Inspirasi 3 Peneliti "muda" Indonesia

Sebuah talkshow penuh inspirasi kembali dihelat oleh HIMMPAS UI pada Sabtu lalu (14/2) dengan topik Sumbangsih Ilmuwan Muda untuk Indonesia. Topik yang sepintas berat, padahal sebetulnya ya memang lebih berat. Hanya saja Allah mengirimkan bantuan-Nya berupa pembicara-pembicara yang berkompeten sehingga banyak petuah positif yang kami dapatkah melalui mereka. Sosok M. Ali Berawi, Ph.D (Direktur PRDM UI 2015, dosen Fak. Teknik UI), Radyum Ikono, M.Eng (COO Nano Center Indonesia), dan Rully Prassetya, MPP, M.Sc. (ekonom di IMF Indonesia) menyuguhkan sisi pandang yang berbeda namun mengarah kepada persuasi yang sama, yaitu menjadi diri ini berarti bagi Indonesia sesuai kapasitas masing-masing.

Sosok Pak Ali Berawi, sepintas mirip walkot BDG, memang tampak gahar khas orang Teknik, hanya saja beliau mampu memberikan pemahaman tentang dunia riset, khususnya bagaimana mengelola motivasi. Tentu hal ini sangat bermanfaat mengingat riset bukanlah bidang kerja favorit dan juga tidak menjanji popularitas maupun material. Diingatkan pula kita mengenai keharusan untuk mengubah pola pikir kita yang gemar mencari akar masalah tapi hanya berujung pada mencari siapa yang salah, padahal yang diperlukan adalah solusi dan itu adalah "pekerjaan" yang harus berani kita ambil jika ingin memberikan manfaat bagi sekitar. Beliau sempat menyinggung bahwa peneliti itu boleh saja (mengalami) salah, namun harus jujur. Jelas pernyataan yang tegas bahwa seberapapun pencapaian riset kita, akan sangat mungkin akan ada unsur kecacatan, baik itu teknis maupun konseptual, namun jangan pernah mengingkari kejujuran dalam menjalankan penelitian tersebut. Sebuah petuah klasik juga beliau singgung mengenai kesungguhan membaca, yang ironisnya menjadi alasan "sejuta umat" untuk kurang berkembang. Beliau menyodorkan kisah beliau yang tidak serta merta melahap sekian banyak jurnal dalam waktu singkat, semua itu ada tahapan yang meningkat dijalaninya. Lebih jauh lagi, beliau menyodorkan pula beberapa hal-hal manis yang menjadi "hilir" dari kesungguhan kita dalam menjalankan riset. Sebuah kesempatan berbagai pengalaman yang menggugah dari sosok yang sangat pakar di dunia riset.

Sharing Pak Radyum Ikono juga tak kalah menarik, bahkan dari kemunculan beliau yang mengenakan kaos oblong pun sudah cukup memancing ketertarikan, "cerita dan gaya bercerita apa yang akan disampaikan?". Berbekal gelar sarjana dan magister dari luar negeri ternyata tidak membuat beliau congkak dalam memandang permasalahan Indonesia. Dia berani mengambil peran dalam dunia riset di Indonesia dengan menempatkan dirinya sebagai "research-entrepreneur". Heh? Apaan tuh? Beliau menyebutnya istilah itu sebagai gambaran atas apa yang saat ini dia geluti, yaitu mengindustrikan hasil penelitian di perusahaannya. Saya menangkap bahwa beliau jeli membaca ekosistem riset di Indonesia yang kurang terjembatani di dunia industri, yang pada kenyataannya membuat banyak ilmuwan lokal hijrah ke negara lain agar bisa mempertahankan otaknya bisa bermanfaat. Riset dan industri seolah-olah kurang terjembatani. Jataban sebagai COO menuntut dirinya tidak hanya piawai mengelola intisari riset, namun juga "mengirimkan" produk risetnya ke pasar yang sesuai. Di sinilah dirinya menemui tantangan yang beragam, terutama dari apresiasi terhadap hasil penelitian yang masih kurang. Tertarik melihat kegigihannya yang masih berkobar khas anak muda.

Setelah menyimak moderasinya di Talkshow MEA November lalu, kali ini Pak Rully Prassetya (yang ternyata kelahiran 1990 hahhh??) menghadirkan cakrawala berbeda tentang menggapai cita-cita. Sebelumnya, Pak Banu saat sambutan memberikan bocoran gradasi prestasi Pak Rully sebelum masuk dengan setelah masuk UI. Anak rantau dari daratan Minang yang menyadari bahwa potensinya ada di dunia ekonomi, namun harus berhadapan dengan keterbatasan kapabilitas berbahasa Inggris saat diterima di UI. Tapi di tahun ketiga dia justru dikirim ke Amerika untuk sebuah misi akademik. Artinya, ada proses yang "spesial" pada beliau, dan itu adalah kerja saat alias keuletan. Berawal dari kelemahan, dirinya justru mampu menjadi Bahasa Inggris sebagai keunggulannya dan kemudian mampu menggapai double degree di perguruan tinggi luar negeri, salah satunya adalah magister kebijakan publik dan kini menjadi tim riset di IMF Indonesia (setelah sebelumnya di ERIA). Dibandingkan sosok Pak Ali Berawi dan Pak Radyum Ikono yang jebolan kampus S1 luar negeri, sosok Pak Rully jelas lebih "lokal" sebagai alumnus UI, hehee. Maka tidak heran banyak audien (yang mayoritas mahasiswa UI) mengajaknya berdiskusi pascaacara, untuk menggali bagaimana beliau ber-"revolusi".Inspirasi yang "menggugah", nah kalau udah "bangun" artinya waktunya untuk bergerak, bukan sekedar mendiami mimpi hehee

No Response to "Inspirasi 3 Peneliti "muda" Indonesia"