Tampilkan postingan dengan label Himmpas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Himmpas. Tampilkan semua postingan

Mubes V HIMMPAS UI

Sekelumit Momen di Silatnas Forsi Himmpas 2018


Lokasi di Kota Bandung menjadi alasan utama mengapa saya bisa berpartisipasi dalam acara Silatnas Forsi Himmpas 2018. ITB kebetulan juga bukan kampus yang asing bagi saya, entah sudah berapa kali jejak langkah kaki dan motor mengitari sekujur ITB. Yang pasti, ini adalah pertama kalinya saya mengenakan jas almamater dengan warna jreng kuning yang mencuoluoook begete di luar kandang wkwkwk... Kalau di kandang sendiri sih, pas era S2 beberapa kali sempat.

Bersyukur bisa berpartisipasi dan berkumpul dengan orang-orang hebat dan bervisi mulia

Sukses untuk Para Wisudawan Pascasarjana

Kiriman foto dari WAG Pengurus HIMMPAS UI 2018.

Semoga momen ini makin berkah dan memberi inspirasi, termasuk bagi saya yang wisuda paling cepatnya tahun 2020.

Himmpas yang tak Dirindukan

Tuntas sudah kiprah di sebuah "sawah" bertajuk HIMMPAS UI dua pekan lalu. Sebuah sawah yang berisikan banyak petani-petani tangguh yang telah lebih dari semusim menyemai benih-benih kebaikan. Seperti halnya musim tanam yang berganti rupa, maka akan ada petani-petani baru yang lebih muda, lebih piawai, dan punya sebuah kelebihan yang tidak dimiliki petani-petani sebelumnya. Kelebihan itu adalah kesempatan untuk berkreasi di masa depan. 

Prestasi yang telah direguk tahun lalu tak pernah lebih dari sekedar histori, rekam jejak yang mungkin hanya menjadi pemanis di company profile. Namun prestasi di masa lalu itu tidak pernah bisa diedit karena masa lalu terkunci rapat dalam etalase yang "cukup dikenang" saja. Sebaliknya, kepengurusan saat ini punya keleluasaan untuk berimajinasi setahun ke depan. Hak yang memungkinkan untuk saling beradu gagasan kreatif dan rasional. Hak yang tidak akan pernah dimiliki kepengurusan sebelumnya. Hak yang perlu diimbangi banyak kewajiban, setidaknya dua: khusnudzon dan ber-ikhtiar. Saya jadi ingat quote-nya (bukan) Steve Jobs, "Sebaik-baiknya rencana adalah yang terlaksana".

Himmpas UI bukan Lem Tikus
Seseorang yang membeli mie ayam berhak protes jika di mienya tidak ada ayamnya. Tapi belum ada sejarahnya orang membeli lem tikus lalu mengeluh karena tidak ada tikusnya. Kira-kira bagaimana dengan Kawan-Kawan terhadap HIMMPAS UI ini? Termasuk yang mie ayam atau yang lem tikus? Ini bukan sekedar lelucon karena kadang ide ntitas kerap menipu penampilan. Banyak web dengan domainnya nama berbau Islami tapi isinya #AhSudahlah, belum lagi penggunaan gelar 'ustadz'oleh akun di socmed yang isinya membuat kita ingin meng-kamehame-nya. Bagaimana dengan HIMMPAS UI? Dalam hal ini, saya masih optimis mengamati bagaimana  nanti output pengurus dan anggota HIMMPAS serta dampaknya bagi UI, bangsa, dan agama.

Menyadur Karakter CxO
Perbedaan besar organisasi (baik negara maupun korporasi) antara besar vs kecil ada pada visinya. Visi di sini bukan sekedar tagline kalimat, melainkan jangkauan mereka meneropong. Negara Korea Selatan maju IT-nya bukan karena satu dua malam, tapi perencanaan strategis SI/TI dari era 1980-an. Bahkan mereka sudah berani mengobrolkan roadmap e-government di akhir era 1980-an. Kesuksesan FC Barcelona di era 2010-an adalah buah sekolah sepak bola yang dirintis sejak 1990-an, itulah mengapa hingga kini mereka masih kokoh di blantika sepak bola Eropa. Negara kita pun sebetulnya punya tradisi merencanakan jangka panjang, tidak percaya? Silakan tengok Repelita di era Orde Baru ataupun MP3EI di era Reformasi. Keberlanjutan pertumbuhan itulah yang menjadikan organisasi bisa tumbuh dengan pesat, tidak sekedar berpikir "hari ini makan apa?" Maka belajarlah dari tokoh-tokoh terkemuka yang mampu menggunakan perannya sebagai CxO untuk berpikir jauh ke depan. Maka, coba luangkan waktu untuk merumuskan renstra HIMMPAS UI. Dari sini kita belajar untuk menyiapkan laju pesat sebuah organisasi yang tidak sekedar setahun dua tahun. Bukankah HIMMPAS tidak dirancang di tahun ini dan setahun ke depan saja.

