Tampilkan postingan dengan label Entrepreneur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Entrepreneur. Tampilkan semua postingan

Tren Bisnis Digital 2017: e-MICE,e-Tourism, dan e-Ticketing

Bisnis digital tampaknya masih mendominasi berita dinamisnya industri TI di Indonesia. Pertumbuhan pengguna serta kesadaran mengepakkan sayap bisnis di lingkungan 'virtual' menjadi pelecut bisnis digital eksis di tahun 2017. Bahkan, tidak sekedar eksis namun juga menggelora. Dan salah satu bisnis digital yang akan semakin berkembang adalah e-MICE. Terus terang, awalnya saya hanya memilih terminologi e-MICE. Namun seiring literatur tentang lingkupnya, saya rasa dua terminlogi berikut perlu disertakan, yaitu e-tourim dan e-ticketing.

e-MICE secara umum mengacu pada penerapan bisnis digital di bidang sosial-humaniora terkait MICE alias Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitons. Keempatnya tidak tersekat sempurna, artinya ada irisan. Nah, saya tidak ada membahas maksud ataupun lingkup keempatnya, melainkan bagaimana penerapan e-MICE ini. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan empat hal ini sudah dari 2015, bahkan 2013 lalu sudah jamak di-IT-an dengan mengonversi sebagian proses bisnis ke ranah digital. Beberapa proses bisnis yang dikonversi ini antara lain publikasi serta mekanisme partisipasi. Sebagai contoh, silakan simak bagaimana bagaimana banyak kegiatan yang menerapkan regitrasi atau reservasi secara daring, mulai dari konsep L'arc en Ciel hingga Piala AFF. Atau bagi akademisi yang aktif mengikuti acara seminasi dimana proses registrasi serta pengiriman dokumen partisipasi yang memafaatkan platform, baik yang sudah terintegrasi maupun yang masih berjalan silo. Jika pernah menggunakan Eventbrite, artinya Kawan sudah pernah menggunakan produk dari e-MICE. Di Indonesia bisnis e-MICE agaknya belum semenjamur bisnis digital lainnya macam marketplace. Alasannya sederhana, model bisnis ini membutuhkan koneksi yang luas serta proses bisnis tiap kegiatan yang kompleks. Khusus untuk urusan kompleksitas, bisa jadi akan ada beberapa startup di tahun 2017 yang membidik e-MICE dengan lingkup hanya sebagian proses bisnis. Peluang berkembangnya sangat lebar lantaran kompetitor yang tidak sebanyak marketplace. Soal konten, jangan khawatir. Ini era global dimana bisnis e-MICE di Indonesia tidak berarti harus kegiatannya di Indonesia. Bisa jadi bisnis yang dibangun menghubungkan Indonesia ke luar negeri. Ya walaupun Indonesia tidak pernah sepi agenda kegiatan MICE sih hehee. Ada banyak konser, ada banyak seminar, ada banyak pameran, dan lain-lain.

e-Tourism memang baru memanaskan persaingan bisnis digital di paruh kedua tahun 2016. Alasannya karena pariwisata di Indonesia memang sudah bukan rahasia bakal membludak di dua masa, kisaran Idul Fitri serta kisaran akhir tahun. Praktis beragam diskon diumbar menjelang dua momen tersebut, mulai dari diskon transportasi, diskon penginapan, hingga diskon paket wisatanya. Saya yakin bahwa gelontoran diskon ini masih terus meramaikan kotak masuk e-mail member-nya. Yang perlu dipertanyakan adalah sejauh mana pengelola objek wisata mau 'terjun' meramai bisnis digital ini. Selama ini urusan e-tourism memang masih didominasi oleh penyedia jasa penunjang pariwisatanya, mulai dari transportasi hingga penginapan plus biro wisatanya, tapi geliat pengelola objek wisatanya masih rendah. Sulit mengubah situasi ini di 2017 karena kebanyakan pengelolaan objek wisata menganut pola pikir 'tunggu perintah dari atas' seingga cenderung pasif dalam mengambil inisiatif, apalagi yang terkait isu SI/TI. Di Indonesia sendiri, saya melihat banyak startup yang sudah mengambil ancang-ancang untuk 'terjun' di e-tourism ini. Menariknya, mereka tidak menjual jasa langsung, melainkan 'menjajakan' informasi alias sebagai pusat informasi tentang informasi tertentu. Barangkali yang menjadi tolok ukur adalah Tripadvisor.

e-Ticketing barangkali yang paling ramai perangnya di tahun 2016. Dan saya yakin perangnya bakal semakin ramai di tahun 2017 nanti. Lihat saja tiket apa yang belum tersedia online/daring. Semua maskapai penerbangan sudah menyediakan layanan tiket secara daring. Pun dengan kereta api yang oleh si pemain monopolinya, yakni PT KAI, telah dieksplotasi proses bisnisnya dengan nuansa SI/TI. Malah sejumlah pemain bisnis digital di bidang transportasi sudah menunjukkan peranannya sebagai 'one stop solution' untuk urusan pesan tiket, mulai dari Traveloka, Pegipegi, Nusatrip, dll. Yang ingin saya simak di tahun 2017 adalah apakah ada perang di luar harga. Praktis persaingan e-ticketing memang berkutat di dua hal, yaitu akses mendapatkan tiket, termasuk kecepatan, serta harga tiket itu sendiri. Belum ada yang berani melakukan inovasi persaingan, termasuk di Indonesia. Apakah di tahu 2017 ini juga sama...

Call for Remote Solution

Tantangan menceburkan diri di dunia e-commerce, tidak hanya terkait mengembangkan online directory sebagaimana disinggung di post sebelumnya. Ada pula "panggilan" lain sesama pemuda belia (yang harusnya menjadi) harapan Bangsa Indonesia. Panggilan ini kebetulan datang dari seorang pakar desain yang sering bersentuhan dengan proyek-proyek IT. Kolaborasi yang insya Allah menarik dan akan banyak manfaatnya, bismillah :)

Tidak banyak yang ingin diutarakan di sesi ini karena pesen domain aja belum hehee. Intinya, ada kesamaan ide untuk mengembangkan sebuah media online untuk manajemen proyek jarak jauh yang lebih kece. Btw, jangan tanya lingkup "kece"-nya itu bagaimana? Kalau saat ini saya mengartikan "kece" itu adalah mampu memikat orang-orang yang kerja jarak jauh, ya macam LDR-an gitu. Cieee memikat Cieee LDR-an. #eh #malahsalahfokus #hehee #OOTbentar. Yups, ini akan sangat menarik karena beberapa bulan lalu saya memperoleh tugas dari dosen MPPPPTI tentang Global Software Development Project. Dari tugas tersebut, saya memperoleh wawasan yang lumayan banyak tentang tantangan mengembangkan proyek secara ghoib, punya rekan tapi nggak tahu secara pasti dia ada dimana. Akan banyak permasalahan, khususnya yang bersifat sosial, misalnya komunikasi, budaya, manajemen konflik, etika, hingga penarifan, terkait proyek yang sifatnya remote, jarak jauh, ghoib tim proyeknya, dan berbagai istilah serupa.

Alhamdulillah ada pengalaman di kantor lama mengenai manajemen proyek yang bersifat remote, malah ikutan di dalamnya. Dan memang betul tantangannya lebihhh gokillll. Alhamdulillah pula bekal di kuliah MPPPPTI musim lalu, selain membuatkan wawasan, juga menambatkan berbagai koneksi proyek yang nggak akan sia-sia.

