai kandang meladeni Timor Leste dan Filipuna. Tapi faktor ini juga harus dimaklumi karena hasil "undian". Mari beralih ke faktor-faktor yang sulit/tidak bisa dimaklumi.

Tatkala berbagai kompetisi domestik macam Liga Super Malaysia (dan Piala Malaysia), Liga Premiere Thailand (dan Piala Thailand) serta S. League sudah rampung, Indonesia justru masih menggelar Liga 1. Ini sudah menjadi blunder konyol yang (mohon maaf) mengarah pada kebodohan lantaran kasus serupa pernah terjadi di AFF 2016. Dampaknya jelas, sejumlah pemain tinnas terlihat tidak fokus. Bahkan beberapa pemain sempat hadir menonton langsung klubnya. Memang di hari itu tidak ada laga atau bahkan jadwal latihan. Namun kunjungan itu menandakan bahwa pemain terpecah konsentrasinya, tentu ada etika yang tercederai pula. Tidak bisa dipungkiri pula bahwa pemain yang dipanggil tidak punya kesempatan membangun kekompakan dengan tim. Bukti nyata ada pada laga melawan Filipina dimana banyak umpan yang sukses diserobot lawan.

Materi pemain yang dibawa pun sebetulnya tidak mencerminkan kekuatan terbaik seharusnya. Pucuk pimpinan klasmen (PSM) tidak diwakili siapa pun. Begitu pula dengan pemain-pemain asal Papua yang memiliki kualitas aduhai macam Osvaldo Haay. Sepintas materi yang disuguhkan pelatih Bima Sakti terkesan solid lantaran >80% alumni SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Masalahnya, kanal semacam YouTube membuat pola permainan timnas sangat mudah dibaca. Bima Sakti kurang memiliki kesempatan menjajal taktik baru dengan alasan sederhana, baru ditunjuk beberapa minggu menjelang hari H. Entah budaya "satu malam" ala Sangkuriang mana yang ingin diandalkan federasi yang ironisnya masih "cuci tangan".

Bisa apa Indonesia di AFF 2018?

Kemenangan akhirnya ditorehkan Tim Nasional Indonesia di ajang AFF 2018. Kemenangan yang berharga sekaligus 'cukup' melegakan. Sebelum laga, Timnas dirundung tekanan yang sangat berat lantaran tumbang di laga pertama kontra Singapura. Lebih jauh lagi, Timnas kali ini diterpa berbagai cobaan yang sangat berat jauh sebelum kompetisi AFF 2018 ini dihelat. Dramatisnya akhir kontrak pelatih Luis Milla, dicoretnya Saddil Ramadhan lantaran terlibat cekcok urusan pribadi, tarik-ulur dengan klub-klub Liga 1 yang masih bergulir, persiapan yang mepet dan minimalis, dan tentunya statistik ironis berupa lima kali hanya bernasib 'nyaris juara'. Jelas bahwa masyarakat gelisah menanti kapan kiranya Indonesia bisa menggapai gelar juara AFF 2018. Jangan lupakan bahwa Timnas U-19 sudah 'buka puasa' pada tahun 2013, sedangkan Timnas U-16 sudah memupus rekor gagal di tahun ini. Upaya membanding-bandingkan antara generasi junior dengan senior pun tidak bisa dielakkan.

Hasil undian menempatkan Indonesia satu grup dengan Thailand, Singapura, Filipina, dan Timor Leste. Bisa dibilang, komposisinya persis dengan edisi 2016 lalu dengan tambahan Timor Leste. Meskipun skuad yang dilatih oleh Bima Sakti Tukiman ini lebih mewah dibandingkan edisi 2016 era Alfred Riedl, situasi saat ini tidak kalah pelik lantaran empat lawan Indonesia kali ini pun mengalami peningkatan pesat. Secara kasat mata peluang Indonesia lolos semifinal tahun ini pun hanya 40 persen lantaran hanya ada dua klub yang lolos dari lima kontestan. Bandingkan dengan peluang 50 persen di tahun 2016 karena kontestan berjumlah empat negara di tiap grup. Dari empat laga yang dilakoni, ada dua partai tandang yang relatif berat, yaitu menyatroni Thailand dan Singapura.

Thailand merupakan kolektor gelar terbanyak dengan lima kali juara, termasuk dua tahun lalu saat menaklukkan secara agregat Indonesia tahun 2016 lalu. Singapura memang sudah mengalami degradasi kualitas pasca pensiunnya Noh Alam Shah, Muhammad Ridhuan, Alexander Duric. Di berbagai kompetisi level junior pun mereka rontok. Tapi jangan lupakan sosok Shahril Ishaq yang menjadi mimpi buruk bagi Persija saat meladeni Home United. Ada juga Hariss Harun yang menjadi titik sentral keberhasilan Johor Darul Ta'zim mendominasi Liga Malaysia, termasuk menjuarai AFC Cup beberapa tahun lalu. Faktor histori bahwa Singapura adalah kolektor empat gelar juara tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Filipina, ini negara sudah jauh melejit perkembangan sepak bolanya. Jika dulu Kurniawan dkk sempat melumat 13-0, kenyataannya di edisi piala AFF [2014 dan 2016], Indonesia masih nir-kemenangan atas mereka, termasuk skor 0-4 empat tahun lalu. Praktis hanya Timor Leste yang di atas kertas relatif mudah. Itu 'di atas kertas', dan kenyataannya kadang 'di atas lapangan' justru terjadi kebalikannya. Setidaknya itu yang terjadi semalam ketika mereka sempat unggul 0-1 lewat serangan balik yang mengejutkan.