Oh iya kita punya banyak kendala, mulai dari lokasi Depok dengan Salemba, jam kuliah, udah ada yang menikah, lagi kerja, lagi PDKT#eh. Well, sampai kapanpun kendala tetap kendala kecuali ada yang mau berpikir mengelolanya sebagai peluang. Dengan kapabilitas yang dipunyai para pengurus tahun ini, saya masih menaruh bibit-bibit optimis. Optimis mereka bisa menghentikan tradisi-tradisi tertentu dan mengorbitkan adat-adat yang lebih perlu. You know what..hehee

Reason for Exist
Akhir paragraf di artikel ini adalah persuasi untuk introspeksi. Sebetulnya untuk apa ada Himmpas? Jika mantan Menkominfo pernah nge-tweet "internet cepat 'buat apa'?" dan responnya ramai, maka bayangkan ketua Himmpas UI nge-tweet "Ada @HimmpasUI ada 'buat apa'?" (Jangan lupa follow @HimmpasUI ya gaess), kira ramai tidak ya responnya? Jika ramai, apakah ramai pro, ataukah kontra, ataukah nanya "himmpas itu apa"? Semoga adanya HIMMPAS UI memiliki sebab yang masuk akal, bukan sekedar "karena UGM punya HIMMPAS dan ITB punya KAMIL". Apalagi M kedua adalah Muslim dan PAS-nya adalah Pascasarjana, jelas orang akan banyak bertanya mengapa harus ada organisasi khusus bagi mahasiswa muslim di jenjang pascasarjana.

HIMMPAS UI mungkin dirindukan bagi sebagian manusia, tapi saya lebih berharap untuk tidak merindukan HIMMPAS UI jika itu tidak bisa membuat HIMMPAS menjadi lebih baik
Depok-Bandung-Jakarta Selatan
#AkhirnyaDipublishJuga

Inspirasi 3 Peneliti "muda" Indonesia

Sebuah talkshow penuh inspirasi kembali dihelat oleh HIMMPAS UI pada Sabtu lalu (14/2) dengan topik Sumbangsih Ilmuwan Muda untuk Indonesia. Topik yang sepintas berat, padahal sebetulnya ya memang lebih berat. Hanya saja Allah mengirimkan bantuan-Nya berupa pembicara-pembicara yang berkompeten sehingga banyak petuah positif yang kami dapatkah melalui mereka. Sosok M. Ali Berawi, Ph.D (Direktur PRDM UI 2015, dosen Fak. Teknik UI), Radyum Ikono, M.Eng (COO Nano Center Indonesia), dan Rully Prassetya, MPP, M.Sc. (ekonom di IMF Indonesia) menyuguhkan sisi pandang yang berbeda namun mengarah kepada persuasi yang sama, yaitu menjadi diri ini berarti bagi Indonesia sesuai kapasitas masing-masing.

Sosok Pak Ali Berawi, sepintas mirip walkot BDG, memang tampak gahar khas orang Teknik, hanya saja beliau mampu memberikan pemahaman tentang dunia riset, khususnya bagaimana mengelola motivasi. Tentu hal ini sangat bermanfaat mengingat riset bukanlah bidang kerja favorit dan juga tidak menjanji popularitas maupun material. Diingatkan pula kita mengenai keharusan untuk mengubah pola pikir kita yang gemar mencari akar masalah tapi hanya berujung pada mencari siapa yang salah, padahal yang diperlukan adalah solusi dan itu adalah "pekerjaan" yang harus berani kita ambil jika ingin memberikan manfaat bagi sekitar. Beliau sempat menyinggung bahwa peneliti itu boleh saja (mengalami) salah, namun harus jujur. Jelas pernyataan yang tegas bahwa seberapapun pencapaian riset kita, akan sangat mungkin akan ada unsur kecacatan, baik itu teknis maupun konseptual, namun jangan pernah mengingkari kejujuran dalam menjalankan penelitian tersebut. Sebuah petuah klasik juga beliau singgung mengenai kesungguhan membaca, yang ironisnya menjadi alasan "sejuta umat" untuk kurang berkembang. Beliau menyodorkan kisah beliau yang tidak serta merta melahap sekian banyak jurnal dalam waktu singkat, semua itu ada tahapan yang meningkat dijalaninya. Lebih jauh lagi, beliau menyodorkan pula beberapa hal-hal manis yang menjadi "hilir" dari kesungguhan kita dalam menjalankan riset. Sebuah kesempatan berbagai pengalaman yang menggugah dari sosok yang sangat pakar di dunia riset.

Sharing Pak Radyum Ikono juga tak kalah menarik, bahkan dari kemunculan beliau yang mengenakan kaos oblong pun sudah cukup memancing ketertarikan, "cerita dan gaya bercerita apa yang akan disampaikan?". Berbekal gelar sarjana dan magister dari luar negeri ternyata tidak membuat beliau congkak dalam memandang permasalahan Indonesia. Dia berani mengambil peran dalam dunia riset di Indonesia dengan menempatkan dirinya sebagai "research-entrepreneur". Heh? Apaan tuh? Beliau menyebutnya istilah itu sebagai gambaran atas apa yang saat ini dia geluti, yaitu mengindustrikan hasil penelitian di perusahaannya. Saya menangkap bahwa beliau jeli membaca ekosistem riset di Indonesia yang kurang terjembatani di dunia industri, yang pada kenyataannya membuat banyak ilmuwan lokal hijrah ke negara lain agar bisa mempertahankan otaknya bisa bermanfaat. Riset dan industri seolah-olah kurang terjembatani. Jataban sebagai COO menuntut dirinya tidak hanya piawai mengelola intisari riset, namun juga "mengirimkan" produk risetnya ke pasar yang sesuai. Di sinilah dirinya menemui tantangan yang beragam, terutama dari apresiasi terhadap hasil penelitian yang masih kurang. Tertarik melihat kegigihannya yang masih berkobar khas anak muda.