Yang unik saya dan Bang Yasir, si pakar desain, ini juga sejauh ini akan mengerjakan ide ini secara remote antara Depok dengan Bandung. Secara latar belakang memang cukup banyak berbeda, ya wajar saja karena program studi saat kuliah dan jobdesc di kantor kami sangat berbeda, jam terbang pun dia unggul banyak dari saya. Tapi, kompatibilitas tidak diukur dari keseragaman latar belakang. Kami sama-sama belajang di sini :)

Belajar untuk memenuhi panggilan untuk berinovasi lewat ide-ide kreatif

Mencari "Nutrisi" untuk Sebuah Online Directory

Directory, barangkali kata ini kurang populer di masyarakat. Di KBBI padanan katanya adalah direktorat yang artinya "bagian dari departemen yang tugasnya mengurus suatu bidang tertentu". Wajar jika banyak yang masih bingung maksud directory itu apa. Directory sendiri dalam kosakata komputer merupakan sebuah terminologi yang sudah tergantikan oleh "folder". Sudah mulai paham? Hehee, secara ringkas, direktori merupakan sebuah gugus yang mengakomodasi beberapa item dengan kesamaan tertentu. Jika menyinggung database, maka directory ini merupakan simpul yang menunjukkan identitas tertentu sesuai kategorinya. Misalnya direktori objek wisata di Kota Bandung dapat dipilih secara khusus dengan kategori "wisata kuliner", "wisata alam", dll. Dalam pengembangan web portal, directory menjadi terminologi yang digunakan untuk menyebut database online yang memudahkan seseorang mencari sebuah atau beberapa item dengan kata kunci tertentu.

Alhamdulillah di penghujung Juli ini, saya menata kembali rencana bareng senior saya, Bang Bil, untuk mengembangkan sebuah web portal berupa directory untuk ekonomi kreatif yang spesifik di dua subsektor. Bukan tanpa alasan, subsektor yang akan menjadi lingkup pengembangan ini "hanya" ada dua. Potensinya sangat menggurita di Indonesia dan relatif merata di Indonesia. Ide ini sempat terkatung-katung, bahkan saat klub bernama FC Barcelona meraih tiga trofi, ide ini malah dititipkan di "panti wacana". Kini, ide ini belum kadaluarsa. Ide ini perlu nutrisi yang kita kenal dengan istilah "spirit".

Spirit untuk berkreasi di industri e-commerce terus terang makin menggebu setelah mengambil dua mata kuliah, yaitu e-Business (di bawah asuhan Pak Yudho) plus Karya Akhir (tentang kualitas informasi, di bawah asuhan Pak Nizar feat. Pak Rifki). Dalam batin sering bergugam, "masa iya cuma sebagai pengamat dan penggemar, atau malah pembeli? kenapa nggak jadi pemain?", begitulah pertanyaan rekursif ke diri sendiri tiap selesai kuliah e-Business. Mata kuliah KA secara tidak langsung menyinggung e-commerce karena studi kasus yang diambil adalah web portal ekonomi kreatif. Alhamdulillah ada bekal untuk merancang beberapa strategi yang patut dibudidayakan di directory ini nantinya.

Bekal lain berupa partnership, model bisnis, infrastruktur, insyaAllah akan digarap bareng Bang Bil. Senior yang asyik untuk diskusi dan berbagi ilmu. Bismillah

Review Gojek

Ojek (dengan komoditas kendaraan "motor") entah sudah ada sejak tahun kapan? Yang pasti jaman orde lama agaknya belum, karena jumlah motor agaknya pun hampir tidak ada. Minta tolong koreksinya jika ternyata sudah ada motor sejak jaman order lama. Yang pasti dengan membludaknya motor di akhir era order baru, bisa diperkirakan ojek merupakan salah satu layanan transportasi yang sudah ada melebihi usia era reformasi di Indonesia. Dari dulu hingga sekarang bisnis ojek pada intinya adalah orang minta tolong diantar ke suatu tempat dengan memakai motor. Proses bisnis yang sederhana. Saking sederhananya, nggak kebayang akan ada model bisnis ojek yang berbasis ICT.

"Mas, aku udah nyampe Kopo, jadi njemput dimana?" tanya X ke Y, seorang tukang ojek yang dikenalnya, melalui SMS. Itu adalah proses layanan ojek yang memanfaatkan SMS sebagai layanan ICT. nah, barangkali dari sini, ide bisnis GOJEK muncul. Konsep GOJEK kurang lebih seperti itu, pengguna memberi tahu lokasi dirinya dan nanti akan ada seorang tukang ojek menjemput dan memberikan layanan ojek. Si pengguna tidak perlu mencari secara manual tukang ojek yang ada di daerah tersebut. Hanya saja suasana ICT makin kental dengan menyinggung GPS sebagia penunjuk lokasi geografis pengguna, hingga pembayaran yang memakai konsep saldo. Bisnis elektronik? Ya... ini bisnis elektronik.

GOJEK saat ini memiliki keunggulan dari sisi popularitas dan jujur saja agak mengancam keberadaan tukang ojek yang tidak tergabung di GOJEK. Kenapa? Standar tarif dan kepercayaan menjadi dua faktor yang sulit dibantah menjadi permasalahan pengguna jasa ojek. Penentuan harga dengan mekanisme menembak harga kerap merugikan pengguna ojek karena di posisi kepepet sehingga mengalah dengan tarif yang justru lebih tinggi dari pasaran. Urusan kepercayaan? Ah sudah barang tentu di kota macam Jakarta, kepercayaan menjadi hal yang mahal harganya. Sebagai tambahan, masyarakat Jakarta hampir sepenuhnya memegang HP dan dominasi tipe HP di Jakarta adalah Android, media yang cocok sebagai tempat aplikasi GOJEK dipergunakan. Alhasil naik kereta dengan rencana turun di Gondangdia, seorang calon pemakai GOJEK sudah bisa memesan saat kereta baru sampai Manggarai. Soal kepuasan, ini sulit dijamin, namun dengan brand nama GOJEK yang sedang melambung, mereka tentu memperkirakan nama baik mereka sehingga akan menjaga kualitas layanannya, termasuk menjaga kepuasan pengguna. Sedikit serangan di socmed sudah pasti akan siap dihadapi oleh GOJEK. Tukang ojek lainnya? Cenderung lebih aman dalam mengabaikan kepuasan pelanggan.

Ada system saldo ? Wooww
(sumber: Profil Gojek di Google Play)

 
Nah ini nih tiga bisnis utamanya sekarang... yoi kan??
(sumber: Profil Gojek di Google Play)

Proses bisnis terbaru yang disediakan GOJEK terus terang membuat saya kagum. Yaitu jasa kurir, hahh?? Kurir?? Intinya modal menjadi kurir adalah ada orang yang mengantarkan dan tahu alamat (ini juga bisa diakali dengan Google Maps) serta alat transportasi. Nah dua modal itu sudah dimiliki GOJEK bukan? Kini jasa kurir kilat (tentunya jarak yang masih wajar untuk tukang ojek, bukan kirim barang dari Jakarta ke Surabaya  =_=) hingga pesan barang (lagi ujan pengin beli martabak, bandrek, dll). Jelas ini peluang bisnis hampir mustahil dibayangkan sebelumnya. Tapi GOJEK ternyata bisa menggaetnya, dan sebagai catatan, dua umum tadi pun sudah mereka punya. Brilian memang.