Apakah berarti Timnas Indonesia tidak berbuat apa-apa? Jelas tidak. Harapan itu masih ada.
Selama peluit akhir pertandingan belum ditiup, artinya bola dan takdir masih bergulir. Indonesia memang belum pernah juara, tapi Indonesia tidak pernah lupa caranya untuk bangkit.

Stickynotes-based Simulation @ITPM


Pagi hari [Sabtu, 10 November 2018] sebelum mengawali kuliah di Universitas Telkom, saya sempat membuka fitur Memories di aplikasi Facebook, ada notifikasi tentang 'curhat' saya seusai menerapkan simulasi manajemen risiko di kelas IF-38-06 yang persis tahun lalu [10 November 2017]. Kebetulan, di tanggal dan bulan yang sama ini agendanya sama. Saya memperoleh banya pelajaran berharga dan menyenangkan dalam sesi simulasi tahun lalu. Mulai dari senangnya mahasiswa memperoleh kebebeh kebebasan untuk diskusi secara 'leluasa' di kelompok masing-masing yang ampuh untuk mereduksi rasa ngantuk dibandingkan dengan model ceramah.

Kali ini kelas IF-39-12 yang saya jajal dengan konsep serupa yang tentu sudah saya perbaiki yang dengan harapan bisa lebih efektif. Tantangan kuliah di hari Sabtu tentu bagaimana mengondisikan antusias para mahasiswanya. Alhamdulillah lancar, malah sedikit melebihi ekspektasi.

MASIH

Masih.... iya masih dan masih...

Aku "masih" bernyali untuk tetap berlari mengejar ambang batas jengah dan lelah.
Aku "masih" mengais serpihan asa karena seredup apapun cahaya tetaplah cahaya yang terang dan berharga. 
Aku "masih" menyabung waktu tersisa karena ikhtiar dan tawakal adalah domain kita.


Sebuah catatan yang dibuat saat menyelesaikan tugas kedua mata kuliah Metode Penelitian di program DIK Fasilkom UI. Harapannya sih, bisa sekalian diupayakan sebagai judul proposal disertasi nantinya. Namun tarik-ulur dengan dosen pembimbing masih dinamis terjadi. Hehee

Alternatif lain BM Canvas


Hampir selama 4 semester, yaitu di tahun 2016 dan 2017 lalu saya memandu penugasan mata kuliah Bisnis Elektronik/Digital, tepatnya konseptualisasi bisnis menggunakan Business Model/BM Canvas. Saya kerap menemukan pertanyaan mengenai bisnis B2C yang mana 'supplier' selaku B tersebut lebih tepat dimasukkan sebagai Customer ataukah Key Partner. Saya sendiri lebih condong memasukkannya ke Customer mengingat posisinya yang strategis dibandingkan hanya menjadi potongan di dalam Key Partner. Dengan demikian, kolom Customer hanya potong menjadi dua, yaitu Customer yang berasal dari Consumer serta Customer yang berasal dari Business.

Nah, pada sesi kuliah Metpen beberapa waktu lalu, pak Kasfu [kawan di kelas tersebut, kebetulan dosen TKTI saja dulu di MTI hehee] menceritakan hasil temuannya tentang kanvas model bisnis yang dikhususkan untuk bisnis jenis triadic yang mempunyai korelasi dengan model bisnis B2C. Wah, sepertinya menarik nih hehee

"merebus" Literatur dalam iLearnEKB


Proses yang melelahkan untuk memilih kelayakan referensi yang jumlahnya empat digit. Proses seleksi yang membutuhkan kejelian, berorientasi pada kualitas, bukan asal jadi produk. Semoga jadi pembelajaran untuk menghadapi tantangan yang semakin menanjak.

Si Ungu di Tepi Danau


Sebetulnya pun saya tidak tahu nama tanaman ini apa. Letaknya di dekat Danau UI, tepatnya di depan Perpustakaan. Namun, warna ungunya sangat memikat mata saya. Tanpa banyak berpikir, saya pun memotretnya. 

Adakah Unsur TI dalam Insiden JT610?

Seusai menyimak tayangan (versi ulang) ILC tentang insiden pesawat, saya tertarik pada sebuah dugaan mengapa pesawat baru kok mengalami kecelakaan, yaitu keterbiasaan pilot/ko-pilot/teknisi terhadap si pesawat baru. Dugaan ini terkait dengan isu user-friendly pada ranah Interaksi Manusia-Komputer (Human-Computer Interaction). Apakah mungkin desain aplikasi di kokpit ikut berpengaruh dalam pengambilan keputusan si pilot/ko-pilot?

Tentu bukan hal yang mudah menyusun desain interaksi yang memuat berbagai informasi kritis dan rumit, sedangkan prinsip 'simplicity' perlu diperhatikan oleh desainer. Desainer perlu mengestimasi kondisi darurat yang menuntut pilot/ko-pilot berpikir cepat dengan berbagai macam statistik pada kokpitnya dalam satuan detik dengan taruhan nyawa penumpang.

6ersaudara

Memori #GemasTIK2012

Berhubung lagi ada gelaran final #gemasTIK di ITS, saya #teringatmasalalu ketika di tahun 2012 lalu berkesempatan untuk berlaga di final #gemasTIK5 di ITB. Itu adalah pertama dan terakhir kalinya ikut lomba atas nama kampus #ittelkom Sayangnya tidak berhasil mencaplok hasil/peringkat sesuai target #takapalah . Setidaknya saya belajar banyak hal terkait proses di dalamnya.

Sprint (again) in Step 1 iLearnwithEKB