Setelah menyimak moderasinya di Talkshow MEA November lalu, kali ini Pak Rully Prassetya (yang ternyata kelahiran 1990 hahhh??) menghadirkan cakrawala berbeda tentang menggapai cita-cita. Sebelumnya, Pak Banu saat sambutan memberikan bocoran gradasi prestasi Pak Rully sebelum masuk dengan setelah masuk UI. Anak rantau dari daratan Minang yang menyadari bahwa potensinya ada di dunia ekonomi, namun harus berhadapan dengan keterbatasan kapabilitas berbahasa Inggris saat diterima di UI. Tapi di tahun ketiga dia justru dikirim ke Amerika untuk sebuah misi akademik. Artinya, ada proses yang "spesial" pada beliau, dan itu adalah kerja saat alias keuletan. Berawal dari kelemahan, dirinya justru mampu menjadi Bahasa Inggris sebagai keunggulannya dan kemudian mampu menggapai double degree di perguruan tinggi luar negeri, salah satunya adalah magister kebijakan publik dan kini menjadi tim riset di IMF Indonesia (setelah sebelumnya di ERIA). Dibandingkan sosok Pak Ali Berawi dan Pak Radyum Ikono yang jebolan kampus S1 luar negeri, sosok Pak Rully jelas lebih "lokal" sebagai alumnus UI, hehee. Maka tidak heran banyak audien (yang mayoritas mahasiswa UI) mengajaknya berdiskusi pascaacara, untuk menggali bagaimana beliau ber-"revolusi".Inspirasi yang "menggugah", nah kalau udah "bangun" artinya waktunya untuk bergerak, bukan sekedar mendiami mimpi hehee

the Edge of This Season


Sharing with ProfFiz

 alhamdulillah, hari ini saya dan kawan2 HIMMPAS UI mndapat kesempatan berharga berkunjung kepada salah satu peraih gelar profesor termuda di Indonesia. Prof. Firmanzah. Kami di Management UI akrab memanggil bliau dengan sebutan Prof. Fiz.
Pada kami panjang lebar Prof. Fiz membagi pngalamannya. bagaimana beliau dapat meraih gelar profesornya diumur 34 tahun dan menjadi dekan FE UI diumur 31 tahun.
well... this is it... check it out #SharingProfFiz
Kita ini muslim. saya sering sedih jika sharing dengan bbrapa kawan2 yg dlu aktif di organisasi keislaman ketika mahasiswa tapi orientasinya kini purely hanya sekedar gimana caranya menjadi bupati atau gubernur. #SharingProfFiz

Kenapa saya sedih? karena sekedar orientasi politik dan melupakan pmbangunan dibidang lain hanya mnjadikan ummat ini sperti buih. Terombang ambing. tak jelas. sekedar ikut arus. Mengapa? #SharingProfFiz

Karena kita mayoritas sekedar jadi penonton. Sekedar dimanfaatkan suaranya dalam pemilu2 itu. Apalagi yg mewakili kita tak bisa mnyatu. Tak terkonsolidasi. #SharingProfFiz

Harusnya qt bisa berprestasi dibidang lain. bangga bukan jika ada seorang muslim yg peraih nobel matematika atau fisika. menjadi CEO pada perusahaan yg bermarkas di Silicon Valley. Keren kan kalo gitu. #SharingProfFiz

Ketika jadi dekan FE UI saya menginisiasi hadirnya HMI FE UI. saya ingin kaum muslim ini juga berkiprah di wilayah keprofesiannya masing-masing. #SharingProfFiz

Saya ingin qt keluar dari kotak imajinasi yang selalu mengejar jabatan politik. seakan2 bidang lain itu tak penting. #SharingProfFiz

Kalo soal perjalanan karir dan akademik saya itu bisa dibilang nekat lah. saya ini org surabaya. jadi ya bondo nekat. #SharingProfFiz

saya juga gak nyangka kok bisa jadi profesor termuda (34 tahun). #SharingProfFiz

Saya punya prinsip jangan ratapi hidup. Tapi terobos semua tantangan hidup itu. hadapi. terima kenyataan. #SharingProfFiz

Terima realitas kita. kalo qt gak tau jangan bilang tau. Kalau masa lalu kita buruk akui saja. karena itu yg mmbuat qt belajar. #SharingProfFiz

Tapi Ibu saya selalu ingatkan bahwa saya harus bisa melihat realitas. karena setelah qt jujur melihat realitas. melihat kekurangan kita. kita bisa memperbaikinya. If you can't measure it, you can't improve it. trust Me!! #SharingProfFiz

Hadis Rasul itu jelas, kalo lihat kmungkaran pertama ubah dg tangan (power/kuasa) jika tak bisa. ubah dengan lisan. jika tak bisa juga pastikan hati kita mengingkari kmungkaran itu. Jadi gak diam aja. gak berpaling lihat. Dan ubah!!#SharingProfFiz

prinsip saya. hidup manusia tak ditentukan dari the initial point atau dari mana kita. tapi pada proses dan akhir khidupan kita. #SharingProfFiz

Kalau qt sudah berani hadapi realitas. Setelahnya akan bermunculan bnyak peluang2 baru. Saya contohnya. jadi dekan FE UI diumur 31 tahun. Ini itungannya anak kemarin sore. #SharingProfFiz

Tapi mumpung masih muda. Jalan saja. Kalo salah nanti dimaklumi. Maklum kan masih muda. hehe. #SharingProfFiz

Saya juga jadi staf khusus presiden bidang Ekonomi juga bkn karena pendukungnya SBY di pemilu. ya saya di panggil saja. #SharingProfFiz