Antara Pengembang Platform dan Pemakai Platfotm

Bicara e-commerce memang mengasyikkan. Ada tantangan yang besar di situ, yaitu ketidakpastian. Bisa jadi di satu waktu omset melebihi gaji orang kantoran, tapi di saat kemudian tidak ada pemasukan sama sekali. Dan dari sisi dunia TI, dosen e-business Pak Yudho GS menjelaskan dua pilihan bagi pemain e-business. Tentunya ada keunggulan bagi keduanya dari sisi model bisnis serta tak lupa kelemahannya.

Pertama adalah pengembang platform
Contohnya, bisnis  macam OLX, Lazada, Bhineka, dll. Keuntungannya adalah tampil sebagai hub yang berperan strategis. Konsep hub ini dalam istilah e-business dikenal dengan "intermediation". Laba dapat diperoleh dari biaya akun, persentase transaksi, hingga banner iklan. Keuntungan jelas terletak pada status sebagai pemilik lapak. Para pedagang dan pembeli mau tidak mau harus patuh pada ketentuan pemilik lapak. Selain keberhasilan transaksi yang terjadi akan mengangkat citra si pemilik lapak. Pemilik lapak juga "hanya" fokus pada bagaimana lapak terlihat menarik, konten sesuai kebutuhan masyarakat, mudah diakses. Urusan barang laku atau tidak, itu jadi PR pedagang.

Tapi ada pula kelemahannya di model bisnis ini. Dia harus memahami konsep-konsep teknis di sisi TI dan bisnis, apa itu bounce rate, apa itu search navigation, security test, dll. Selain itu, kadang perlu melakukan white spy juga, maksudnya adalah ikut sebagai user di lapak platform lain, bukan untuk menyadap informasi, tapi memahami perilaku pengguna, trend bisnis, keunggulan kompetitor, layanan CRM, hingga sisi-sisi positif yang bisa diterapkan, tentunya bukan memplagiat. Selain itu, transaksi yang kurang/tidak memuaskan, bahkan merugikan, akan berdampak besarada kepercayaan masyarakat pada lapak/platform tersebut.

Kedua adalah pemakai platform
Pernah melihat orang jualan di social media? Atau mungkin pengguna Kaskus, Lazada, dll, yang menjajakkan produknya? Nah inilah yang dimaksud dari bisnis model yang kedua ini. Statusnya di dalam platform adalah pedagang murni, terlepas barang yang dijual miliknya ataukah hanya broker. Keuntungan finansial alias laba diperoleh murni dari transaksi yang dilakukannya. Pengeluaran, selain operasional jual beli, terletak pada bagaimana dia memanfaatkan platform yang dipergunakan. Ada platform yang "menjual" halaman depannya, ada juga yang mewajibkan persentase di tiap transaksi. Itu "fair" selama ada pernyataan kesepahaman dan persetujuan atas aturan main ini. Nah biaya-biaya yang macam ini diperhitungkan secara matang karena me7njadi bagian dari investasi.

Secara teknis apa keuntungan dari model kedua ini? Penjual dapat bermain di berbagai lapak dengan strategi penjualan sesuai lapak masing-masing. Bagaimana dengan urusan detail TI? Misalnya hosting, bandwidth, traffic, dll. Ini jadi tanggung jawab penyedia lapak. Artinya penjual sangat fokus pada bagaimana dagangan laku dan reputasi positif. Kelemahannya? Bagaimana penjual berdagang sangat dipengaruhi kualitas lapaknya.

Nah itu "secuil"perbandingan antara pemilik platform/lapak dengan pengguna lapak/platform. Mana yang lebih baik? Tentukan sesuai kemauan dan  kemampuanmu Kawan ;)

Gapura Edisi Jakarta

Inspirasi terus menjejali diri ini. Persis saat pribadi mulai memantapkan hati untuk tidak melanjutkan kontrak. Dan inspirasi kali ini adalah Gapura pada Sabtu (28/3) lalu.

Bisa dibilang penyelenggaraan kali ini mengedepankan inspirasi dari pelaku-pelaku bisnis online. Sekedar info, Gapura tahun lalu menghadirkan Wagub DKI Basuki Tj.P. serta Menkominfo Tifatul Sembiring. Agaknya proses "kulo nuwun udah selesai dan sekarang fokus berbagi ide.

Kebetulan saya berkesempatan hanya ikut di sesi pertama. Sangat bersemangat dengan 5 pembicara yang menggalakkan bisnis online. Pertama dari internal Google di Indonesia yang memaparkan urusan teknis aplikasi web berbasis mobile. Kenapa mobile? Pengguna mobile di Indonesia gilaaa jumlahnya dan perlu perlakuan berbeda dibandingkan versi desktop.

Berikutnya 4 orang pembicara yang punya kesuksesan masing-masing. Ada yang bisnis kuliner berupa franchise cendol aneka rupa, bisnis mode berupa hijab, serta bisnis kerajinan berupa potongan kertas artistik. Salut dengan kreativitas mereka dan lebih salut pada ketekunan mereka.

Inspirasi Hangat tentang e-Dagang

Well, kali ini mau cerita tentang inspirasi hangat dari Pak Daniel Tumiwa, ketua atau CEO Indonesian e-Commerce Association atau IdEA. Beliau mengisi di kuliah e-business pada Senin (23/3) lalu. Belkiau kebetulan merupakan sosok yang berpengaruh terkait TI di Garuda Indonesia. Maka yang di-share oleh beliau meliputi dua hal, yaitu e-commerce secara umum serta penerapan TI di GIA.

Pada awal sesi, beliau mengulas tentnag kondisi penetrasi internet di Indonesia. Yups, internet ibaratnya "panca idnera" untuk melakukan e-commerce. Mau barang bagus, yang punya itu seorang yang terkenal, tapi kalau internet ble'e ya gimana ya? #ahsudahlah. Dari sisi pelaku yang terlibat, harus diakui bahwa segmen urban menjadi dominator untuk e-commerce, baik penjual maupun pembeli. Kondisi inilah yang menjadi kota-kota besar di Indonesia menjadi titik "panas" dalam e-commerce, khususnya Jabodetabek, Bandung, Surabaya. Di luar Pulau Jawa, ada Medan, Palembang, dan Makassar yang menjadi kuda hitam di dalam e-commerce. Medan dan Palembang memang menjadi simpul massa ekonomi sosial di Indonesia Barat, sedangkan Makassar sudah lama menjadi "ibu kota" Indonesia Timur. Bagaimana dengan pulau dan kepulauan lain? Akses internet lagi-lagi berperan penting terhadap keberlangsungan e-commerce. Maka tak heran, pergerakan e-commerce di Kalimantan, Papua, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku-Maluku Utara belum masif geliatnya. Tapi, keseluruhan, Indonesia merupakan "surga" bagi e-commerce, jauh melampaui Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Malaysia.