Begitu juga ketika jadi Rektor Univ. Paramadina. saya gak ada hbungan apa2 sama Cak Nur. Bukan jg muridnya. Tapi ya diminta beramanah di kampus itu. itulah opportunity yang terbuka. #SharingProfFiz

jadi jangan pernah lari dari realitas. Hadapi..!! #SharingProfFiz

Sepekan setelah jadi dekan, saya di datangi para orang2 "langit" di FE UI. seperti Pak Subroto, Pak Emil Salim, Bu Miranda Gultom.. mereka datang utk mnanyakan ap yg bs mereka bntu. Saya gemetar. karena beliau2 adalah senior saya. Disinalah kecerdasan emosional berperan. Tenang. Hadapi saja. #SharingProfFiz

Soal perjalanan akademik. sebenarnya dulu saya gak ada niat jadi dosen. Lebih keren kerja di sudirman,Thamrin, Kuningan pake dasi kayak eksekutif Muda. dulu sempat kesampaian sih. Tapi stelah itu niat kuliah. akhirnya keterusan sampai S3. #SharingProfFiz

S2 dan S3 saya selesaikan 3 tahun di Perancis. itu Gila. saya sampe muntah2, stress, tipes. tapi memang itu cost yg harus dibayar utk sebuah mimpi besar. #SharingProfFiz

Setelah lulus S3. saya sempat mngajar sbagai asisten kelas di Perancis dan beberapa negara di Eropa. Dan saya juga ditawari menjadi dosen tetap di kampus itu. #SharingProfFiz

Tapi tetiba Pak Bambang P.S Brodjonegoro sbg Dekan FE UI waktu itu meminta saya utk balik dan mngajar di kampus FE UI. saya bingung #SharingProfFiz

Melihat saya bingung. Profesor saya bertanya dan akhirnya saya jelaskan persoalannya. akhirnya dia malah ajak saya jalan2 keliling kantor profesor2 dari brbagai negara di dunia yang menjadi guru besar di kampus perancis itu. #SharingProfFiz

Bliau bilang. Saya bisa pastikan dengan sngat tepat masa depanmu kalau kamu berkarir di kampus ini. kamu akan mjd professor. kmundian mngajar di bberapa negara dan kamu bs mnulis buku. #SharingProfFiz

Tapi hidup dan karir akademisi tak sekedar Soal itu. kata beliau lagi. akhirnya beliau menegaskan. "Pulanglah... Negaramu lebih membutuhkanmu..!" Pada titik itu saya yakin utk kembali ke Indonesia. #SharingProfFiz

Terakhir. Soal persaingan Global. Saya ini seringkali berhubungan dengan mereka di luar negeri. Dengan Amos Tuck Business School, Harvard Kennedy School, Yale School of Management dan masih banyak lagi. Kesimpulan saya satu, mereka itu gak pinter2 banget. sama kayak kita. cuma kita gak pede aja!! #SharingProfFiz

Maka penting buat program yg buat qt makin pede berhadapan dg mereka. Buat program2 kerja yg melibatkan mahasiswa2 dari luar negeri. undang mereka. kita diskusi, debat, tukar pikiran. Dengan bgitu Pede qt semakin Oke dalam mmyampaikan ide-ide kita. #SharingProfFiz

Kadang org luar itu jg gak pede dengan dirinya sendiri. Waktu saya duduk satu meja dengan perwakilan s'pore, malaysia, Thailand, dll.. mereka mnyampaikan dukungan pngunduran masa pmberlakuan MEA dri awal 2015 mnjadi akhir 2015. mengapa? mereka gak pede dengan Indonesia. #SharingProfFiz

Jadi yg qt butuhkan itu PeDe!! dan itu hrus ditumbuhkan. #SharingProfFiz



Nah.. Bgitulah anak Muda. masa kita masih cukup pnjang. tingkatkan kompetensi kita, kapasitas diri kita. agar kita punya gaung di mata dunia. Baiklah sekian dulu #SharingProfFiz kali ini. doakan HIMMPAS UI semakin berjaya kedepan agar bisa mmbagi inspirasi dari tokoh2 inspiratif lainnya. Wassalamwrwb.
By Detha A. Fajri

Sedikit menambahkan tentang #SharingProfFiz
Beberapa buku beliau cukup berani mencaplok domain lain keilmuannya. Ya buku tebal beliau tentang trilogi politik dari kacamata manajemen. Agak menarik melihat fenomena ini karena kerap kali kita memilih "adem" dengan domain keilmuan kita. Jadi, jangan minder membicarakan hal-hal lain di luar domain keilmuan kita. Tentunya disertai kemauan belajar. #SharingProfFiz

Ada bagian menarik ketika nama beliau menjadi bahan rapat sebuah kampus di Prancis (yang saat ini menjadi destinasi beasiswanya). Alasan beliau menjadi bahan rapat sederhana, yaitu keberanian untuk lobi mengenai rencana studi S3. Situasi saat itu cukup menjepit, tanpa bermodal uang saku dari rumah, beliau hanya "dijatah" beasiswa 3 tahun namun skema pendidikan di Prancis mensyaratkan beliau perlu ambil S2 "lagi" yg artinya bisa mencapai 4 tahun. Tapi keberanian lobi beliau membuah hasil ketika diizinkannya beliau mengambil S2 serta S3 secara paralel dan dimungkinkan 3 tahun. Pelajaran buat kita #SharingProfFiz
- jangan malas untuk bernegosiasi terhadap hal-hal yang mengancam keberlangsungan impian kita
- jangan terlalu "kaku" pada aturan (kalau jadi birokrat), bisa jadi orang yang kita longgarkan aturannya akan menjadi sosok yang mampu menabur banyak manfaat

Yuk tengok persuasi profesornya ProfFiz yg justru membandingkan kemungkinan masa depan ProfFiz jika tetap di Prancis vs jika kembali ke Indonesia. Mengapa beliau menyuguhkan prediksi ProfFiz secara individu jika tetap di Prancis, namun saat bicara konteks kembali ke Indonesia malahan menyajikan opini bahwa negara Indonesia lebih membutuhkan. Cukup aneh perbandingannya, cenderung bukan apple vs apple, tapi apple vs samsung. Agaknya profesor ini merayu kita untuk menanggalkan egoisme. Beliau tampaknya hendak menjerumuskan ProfFiz untuk melebarkan pola pikir bahwa menentukan pilihan jangan sekedar enak-nggakenaknya di individu tersebut, pertimbangkan pula bagaimana lingkungan tersebut dan mana yang lebih membutuhkan kita. #SharingProfFiz

Who's d'Next? o_O



Berorganisasi di Lingkungan S2

S2 alias jenjang magister merupakan salah satu tahap di pendidikan tinggi yang relatif "pendek". Masa studi S2 dirancang untuk ditempuh selama 4 semester. Tentu hampir dua kali lipat lebih singkat dibandingkan sarjana (8 semester) ataupun doktor (8 semester). Maka tidak heran bahwa lingkungan S2 sangat gersang berorganisasi. Memang sepintas kredit atau SKS yang harus ditunaikan berkisar pada 12 SKS per semester alias 4-6 mata kuliah yang artinya ada 12 x 50 s.d. 60 menit alias 600 s.d. 720 menit (dibulatkan menjadi 10 s.d. 12 jam) tiap pekannya. Di atas kertas, jenjang S2 jelas lebih luang waktu kuliahnya dibandingkan S1 yang rata-rata menghabiskan 20 SKS tiap semesternya. Namun ada banyak faktor yang mendorong kegersangan iklim berorganisasi di lingkungan S2.
- Masa studi pendek
- Kenyang berorganisasi
- Fokus di dunia kerja
- Sudah berkeluarga
- Target studi lebih tinggi
- Biaya kuliah yang lebih mahal
- Penugasan di luar jam perkuliahan sangat banyak
- Sangat jarang organisasi kemahasiswaan yang "akrab" dengan S2

Sebenarnya ada banyak kesempatan bagi mahasiswa S2 untuk bergabung membaktikan waktunya di berbagai organisasi dengan berbagai tujuan yang tentunya menjadi kewajaran sebagai manusia. Mungkin motifnya untuk melebarkan koneksi, mengeksplorasi minat dan bakat, mengisi waktu luang, hingga kebutuhan administrasi borang tertentu, dll. Semua itu pada akhirnya patut untuk tetap dinyalakan nuansa ibadah kepada Allah SWT. Secara umum, afiliasi organisasi bagi mahasiswa S2 dapat dibagi menjadi dua, yaitu organisasi non-kemahasiswaan serta organisasi kemahasiswaan. Contoh organisasi non-kemahasiswaan misalnya ikut bergabung di dalam PMI Chapter Indonesia (Project Management Institute), partai XYZ, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Indonesia Berkebun, LSM, dll, dimana identitas keanggotannya tidak dibatasi oleh kesamaan sebagai mahasiswa. Contoh organisasi kemahasiswaan yang dimaksud di sini dapat diambil contoh misalnya HIMMPAS (Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana) Universitas Indonesia, KAMIL ITB, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana FKM UI, atau bisa pula organisasi kemahasiswaan lainnya yang membuka keanggotaannya kepada seluruh strata, baik diploma/vokasi, sarjana, hingga magister. Di sini sedikit berbagai mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan apabila hendak bergabung dengan organisasi dalam menjalankan kewajiban perkuliahan di S2.

Profil apa yang diharapkan setelah bergabung di organisasi tersebut?
Tentu mahasiswa S2 (dengan rentang usia 21 tahun ke atas) memiliki pemikiran yang berbeda kematangannya dengan mahasiswa diploma/vokasi dengan sarjana. Bergabung di sebuah organisasi harus memperhatikan orientasi berupa output pada diri ini apa yang diharapkan setelah bergabung. Apakah mampu memperoleh koneksi yang lebih luas? Apakah memiliki kemampuan hardskill dan softskill yang lebih mumpuni? Apakah hobi tersalurkan?

Pengaturan prioritas
Bagi yang multi-asking alias memiliki amanat di berbagai tempat, misalnya kuliah tentu, kerja juga, berkeluarga alhamdulillah, maka patut disusun skala prioritas. Perhatikan manajemen risiko yang sangat mungkin terjadi apabila menjalankan multi-asking, apalagi terkait konflik kepentingan yang mungkin terjadi.

Ketersediaan waktu
Tentu bergabungnya kita tidak diharapkan sekedar menambah tuple dalam database keanggotaan. Maka, coba cari tahu ketersediaan waktu yang realistis. Apakah memang harus bergabung di organisasi tersebut? Ataukah masih ada kemungkinan berkembang di tempat lain yang lebih memungkinkan penyediaan waktunya.

Manfaat GSM: Studi kasus TransformASEAN

Salah satu tantangan dalam bekerja di dalam sebuah tim untuk menghasilkan berbagai produk desain adalah integritas. Maksud integritas adalah keterkaitan satu item dengan item lainnya.Perlu ada kerangka acuan yang menjadi sandaran hati #ehsalah sandaran yang mewakili semangat apa yang digusung oleh garis besar/seluruh desain yang dihasilkan. Di sinilah peran GSM alias Graphic Standard Manual. Tidak perlu GSM yang sangat rinci yang menyedot jutaan rupiah melalui konsultan. GSM yang dibuat hanya sesuai kebutuhan yang ada.