Pak Daniel juga menyinggung kebiasaan berinternet di Indonesia yang dari McKinsey Consumer Insight Indonesia 2013 ternyata 70 dari 100 responden menyatakan bahwa memakai internet untuk jejaring sosial. Selain itu, 44 dari 100 memakai untuk mencari informasi (mungkin para mahasiswa mendominasi segmen ini, entah informasi kuliah ataupun mantan #eh #wkwkwk). Online shop? Hanya 7 dari 100. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi untuk mendongkrak kebiasaan e-commerce di Indonesia adalah dengan memanfaatkan jejaring sosial. Potensi yang secara pribadi saya sepakati.

Dari sisi produk yang ditransaksikan, dominasi ada pada fashion (78% responden), mobile (46%), elektronika (tentunya selain mobile, 43%), buku dan majalah (39%), dan groser (24%). Saya sendiri dalam kurun waktu dua tahun terakhir melakukan transaksi sebagai pembeli berupa elektronik 2 kali, fashion 2 kali, buku 1 kali, dan groser belum pernah. Itu dari sisi produk yang sukses diperjualbelikan. Bagaimana jika menyinggung perilaku yang elum mau ikut di e-commerce? 42% menyatakan kurang PD dengan kualitas produk, 40% khawatir dengan keamanan informasi saat pembayaran, dan 38% enggan jika tidak "menyentuh" produk itu secara langsung.



Sesi tanya jawab berlangsung asyik dimana saya sempat menanyakan tentang konsep crowdfunding di dalam e-commerce. Beliau memberikan tanggapan berupa anjuran untuk memastikan kejelasan hak dan kewajiban antara pemain utama dengan penyandang dana. Kondisi di Indonesia menurutnya adalah ketidakjelasan hak dan kewajiban sehingga penyandang dana bertindak sebagai bos sedangkan nasib masa depan pemain dalam mengembangkan produk tidak terarah baik, memang tidak semuanya namun fenomena ini yang kerap terjadi.

Di sesi kedua, beliau mengupas bagaimana dia sangat memperhatikan UX terkait pengembangan e-commerce GIA. Mulai dari web yang "digebrak" tampilannya agar fokus pada penginformasian penerbangan, hingga pembuatan mobile apps. Konsep yang menjadi gagasannya dan akan dikembangkan lebih lanjut adalah jejaring sosial bernama Garuda Miles. Di Garuda Miles ini, nantinya segala pengalaman menarik pengguna GIA akan dipublikasikan, khususnya foto, sebagai strategi dari CRM dan positive branding. Salut ini perjuangan beliau di tengah keterbatasan SDM dan persaingan global. Di tahun lalu GIA meraih beberapa penghargaan yang skalanya sudah internasional, maka jangan tanya apakah TI berperan atau tidak di situ.

Harga Website

Selama lebaran kemarin, sejumlah pertanyaan dilontarkan kepada saya dan rekan-rekan saya yang berprofesi di bidang IT. Singkat kalimat "bikin website berapa harganya?". Bukan pertanyaan yang mudah dijawab. Tidak berarti kami yang di dunia IT ini plonga plongo tapi penentuan harga pembuatan website merupakan mekanisme pasar yang tidak mudah.

Bahan Baku
Jika kita ditanyai harga jual sebuah kursi tentu yang kita jadikan patokan adalah harga bahan bakunya, yaitu kayu, serta material penunjang, seperti paku, cat, plistur. Dalam hal ini website sifatnya agak "gaib". Bahan baku website itu apa ya? Hmm... Tentunya code alias rangkaian karakter yang diolah komputer menjadi objek (yang agak gaib) sesuai permintaan. Tidak seperti bahan baku kayu yang semakin banyak semakin mahal, code justru ada kalanya bisa diperingkas jumlah file maupun jumlah barisnya untuk efisiensi. Semakin efisien harganya makin tinggi, tapi sulit mengukur kuantitas yang layak dan standar dalam proses ini.

Ada code yang beli nggak
Dalam membuat website bisa jadi dipakai code. buatan orang yang didapatkan dengan cara membelinya, tentu opsi ini akan berdampak pada harga website itu sendiri. Dampaknya bagaimana? Lagi-lagi sulit menjustifikasi apakah website yang menggunakan code 100% buatan si programmer patut dihargai lebih mahalkah daripada website yang code-nya hasil beli.

Fitur yang disediakan
Sama seperti menanyakan harga sebuah kamar kos yang tentu bakal ditanya balik "mau yang isi apa saja?". Begitu pula harga website, "mau yang fiturnya apa saja". Ambil contoh website milik sebuah toko. Website yang hanya menampilkan produk tapi urusan tetek bengek transaksi di luar web akan lebih murah dibandingkan website yang juga dipakai untuk proses transaksi.

Proses pembuatan
Ini terkait poin sebelumnya. Ketika fitur yang diminta semakin banyak maka makin lama pula waktu yang dibutuhkan. Ibaratnya mengerjakan 7 item yang lebih cepat daripada 20 item.

Layanan penunjang
Website bisa diibaratkan kita membeli HP. Kita perlu pulsa, sinyal, nomor kontak orang lain, kartu SIM, hingga memori eksternal. Untuk jaringannya kita perlu bandwidth. Untuk penyimpanan konten dan database kita perlu hosting. Ada jasa pembuatan website yang meng-include-kan layanan penunjang, ada pula yang tidak.

Keamanan
Kenapa saya pisahkan poin ini tersendiri? Karena ini termasuk faktor yang terlihat sederhana namun bisa bikin runyam jika terjadi masalah. Keamanan yang tinggi tentunya menuntut penanganan yang spesial, sehingga wajar jika harganya melonjak.

Nama Si Penyedia Jasa
Ini "nama" bukan berarti makin panjang nama perusahannya makin mahal lho ya...
Maksudnya adalah seberapa tingkat kematangan organisasinya. Untuk jasa pembuatan website yang dikelola 1-beberapa orang sebagai sambilan jelas tidak punya daya tawar yang besar untuk mematok harga tinggi. Begitu pula organisasi yang masih tumbuh dan berorientasi pada portofolio, harga yang sedang akan jadi prioritas kesekian karena fokusnya adalah menambah jam terbang.

Kemampuan Mengemas
Dipakai atau tidaknya serta sedikit atau banyaknya pemakaian sebuah website tidak ditentukan dari seberapa banyak nan canggih fitur di dalamnya. Justru yang paling utama adalah kesesuaian dengan kebutuhan calon penggunanya. Selain itu, desain visual yang menarik serta pengemasan promosi yang berkualitas akan menjadikan suatu website nominal harga jualnya dapat meningkat.

Setelah menyimak berbagai faktor tadi, maka jangan heran jika ada web yang cukup dengan 150 ribu tapi ada yang sampai puluhan juta.

Path and Stairway for Promote

Belakangan dan ke depannya (maksudnya baru-baru ini dan itu akan berlaku pula di masa mendatang) Stasiun Cikin menjadi tempat paling memusingkan jiwa raga saya. Kenapa? Bukannya itu berarti udah dekat ama kampus MTI? Harusnya seneng donk belajar, ingat quote legendaris ini "belajar itu susah, tapi hasilnya indah bukan main (by Mr. Soewono)". Iya itu betul. Yang dimaksudkan di sini adalah akses masuk ke stasiun yang musti melewati pinggir kemudian memasuki trotoar ukuran 1,5 manusia (jadi kalau mau nyelip musti hati-hati). Padahal sebelumnya keluar dari pasar (pulang dari Salemba) ataupun menuju pasar (berangkat ke Salemba) posisi udah di tengah dan tinggal menyeberang. Kini? Harus ke pojok kanan dulu mendekati perempatan baru menyeberang.

Kalau dipikir-pikir kenapa sih harus ada pagar yang membuat kita meminggirkan diri ke pojok stasiun baru bisa menyeberang? Apa karena faktor keselamatan? Mungkin, tapi dan justru yang lebih mungkin adalah faktor pengembangan bisnis *jreng jengggg*

Seperti bisa diketahui bahwa stasiun Cikini relatif kumuh dibandingkan dengan stasiun lain. Pembandingnya bisa dilihat dari ketersediaan fasilitas penunjang seperti outlet komersil hingga kebersihan plus pencahayaan di dalam stasiun, kalau dibandingkan dengan Sudirman, Pasar Minggu, atau bahkan Pondok Cina masih kalah. Secara bisnis tentu sulit mempengaruhi calon investor maupun calon pengisi outlet jika kondisinya masih seperti itu. Maka harus ada strategi agar lebih bersih dan menarik. Bersih dan menarik, hmmm, sudah cukupkah? Ternyata tidak

Perlu ada pancingan yang membuat orang mau tidak mau lewat dan melihat outlet-outlet tersebut. Dan jalan terbaik (dari sudut bisnis) adalah mengatur (agak maksa) pengguna stasiun untuk melewati jalan yang membuat mereka melihat outlet-outlet tersebut. Dan memang betul, jika kita perhatikan di samping trotoar yang menjadi daerah wajib dilalui pengguna stasiun (kecuali yang lompat pagar) adalah kawasan yang nantinya akan menjadi outlet komersil dan fasilitas penunjang. Singkat kata strateginya begitu.

Strategi yang agak mirip juga kerap ditemui jika berbelanja di beberapa pusat perdagangan modern. Letak tangga ada yang seragam dan ada yang tidak. Seragam di sini maksudnya jika kit amau naik ke lantai 3 maka letak tangga lantai 1 ke 2 serta lantai 2 ke 3 sangat berdekatan (malah numpuk), sehingga kita cukup muter satu kali. Tapi ada juga yang ketika kita baru naik lantai kedua kita harus berjalan agak jauh menuju tangga yang ke lantai berikutnya. Ini yang bikin bangunan mikir nggak ya? Justru itu indikasi mereka berpikir dan sangat cerdik.

Saat kita menuju tangga berikutnya maka mau tidak mau kita akan lirak-lirik area di sebelah kanan-kiri. Dengan demikian kita akan tersugesti untuk tertarik memperhatikannya. Mirip yang di stasiun kan? Ya memang, seperti itulah strategi dagangnya. Maka harga sewa tempat outlet yang dekat tangga, atau juga jalur antara tangga yang satu dengan tangga lainnya itu relatif lebih mahal.

Hmm, gitu ya...namanya juga orang nyari rezeki, kita juga nyari rezeki hehee

Orientasi, Definisi, dan Perspektif

Seorang anak yang punya bakat public speaking yang luar biasa, tangkas dalam kegiatan outbond, hingga lihai mempraktikkan tarian daerah, akan tetap saja dianggap "tidak lebih cerdas" dari jika IP-nya berkutat di 1 koma ,sedangkan teman-temannya yang lain ber-IP 3 koma.

Dalam hidup kita akan membatasi diri ataupun dibatasi dengan adanya berbagai hal yang menjadi orientasi, definisi, serta perspektif. Orientasi apa yang jadi acuan kita dalam menargetkan akan menjadi seperti apa kita. Definisi apa yang kita gunakan untuk membedakan dengan jelas mana yang sesuai orientasi kita, mana yang tidak, serta bagaimana hal-hal yang sifatnya abu-abu bisa kita condongkan warnanya. Perspektif sebagai gaya melihat suatu gejala bagaimana yang kita pilih.

Bagi orang yang (maaf) atheis, maka orientasi untuk memenuhi perintah agama sudah punah sehingga baik buruk suatu hal akan didasarkan pada nalar. Hal yang berbeda terjadi ketika seorang yang beragama mempunyai pegangan perintah Tuhan dalam kitab suci-Nya sehingga kita akan mengesampingkan egoisme berlogikanya. Selama agama melarang, maka itulah pantangan baginya. Apakah berarti agama kolot? Bukan kolot, tapi kemampuan berpikir kita saja yang terbatas dan kita juga yang lemah sehingga mudah diperdaya sikap membangkang. Bahkan dua argumen terakhir pun bagi saya merupakan cerminan seorang yang beragama.

Korea Utara dengan doktrin yang kuat dari penguasanya tentu menjadikan mereka mengidolai presiden mereka hingga berteriak histeris tatkala melihatnya. Hal yang tentu berbeda di negeri ini ketika di berbagai social media justru muncul komik ataupun meme mengambil topik sang presiden. Padahal sama-sama presiden, kok beda perlakuan ya? Tentu ini dikarenakan cara berpikir yang sudah tertanam dan diajarkan lingkungan sekitarnya. Dengan demikiann orientasi, definisi, hingga perspektif erat kaitannya dengan budaya berpikir yang ada wilayah tersebut. Fenomena blusukan saat ini sangat nge-trend tentu karena menjadi hal yang unik di tengah kebiasaan pejabat daerah yang sering digambarkan berkarakter glamor dan jauh dari masyarakat. Ketika ada seorang pemimpin daerah yang sering mendatangi warganya maka akan jadi fenomena.

Pasca perang dunia II, ada dua berpikir yang saling berebut pengaruh di bumi ini, yaitu liberalisme atau sosialisme. Masing-masing mempunyai cara berpikir yang mengagungkan apa yang menjadi standar terbaik versi mereka masing-masing. Ujung-ujungnya akan ada pembagian tiga kelompok negara, misalnya bagi negara liberalis memandang tiga kelas, yaitu yang maju (diisi oleh negara yang sama-sama liberalis), negara agak maju (diisi negara yang tidak liberalis maupun tidak sosialis), serta negara yang tidak maju (diisi negara sosialis). Begitu pula sebaliknya bagi negara sosialis. Untuk lebih memperkuat cara pandang maka berbagai publikasi ilmiah tentang cara pandang mereka masing-masing pun diterbitkan. Keduanya saling beradu hingga akhirnya Soviet, si penyangga sosialisme dunia pun tumbang. Dengan demikian cara berpikir liberalisme mengambil alih orientasi berpikir di dunia ini. Melalui perdagangan, politik, hingga hiburan kini mengacu pada apa yang menurut negara Amerika Serikat benar. Kebebasan pers saat ini mengacu pada lingkungan pers di negara itu. Musik pun kini berkiblat ke negara yang sama.

Efeknya bagi negara seperti Indonesia mulai terasa dimana mau tidak mau akan menghadapi pasar global. Malah, berbagai minuman beralkohol yang tidak haram bagi mayoritas masyarakat Amerika Serikat pun kini sudah memasuki gerai-gerai minimarket di Indonesia. Untuk urusan bahasa pun kini tak bisa disangkal bahwa Bahasa Inggris sudah memperoleh pengakuan sebagai bahasa internasional, bukan Bahasa Jepang, Mandarin, Arab, Spanyol dll. Walaupun Brazil, Italia, dan Spanyol juara piala dunia di 3 edisi terakhir namun kita tentu sepakat tidak menjadi acuan kita memilih bahasa asing.