Pengalaman sangat berharga dalam menyatukan otak tiga orang desainer di kepanitiaan TransformASEAN ini. Di sini peran GSM sangat terasa mengingat perbedaan latar belakang, kebiasaan mendesain, selera desain, ya intinya cara pikir dan aplikasi yang digunakan pun berbeda. Dengan jumlah item yang mesti dibuat mulai dari publikasi tiap acara, IDcard, baligo, spanduk, sertifikat, dll, jelas harus ada pembagian tugas. Nah untuk meminimalkan perbedaan hasil desain yang tidak nyambung, maka GSM harus di awal. Di acara ini, GSM yang dibuat tidak muluk, hanya menyinggung tentang kesan apa yang ingin dibangun, jenis huruf, warna khas, hingga pita khas acara TransformASEAN. Hasilnya memang jauh dari sempurna, tapi efektif menghindari bias dalam membuat desain.

#PernahNgedesain Daftar Pengurus HIMMPAS UI 2015

Ini merupakan salah satu desain paling lawas di awal kepengurusan HIMMPAS UI yang saat itu masih dini-dininya. Desain ini bingung saya sebut apa. Apakah organigram? Apakah pengumuman hasil rekrutmen pengurus HIMMPAS? Apakah apa-apa? Kebetulan pula sejak ditayangkan di "temu perdana" belum ada pembaruan ataupun penyesuaian ulang desain. Dengan demikian, saya hanya menyebutnya sebagai daftar pengurus yang "tidak pernah diselesaikan". Harapannya, ada perbaikan besar-besar sehingga di company profile HIMMPAS pengurusan berikutnya bentuknya lebih terdefinisi.





Ikonik Komponen di dalam Kepengurusan
Ini bukan hal yang baru dalam sebuah organisasi untuk membuat logo tematik yang berupa ikon tertentu mewakili area kerja divisi/departemen/bidang. Hal ini juga coba saya kemukakan lewat 8 ikonik dengan maksud masing-masing. Ada kompas bagi Ketua, gerigi (lambang motorik) bagi Kesekjenan, lembaran uang bagi KFr, bola lampu bagi PSDM, percakapan bagi Humin, globe bagi Akpro, buku bagi StarBag, senyawa bagi Korfak.

Warna Tematik
Agak sulit menentukan 8 warna yang mudah dikenali perbedaannya serta mampu dibaca dengan latar belakang cerah. Sejujurnya hanya 3 warna yang punya filosofi, lainnya tidak ada pertimbangan khusus selain keterbacaan dan keunikan. 3 warna yang dimaksud adalah biru bagi Ketua (khas HIMMPAS UI), hijau muda bagi KFr (khas mmm, gimana ya bilangnya ya? ya juru uang itu identik warna ijo), oranye bagi PSDM (melambangkan keceriaan yang dinamis anak muda). Jika Kawan-Kawa cermat, ada dua kubu yang terbangun hasil dari pewarnaan ini, yaitu warna hangat di kiri dan warna kalem di kanan. Ini tidak ada maksud politis, namun dipengaruhi faktor estetika agar lebih selaras.

Penulisan Identitas Nama Tiap Bidang
Ini yang paaaling susah dan memakan waktu berjam-jam (karena emang gw-nya cupuu). Tantangan untuk menyusun letak nama-nama tiap pengurus sesuai bidangnya. Awalnya semua nama dibuat dalam bentuk kotak berlatar belakang sesuai warna khas tiap bidang dan warna huruf putih. Tapi hasilnya kacau ramai macam kapal pecah. Selain itu white space yang tersisa sangat kecil. Alhasil diubahlah modelnya menjadi hanya huruf dengan warna sesuai bidang tanpa latar belakang. Hasilnya lebih rapi dan membuat white space yang nyaman. Walau demikian, model kotak saya pertahankan untuk koordinator tiap divisi. Bayangan saya ini akan lebih hemat daripada menuliskan "Koordinator:". Alhamdulillah perbedaan bentuk ini bisa langsung dikenali sebagai koordinator.

Latar Gradasi Lebar
Ada empat warna selaras yang sebenarnya masih bisa dihitung sebagai satu palet, yaitu warna kuning pupus. Ini menjadi permainan warna yang meningatka pada khasnya UI namun dalam suasana kalem. Tentu perlu dipilih kuning yang kalem agar tidak "berantem" dengan warna objek-objek di atasnya.

PR
  • Komponen yang paling "ngambang" di situ adalah Korfak. Sulit untuk melengkapi kekurangan pada komponen ini. Alasannya ada dua. Pertama space yang tersisa susah sempit. Korfak juga menjadi pengurus melalui bidang lainnya, agak susah menentukan apakah akan menulis nama orang dua kali ataukah diberi panah. :(
  • Menyusun penggunaan ikonik merupakan hal yang juga menjadi lahan eksplorasi kreativitas. Sayang banget kalau nggak dimanfaatkan.

Semoga menginspirasi

#PernahNgedesain The Next Indonesia

Alhamdulillah akhirnya bisa dengan (penuh) kebanggaan bisa menyaksikan hasil imajinasi yang terwujud. Pertama-tama, ini bukan promosi buku, itu bukan jobdesc ataupun kemahiran saya. Di sini, saya bercerita ceria tentang proses kreatif di dalam mendesain buku ini. Setelah pembuatan desain buku ini usai, rasanya sungguh campur aduk, antara sumringah, lega, kurang puas (hehee), dan pastinya bersyukur. Mengenai proses pembuatan desain cover sedikit berbagi cerita. Harapannya bisa memberi inspirasi bagi Kawan-Kawan dalam lebih bersemangat membuat desain-desain yang kece.

 Cover yang telah dicetak (sumber: Bang Zainal C. Airlangga)

Desain cover ini terinspirasi dari sebuah katalog sebuah vendor perhiasan (yang saya nggak tahu apa merk-nya) berupa kotak-kotak diagonal yang sangat full color. Inspirasi tersebut memacu saya membuat paduan ide yang mengedepankan unsur simpel dan elegan (sesuai permintaan PM, ZCA) disintesiskan dengan unsur potret masa lalu, kini, dan depan Indonesia (cerminan substansi buku ini). Kemudian sintesis ini menghasilkan ide besar yang saya bagi menjadi dua, yaitu latar depan dan latar belakang.

Latar belakang berupa deretan foto-foto yang berbentuk kotak diagonal yang "dibungkus" layar benderang merah-putih. Layar ini diberi efek transparan serta ditata diagonal. Efek transparan ini menjadikan foto-foto di belakangnya tetap terlihat namun lebih "adem" serta tidak saling beradu warna. Tatan diagonal ini akan menjadi ciri khas latar belakang.

Latar depan terdiri atas dua bagian utama, yaitu sekelompok foto utama yang membentuk hati serta tulisan "the next INDONESIA". Foto utama berbentuk hati ini menjadi representasi kecintaan terhadap Indonesia dengan menyimpan berbagai peristiwa (bersejarah maupun teraktual) dimana kita harus menjadi solusi. Kumpulan foto ini sebenarnya bagian dari kumpulan foto pada latar belakang yang saya "kirim" ke depan serta diwarnai dengan aslinya. Tulisan "the next" diwarnai abu-abu sebagai perlambang misteriusnya masa depan. Sementara itu tulisan "INDONESIA" berwarna merah tentu mewakili kebanggaan akan negara ini serta menjadi kekuatan sebagai titik perhatian utama cover ini.

Semoga menginpirasi :)

Salute SIP2015

#PernahNgedesain Poster TalkshowMEA

Sedikit berbagi perngalaman ngutak-atik kreativitas mendesain publikasi di sebuah acara kampus (atos sepuh wae keneh rarepot ieu eta wkwkwk). Nah, kali bukan seputar pusingnya proses mendatangkan pembicaranya (tentu bukan kompetensi saya mengulas itu), bukan pula melaporkan acaranya (biar langsung simak ke TW penyelenggara saja hehee). Yang akan saya kupas adalah proses kreatif mulai dari dapat darimana ide tersebut hingga akhirnya jadilah desain seperti yang nampak di atas itu. Nggak jelek-jelek amat kan? hehee...

Awalnya hanya ada dua kata kunci untuk desain poster tersebut, yaitu hijau (warna khas untuk sub-event Talkshow) dan sederhana (spirit desain yang melekat di acara ini). Permasalahan yang timbul adalah bagaimana membuat desain yang langsung "nendang" dan dikenali bahwa itu adalah acara yang spesial. Mengenai konten acara berupa talkshow yang membahas Masyarakat Ekonomi ASEAN, jelas tidak bisa dibilang membuat orang "ngiler" untuk datang. Daya tariknya mau tidak mau ada pada sosok pembicara. Dengan demikian ada kebutuhan untuk menayangkan profil pembicara sebagai points of interest. Alhamdulillah muncul gagasan penuh inspirasi dari masa lalu #ciee #masalalu #ihirr

Inspirasi tentang desain tersebut datang desain Portal Indonesia Kreatif di subdomain News (news.indonesiakreatif.net) yang versi mobile. Hmm, kebetulan ini ngetiknya di laptop bukan HP, jadi nggak screenshot dan mending dateng ke TKP saja gaess buat lihat desain web kece dari mas Ade Krisnadi (nulis jenenge leres mboten mas?). Konsep desainnya ringkas, yaitu membagi media ke sejumlah grid lalu memasangkan sebuah grid yang akan diisi gambar dengan sebuah grid lainnya yang berisi deskripsi. Untuk menghubungkan pasangan tersebut, digunakan bentuk segitiga sebagai penyederhanaan panah sehingga mata akan "terhipnotis" untuk mengerti gambar ini tulisannya yang mana.

Dengan konsep desain yang saya pun nggak tahu apa namanya, akhirnya saya kebut di tengah sempitnya waktu kerja dan tidur (ama tentunya kontak2 jarak jauh ama istri :) ). Pertanyaan yang langsung menghantui saya untuk menerapkan desain ini adalah bagaimana membuat pasangan antara gambar pembicara dengan deskripsi beliau? Mengingat konten di poster ini sangat banyak, maka saya hanya punya dua pilihan, diseragamkan berpasangan secara vertikal atau horizontal. Nah, masalahnya jumlah grid yang dibuat ganjil. Maka dengan mengelompokkan posisi tiap narasumber akhirnya diperoleh pembicara utama dan tiap topik dibuat pasangannya secara horizontal, sedangkan moderator vertikal. Kenapa didominasi horizontal? Karena mata manusia cenderung mencerna informasi secara horizontal. Pada poin ini saya tidak bisa patuh terhadap aturan-aturan yang njelimet. Mau tidak mau perlu penyesuaian di media desain.

Untuk warna, saya bersyukur sudah membuat GSM (graphic standard manual) yang juga memuat warna-warna utama di acara ini. Alhasil saya bisa bermain warna dengan lebih terarah. Di sini, ketelitian bermain warna menjadi perhatian saya mengingat warna menjadi daya tarik yang pertama untuk dibaca orang (walau bukan yang utama), layout, font, dll itu nomor kemudian.