Pola pikir tentang definisi sesuatu pun kerap diidentikkan dengan objek tertentu.
Demokrasi itu ya Amerika Serikat
Khalifah itu negara jazirah Arab
Komunis itu Kuba
Mau kayak apa kondisinya kalau demokrasi ya standarnya negara Amerika Serikat, titik.

Membangun Roadmap

Artikel lama yang pernah dimuat di dimarla.net

Membangun sebuah bisnis memang memerlukan kecakapan untuk membaca peluang. Namun membaca peluang tidak sama dengan pasif terhadap kondisi yang ada. Untuk mewujudkan bisnis, dalam hal ini direpresentasikan dengan start up, memerlukan kejelian dalam menyusun strategi. Dan ketika banyak start up sukses menjamuri bisnis nasional, penentu keberlangsungannya ke depan terletak pada seberapa kuat pondasi yang dimilikinya. Pondasi tersebut berada dalam sebuah rencana bertajuk ROADMAP.

Roadmap bukan sekedar mimpi
Roadmap tidak sekedar celotehan mimpi ataupun kata-kata manis. Roadmap merupakan gambaran apa yang harus dicapai dalam tempo waktu berjangka lama. Roadmap merupakan gambaran akan menjadi seperti apa start up kita di tahun kesekian. Menempatkan sebuah target di dalam roadmap berarti membuat sebuah komitmen moral yang penuh optimisme untuk mencapai.

Roadmap merupakan core business
Roadmap menampung rencana pergerakan yang bersifat tarik ulur antara spesialisasi dan generalisasi. Oleh karena itu, dapat dijumpai korporasi yang dalam roadmapnya, memilih menjadi spesialisasi di bidang tertentu. Misalnya sebuah software developer yang menransformasikan dirinya sebagai game developer merupakan bukti adanya keinginan untuk fokus di bidang tertentu. Ada pula korporasi yang justru memilih memperlebar ruang bisnis, baik yang masih berkaitan langsung maupun yang tidak. Ketika sebuah perusahaan IT merencakan membuat online ticketing tentu masih ada korelasi dibandingkan dengan perusahaan IT yang membuka restoran. Boleh jadi keputusan untuk mempersempit lingkup atau sebaliknya justru memperluas lingkup memperoleh respon positif dari masyarakat, boleh jadi pula tidak. Hal itu akan merupakan kebebasan masyarakat untuk bersikap. Meskipun demikian, terdapat kesempatan bagi start up untuk mengendalikan pandangan masyarakat melalui branding yang ditanamkan. Pencitraan di sini meliputi bagaimana arahan perubahan disampaikan secara elegan dan bertujuan positif sebagia bentuk layanan yang memanjakan kebutuhan masyarakat, bukan sebagai bentuk kerakusan terhadap laba.

Acuan terhadap gap analysis
Pekerjaan berat bagi pimpinan start up adalah menangkap adanya berbagai gap analysis serta solusi pencapaiannya. Gap analysis merupakan perbedaan antara kondisi saat ini sebagai realisasi dengan rencana masa depan sebagai ekspektasi. Diperlukan penjabaran mengenai bagaimana cara untuk mencapai rencana tersebut secara detail. Akan lebih baik setelah dibuat roadmap, dilakukan rencana tindak lanjut berupa pengurai langkah-langkah kecil yang diperlukan untuk mendekati ekspektasi tersebut perlahan-lahan.

Nilai jual terhadap investor
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa salah satu acuan calon investor untuk mau mensponsori sebuah start up adalah dengan menengok bagaimana roadmap-nya. Tentu hal ini bertujuan untuk mengenali apakah start up tersebut hanya sekedar pengisi waktu luang atau memang merupakan komitmen yang serius. Prospek masa depan juga menjadi penawaran yang menarik ketika roadmap dipaparkan dengan jelas dan realistis.

Penopang identitas di tengah dinamisnya trend
Sebenarnya yang lebih tepat bukanlah mengikuti trend, melainkan menyesuaikan diri terhadap trend. Kedua hal tersebut berbeda dimana menyesuaikan diri berarti masih mempertahankan identitas asli, bukan menghilangkannya. Masyarakat bebas untuk mengubah apa yang menjadi keinginan (secara mayoritas), tak heran ketika apa yang menjadi trend saat ini boleh jadi tergusur esok hari. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak start up yang aji mumpung malah mengalami lesu ketika trend berganti. Dengan adanya roadmap, sebuah start up dapat menemukan potensi pasar yang menghubungkan antara core business yang termuat di roadmap-nya dengan apa yang sedang trend di masyarakat.

Roadmap bisa dijabarkan ke dalam BSC
Konsep Balance Scorecard (BSC) mencakup empat dimensi, yaitu dimensi internal business, financial, customer, dan learning and growth (Norton dan Kaplan, 1999). Keempat dimensi ini dapat dipergunakan untuk menjabarkan bagaimana caranya menggerakkan roadmap secara jelas beserta pemain yang berperan penting di situ. Tentu diperlukan pembagian tugas serta target jangka pendek sebagai  penjabaran roadmap tersebut. Hal ini akan menguntungkan tiap entitas di dalam start up untuk mengetahui kapan dan bagaimana dia bisa memberikan kontribusinya.

Pemahaman Tim
Seringkali dalam sebuah start up mengalami pecah kongsi karena perbedaan, baik yang sifatnya teknis maupun konseptual. Di sinilah diperlukan pemahaman bersama oleh seluruh anggota tim start up atas roadmap yang telah disusun. Ketika telah terbangun kesepahaman, maka konflik mengenai arah pengembangan start up dapat diminimalisasi.

Evaluasi Berkala
Roadmap walau sudah disepakati dan ditetapkan, perlu dilakukan evaluasi secara berkala. Tujuannya adalah menyesuaikan apa yang menjadi ekspektasi dengan realita terkini, termasuk juga berbagai produk hukum yang berlaku. Untuk mempermudah evaluasi, di awal pembuatan roadmap, jangan lupa untuk menyusun indikator keberhasilan roadmap secara kuantitatif. Hal ini menjadi patokan apakah pencapaian roadmap sudah memenuhi target ataukah tidak.

Gapura Invitation

Ceritanya diajak Bang Bil Picatha untuk dateng ke Gapura, event offline dari Google yang bertujuan menggencarkan pemakaian IT oleh entrepreneur-entrepreneur di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Ketemu ama Kang Zudha(BPH HMIF 2011), Mba Ken (Ext-HMIF 2011), Mas Dika (veteran HMIF), hingga Hegi (SI 2012), bahkan mas Andrea Senjaya dari Badr yang kebetulan kemarin kenalan di NXTcon hari Kamis lalu.

Menkominfo RI, Tifatul Sembiring mengajak membuka mata tantangan Bangsa Indonesia dalam hal konektivitas dengan keunggulan yang saat ini dimiliki

Si pendobrak birokrasi, Wagub DKI, Basuki Tj. Purnama

Sesi sharing sesi 1 tentang pengalaman para entrepreneur dalam memanfaatkan IT untuk memasarkan produknya (ketemu Mas Andrea Senjaya lagi o_O nggak nyangka hehee)

Sesi sharing sesi 2 tentang pengalaman para entrepreneur dalam memanfaatkan IT untuk memasarkan produknya (ketemu Mas Andrea Senjaya lagi o_O nggak nyangka hehee)

Ruang Kreatif dari Masyarakat untuk Daerahnya

Ceritanya lagi krasak krusuk ngoding. Sepintas ngecek di FB, eh kok ada yang nge-share tentang gambar bagus desain mode jas almamater Universitas Telkom. Lebih penasaran karena yang bikin temen sendiri, yaitu Nanda Tri Mahar. Memang berbakatlah ini orang untuk urusan desain kreatif :) Ngecek sumbernya, oh Showcase Indonesia Kreatif toh dan langsung cek ke TKP, siapa tahu ada karya-karya Nanda lainnya yang ada di sini. Dan....jreng jrengg jrenggg.. Ini nih yang bikin saya terpukau, yaitu sebuah creative tourism infographic dari Klaten, daerah asal beliau.


Tak hanya keren secara visual dan estetika, namun memberi saya sebuah pemikiran, tentang apa hayo???

Menarik juga bila sebuah daerah menyediakan ruang kreatif secara virtual berupa website yang berisi hasil karya kreatif yang menggambarkan potensi daerahnya, misal pariwisata, pertanian, kerajinan dll. Namun kreatornya adalah masyarakat daerah tersebut. Bahkan jika perlu, para kaum perantau, urban, hingga diaspora diberi kesempatan ikut menampilkan ide-ide kreatif mereka di sini. Kenapa gitu? Emang apa manfaatnya?

Pertama, pelibatan masyarakat dalam membangun citra positif daerah.
Kita tahu sangat jarang ada kerja sama antara masyarakat dengna pemerintahnya seolah ada kasta yang memisahkan. Di sini kesempatan untuk berinteraksi secara positif.

Kedua, menyalurkan potensi kreatif masyarakatnya.
Fenomena yang kerap terajdi di daerah, termasuk Jawa Tengah, bahwa putra daerahnya yang secara jenjang pendidikan terhitung berprestasi malah asyik mencari nafkah di daerah Jakarta hingga berkontribusi membangun kemetropolitannya Jakarta tapi tidak memberi kontribusi apa-apa kepada daerahnya.

Ketiga, menunjukkan potensi kreatif yang tidak hanya sembarangan dokumentasi, namun juga representasi SDM daerah tersebut.
Siapa sih yang bakal menyangkal kreativitas suatu daerah kalau udah ngelihat karya-karya masyarakatnya?

Keempat, mengakomodasi perasaan cinta daerah masyarakatnya
Daripada corat coret nggak jelas di tembok fasilitas umum ataupun tawuran suporter gegara lawannya dari lain daerah, tentu akan lebih dan sangat baik bila kecintaan terhadap daerah diwujudkan secara produktif dan kreatif melalui pembuatan karya-karya kreatif yang menjelaskan potensi daerahnya.

Lazimnya konten yang ada di website suatu daerah mengandalkan tenaga profesional. Memang secara pengalaman jaminan kualitas lebih terjaga, namun dengan konsep kolaborasi oleh masyarakatnya sendirilah suatu daerah dapat bangkit dan membangkitkan potensi masyarakatnya. Tentunya ada proses kurasi untuk menjaga kualitas agar tidak ecek-ecek. Selain itu, ruang kreatif ini juga memberi kesempatan bagi putra daerah yang sedang merantau agar tetap bisa berkontribusi dari jarak jauh.

Tak hanya berkaitan dengan isu kedaerahan, ide ini juga dapat diterapkan kepada institusi pendidikan. Sebuah pertanyaan yang menarik untuk dinantikan tanggapannya oleh pimpinan institusi pendidikan (kalau mereka membacanya ya hehee) "Bagaimana kalau dibuat sebuah showcase yang menampung karya kreatif civitas akademikanya berkaitan?" Memang secara disiplin ilmu bukan jurusan/prodi DKV, ataupun seni, namun bukan berarti karya yang patut dihargai hanya yang bersifat paper ilmiah. Karya kreatif macam dekorasi, video, desain grafis juga perlu diakomodasi karena kekayaan kreativitas civitas akademika di sebuah perguruan tinnggi merupakan aset yang berharga bagi perti tersebut :)

Why Change is Permanent in the Project

Pertanyaan yang sering jadi bahan curhatan mereka yang terlibat dalam proyek. Ko banyak yang berubah dari rencana awal ya? Waktunya mulurlah, biayanya mbengkaklah, request-nya nambah mululah dll. Kunaon ieu teh?

Sebenarnya perubahan merupakan hal yang akan otomatis muncul di dalam pengerjaan proyek. Bukankah manusia yang berencana tapi Tuhan yang menentukan :D
Permasalahan sebenarnya bukan pada perubahan yang muncul di dalam proyek. Itu hanyalah efeknya sehingga bukan itu sebabnya. Ini sama orang yang kebanyakan merokok mengeluhkan penyakit paru-parunya, why? Sakit paru-paru itu dampaknya, sedangkan sebab muasalnya adalah merokok.

Dalam pelaksanaan proyek, khususnya proyek IT, kunci (sekaligus, stir, rem, kopling dll) terletak pada aturan dan komunikasi. Kedua hal ini berfungsi sebagai pengendali segala macam kemungkinan perubahan yang mungkin (dan hampir 100% terjadi) di dalam proyek IT. Ketika ada masalah yang timbul, hentikanlah sikap menyalahkan karena itu tidak menjamin masalah serupa ataupun lain rupa hilang permanen. Coba tinjau lakukan segala aturan atau prosedur yang berlaku serta manajemen komunikasi yang berjalan di dalam tim proyek tersebut.

Sebaiknya terdapat SOP yang mengatur otoritas serta aliran otoritas di dalam perubahan proyek. Masalah perubahan desain aplikasi siapa saja yang berhak menyetujui. Urusan jenis platform yang diakuisisi ditentukan oleh siapa saja. Hal ini akan mengurangi sikap saling merasa paling berkuasa dalam menentukan jalannya proyek. Karena merasa punya jabatan, maka di tengah jalan langsung memerintahkan pergantian tampilan depan jelas merupakan blunder apalagi ketika perintah itu dilontarkan hanya opini tanpa argumentasi yang nyata. Segala macam aturan yang telah disepakati dalam pengerjaan proyek, sebaiknya dibuat dalam wujud tertulis sehingga dapat dilakukan pengendalian atas segala risiko pelanggaran yang mengancam kualitas proyek (dari segi waktu, biaya, dan kebutuhan proyek).

Manajemen komunikasi juga tak lepas dari faktor yang menentukan kualitas proyek. Ketika proyek melibatkan sejumlah orang yang "sibuk", maka eksistensi dokumen tertulis menjadi sangat fundamental untuk mencegah berubah-ubahnya spesifikasi proyek. Melalui komunikasi yang jelas, dapat dilakukan pengukuran sejauh mana proyek berlangsung dan tidak terjadi pelanggaran ruang lingkup proyek

Ngoprek Business Plan

Sedikit share tentang materi Business Plan oleh Bang Resha Akbar, ST dari TEP 2013 Bandung Techno Park.
First, Business plan adalah dokumen tertulis yang menggambarkan secara sistematis suatu bisnis atau usaha yang diusulkan. 9 hal yang perlu diperhatikan dalam membuat sebuah business plan
1.Memilih bidang usaha
2.Estimasi
3.Studi kelayakan
4.Kondisi lokal
5.Kapan memulai

Pemodelan Bisnis Kanvas

Diiringi lagu Cinta kan Membawamu Kembali, saya hendak mengulas tentang Pemodelan Bisnis Kanvas. Kalo gw ngomong model pasti otak jorok lw bakal mikir 'oh cewek yg rok mini lenggak lenggok itu y?' bano banoo... Kalo gw nyebut bisnis ya langsung disambungin ama meeting bareng eksmud-eksmud dengan jas plus dasi. Plus gw bilang kanvas otomatis otak lw koneknya ke papan yang buat ngelukis. Ya tidak salah sih, tapi kalo definisi kata yang pertama ga gitu juga kali.