Lagi-lagi ciri khas saya dalam mendesain saya "curhat"-kan di sini, yaitu konsep asimetris, hanya saja nggak terlalu ekstrim. Permainan layout asimetris saya lakukan dengan menggabungkan 2-3 kotak menjadi satu kotak baru tapi letaknya nggak di tengah, namun pinggir. Alhamdulillah hasilnya lebih dinamis :)

Infografis #MunasHimmpas


RIlis juga The Next Indonesia

Ada dua kebanggaan yang tidak terkira terkait buku The Next Indonesia. Buku ini di dalam proses pengerjaannya mengajarkan banyak hal yang terus terang tidak akan pernah ditemui dalam kuliah di jurusan DKV, jurusan jurnalistik, ilmu komunikasi, apalagi di teknik informatika. Secara ringkas, kedua hal tersebut adalah ketidaksempurnaan yang dalam perjalannya harus mendefinisikan ulang batas kemampuan, hmm, lebih sederhana lagi jika disebut "menembus batas".

Desain buku ini mulai dari halaman pertama s.d. halaman terakhir, kecuali sampul dalam, merupakan konsep yang sangat panjang prosesnya. Butuh negosiasi sana-sini untuk mengompromikan gagasan yang ada di kepala. Segala patokan seperti "elegan", "sederhana", dll, sifatnya kualitatif, dan (as you know) sangat imajinatif dan "debatable" bagi orang kuantitatif macam saya. Himpitan waktu di tengah urusan kerja dan juga keluarga sangat mempengaruhi konsentrasi dan kenyamanan saya. Tapi pada akhirnya zona tidak nyaman itulah yang menjadi "kursi" bagi saya untuk menuangkan ramuan ide kreatif yang sangat tidak memuaskan dan tidak sempurna. But, i'm proud :)

Mengenai tulisan yang terletak di penghujung buku ini, saya merasa sangat banyak kekurangan karena memang jam terbang saya yang kalah jauh dibandingkan penulis-penulis lainnya. Modal saya hanya dua: (1) data yang bisa intepretasikan, serta (2) semangat menuntaskan keinginan bisa menulis. Memang akan menimbulkan kerancuan mengingat latar belakang ilmu komputer tapi malah menulis ekonomi kreatif. Apakah ilmu komputer terlalu gersang untuk digarap? Tentu tidak, namun dari hasil riset dan corat-coret, situasi ekonomi kreatif lebih memungkinkan dieksplorasi dalam keterbatasan waktu menulis.

Akhirnya, terima kasih atas bantuan semua ciptaan-Nya, baik yang bernyawa ataupun tidak bernyawa (hardware dan software) selama proses pembuatan buku ini.
Semoga menjadi sumber amalan hingga hari akhir nanti :)


Alhamdulillah Diganjar 2

Alhamdulillah diganjar dua buah apresiasi yang membanggakan di Munas Forsi HIMMPAS lalu. Pertama program kerja ilmi yang dimenangkan oleh Himmpas UI melalui Sekolah Ilmiah Pascasarjana. Kedua media terbaik yang diraih juga oleh socmed Himmpas UI. 

Horaaa Finale Fuihhh




Belajar dari Sebuah "Panggilan"

Dua hari yang lalu, ada peristiwa unik ketika membuka sebuah akun WA, tepatnya kabar seorang guru besar UI dari Fakultas Ilmu Budaya. Beliau adalah prof. Benny Hoed. Nama ini terus terang baru saya kenal kurang dari sepekan saat saya mengerjakan sebuah proyek penulisan buku di HIMMPAS UI. Nama beliau terus terang unik, nama depan mengingatkan saya pada sosok spesial MTI Fasilkom UI, sedangkan nama belakangnya persis dengan seorang musisi tenar di tanah air, yaitu Anto Hoed (yang ternyata putra beliau).

Berdasarkan pemaparan PM proyek ini, Bang Zai, tulisan yang dikirimkan ke proyek ini (boleh jadi) merupakan tulisan terakhir beliau. Dan jika menengok profil beliau di berbagai laman web, sungguh sangat panjang track record dan karya-karyanya.

Lalu saya berpikir bahwa, ada dua makna dalam berkarya, yaitu makna formal dan makna realitas. Makna formal merupakan nilai suatu karya yang secara singkat menjadi torehan di curiculum vitae, sifatnya seremonial. Apakah penting? Tentu saja karena sifatnya terukur alias kuantitatif, memudahkan manusia (yang terbatas kemampuan menghitungnya) untuk mencermati posisi berkaryanya seseorang. Makna kedua adalah makna realitas, yaitu nilai sebuah karya dari sisi kebermanfaatannya secara konkret. Sifatnya abstrak, tidak bisa diukur, namun sangat mungkin tumbuh. Makna kedua ini merupakan kontribusi yang sifatnya memberikan dampak.

Secara pribadi, saya melihat bahwa makna kedua tersebut lebih berjangka panjang dan malah menjadi "kiriman pulsa" berupa amalan yang terus mengalir walaupun kita telah meninggal. Sedangkan track record di CV tentu akan berakhir fungsi rekamnya.

Dalam hal ini saya berdoa semoga sosok beliau yang memiliki kontribusi banyak bagi ilmu pengetahuan di Indonesia dapat terus memberikan manfaat dan manfaat atas kontribusi beliau terus mengalir. Bagi kita tentu saja semoga bisa mengambil hikmahnya :)

Salute to you SIP2015committee

Nggak bisa hadir karena ada agenda lain yg insyaAllah lebih prioritas saat ini.
Bangga dengan kerja keras kalian :)
Sampai jumpa di Sesi 2 #SekolahIlmiahPascasarjana 2015