Intinya gini, kanvas model bisnis ini merupakan metode terkini yang simpel dalam menjelaskan ide bisnismu kek mana. Saya belum baca angka spesifik, tapi kebanyakan manusia lebih 'ngeh' dengan gambar ketimbang kata-kata. Maka melalui kanvas inilah ide bisnismu dipetakan, gimana enaknya sih? Kali ini saya milih menjelaskan, dan baiknya pembaca langsung mengikutinya dengan mengisi kanvas ini sesuai ide bisnismu. Di akhir jawaban pertanyaan tadi akan muncul.

kanvas ini terdiri 9 blok yang uniknya diisi dari kanan pembaca, namun kelanjutannya agak melompat-lompat. Berikut wujudnya.



Sumber : http://huangbizclub.com/

Effective People vs Ineffective People

Buku Seven Habits of Highly Effective Peiople mengulas tentang cirri-ciri orang yang mampu efektif, khususnya dari tinjauan perilakunya (behavioral). Cirri-ciri ini diperbandingkan sebagai konotasi dari karakter orang-orang yang tidak efektif. Melalui cirri-ciri ini kita dapat mengukur diri sendiri apakah termasuk orang yang efektif atau tidak ataukah dalam area abu-abu.
Ciri-ciri orang yang efektif adalah
1.    Jadilah proaktif
Maksud dari proaktif di sini adalah mampu mengendalikan diri sendiri dalam beraktivitas. Kekuasaan atas diri sendiri cukup besar sehingga mempunyai pendirian dan akan sangat menikmati hidup karena tidak bergantung pada orang lain. Justru mempunyai kemampuan untuk menggerakan orang di lingkungan sekitar.
2.    Mulailah dengna tujuan akhir
Hal ini terkait erat hal apa yang disebut visi. Visi merupakan final state yang harus dicapai jika dibandingkan dengna kondisi saat ini yang menjadi initial state. Visi ini akan memberikan dorongan dna motivasi untuk mewujudkannya, visi ini juga akan menjadipanduan apakah yang dikerjakan saat ini maupun yang akan dikerjakan sudah sesuai rencana atauka tidak. Visi ini dijabarkan dalam misi. Misi merupakan jabaran yang lebih spesifik. Melalui pembentukan visi dan misi, seseorang akan mempunyai pendirian dan lebih terarah dalam menggapai target.
3.    Put First Things First
Orang-orang ini menjalankan disiplin, dan mereka merencanakan dan melaksanakan sesuai dengan prioritas. Mereka juga "berjalan pembicaraan mereka" dan menghabiskan waktu yang signifikan dalam Kuadran II.
4.    Think Win-Win.
Orang-orang ini memiliki mentalitas dan semangat kerjasama. Mereka mencapai komunikasi yang efektif dan tingkat kepercayaan yang tinggi dalam menjaga emosional mereka dengan orang lain, sehingga hubungan bermanfaat dan kekuatan yang lebih besar untuk mempengaruhi.
5.    Seek First to Understand, Then to Be Understood.
Orang efektif akan mudha dalam memberikan perhatian kepada orang lain, lebih berinisiatif untuk memahami maksud dna kebutuhan orang lain sehingga orang lain akan juga bersimpati kepadanya dan orang tersebut akan dimengerti oleh orang lain.
6.    Sinergis
Orang-orang sinergis jsutru mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan, baik yang menjadi visi misi pribadi maupun tujuan kolektif dalam kelompok. Hal ini memperingan diri dalam melewati ancaman dan meningkatkan kemampuan dalam bekerja sama.
7.    Sharpen the saw
Orang-orang efektif terlibat dalam pembaruan diri dan self-perbaikan di bidang fisik, mental, spiritual, dan sosial-emosional, yang meningkatkan semua area dari kehidupan mereka dan memelihara enam kebiasaan lainnya.

Tugas Paling Ngajak Berantem

Tiba-tiba mata ngeliaht sebuah folder di laptop "Inov I'm in Love" dan langsung teringat sebuah tugas kuliah paling gokil yang pernah saya kerjain, yaitu UTS Inovasi dan Kewirausahaan. Tugasnya simpel, yaitu membuat resume film Social Network, namun yang jadi permasalahan adalah
1. diketik minimal 20 halaman
2. kondisi saat itu adalah saya sedang ikut KNK di FISIP UI dilanjut PNPPT di Unhas Makassar, khusus yang di Unhas, jelas saya tidak punya modem dan tidak tahu bagaimana bisa mendapatkan akses internet di sana
3. ada pula tugas Grafcit bikin paper
4. aku ga punya softcopy film itu

Mengisi Masa Depan [3]

Tempo hari saya berceloteh tentang masa depan yang sifatnya jangka pendek...
Nah...sekarang ambo pengin sharing tentang apa yang jadi target masa depan jangka panjang.
Tapi ada beberapa orang yang berprinsip jalani hidup sebagaimana adanya. Hmmm, bagi yang punya kemampuan menghadapi tanpa persiapan sih ga masalah, nah...kalo yang orangnya kayak saya (punya keterbatasan dalam menghadapi sesuatu yang "ujug-ujug") jelas susah.
Maka, aku susunlah beberapa rancangan masa depan itu.

Pertama profesi pascalulus, ada banyak peluang kerja di bidang informatika, baik yang berkaitan dengan korporasi ICT ataupun korporasi non-ICT (such as farmasi, transportasi, edukasi) dll.

Berkas Tugas Inov [2]

ANAK TEKNIK GA BOLEH JADI ENTERPRENEUR KALO CUMA TAHU BAHASA TEKNIK?

Banyak anak teknik yang mempunyai cita-cita menjadi seorang yang “berkuasa”. Bidang yang ingin dikuasainya ada yang berkaitan dengan bidang teknik yang digeluti, misalnya teknik informatika, teknik sipil, teknik telekomunikasi, atau bisa juga menjadi penguasa di bidang yang bukan menjadi latar belakangnya. Hal ini menjadi sebuah dilema yang jamak ditemui tatkala memasuki dunia kerja. Untuk mencapai peningkatan karier seperti yang dimaksud di awal tadi, jelas dibutuhkan banyak keahlian selain kompetensi teknik.

Kunci untuk menjadi entrepreneur, meskipun memiliki latar belakang akademik bukan sekolah wirausaha, salah satunya adalah kemampuan untuk beradaptasi dan mempelajari berbagai bahasa selain bahasa teknik. Beberapa bahasa yang perlu dikuasai oleh seorang mahasiswa teknik menjadi seorang entrepreuneur yang memiliki peluang dalam meningkatkan jenjang karier :