Sebuah Kegagalan (lagi) yang lain

Tidak selamanya keberhasilan jadi ganjaran atas upaya yang telah kita perbuat. Boleh jadi, kegagalan adalah label siap menyapa kita di muara perjuangan. Itu konsekuensi yang wajar.

Tidak perlu kecewa terlalu lama, sewajarnya saja. Lekaslah bangkit, lekaslah benahi diri, lekaslah berpeluh untuk jalan menuju misteri keberhasilan yang lain lagi.

Tentang Insiden Pilu itu (lagi)

Di satu sisi, jelas 'desakan' menghentikan kompetisi bisa menjadi alternatif untuk memberi efek kejut, tapi saya tidak yakin dengan efek jeranya. Jika kompetisi dihentikan, tentunya ada ratusan pemain yang mejadi tidak menentu pendapatannya. Jika penghentian kompetisi sifatnya sebagai wujud solidaritas untuk menjeda aktivitas atas musibah yang terjadi, hal itu masih bisa dipahami. Tapi di sisi lainnya pula, sudah terlalu banyak nyawa meregang demi tim kesayangan. Satu nyawa  tidak sebanding dengan gelar atau poin atau gengsi apapun.

Apakah sanksi berupa  klub ybs dikenai pengurangan poin atau bahkan otomatis degradasi bisa jadi solusi? Saya kurang sependapat jika itu diterapkan di tengah jalan seperti ini. Bisa timbul masalah baru. Lain cerita jika itu ditetapkan sebelum kompetisi dimulai, saya malah sangat mendukung.

Sanksi yang paling realistis saat ini adalah menghukum para pelaku sesuai hukum negara yang berlaku. Usut juga bagaimana pihak berwenang dalam mengantisipasi hal ini. Jika memang semua pihak belum siap untuk kompetisi yang aman, ya tidak ada opsi lain selain meniadakan kompetisi sepak bola di musim mendatang. Tentu dengan nasib para pemain sebagai tumbalnya. Begitulah perangai buruk manusia yang akan terus menagih efek negatif.

Menikmati Proses

#5man5awi

Gotcha Lapras

Beberapa kali terdeteksi radar, dua kali menampakkan dirinya di hadapan namun selalu kabur. Akhirnya spesies pokemon ini didapatkan juga di pinggir kantin FT hehee

Menghargai ...

Menghargai bukan berarti harus membalas dengan nominal tertentu. Tidak semua tindakan harus diganjar dengan finansial, terlebih jika di luar konteks pekerjaan. Wujud menghargai pun luas, bisa berupa berterima kasih, berterima kasih sambil tersenyum, berterima kasih sambil tersenyum dan menyalami, serta lai-lain. Tapi, dari itu semua yang menjadi standar minimalya adalah tidak menyia-nyiakan ataupun menganggap sia-sia bantuan yang orang lain berikan.

Kita tidak tahu apa yang terjadi di balik bantuan orang lain. Boleh jadi, orang itu menyisihkan sebagian finansialnya yang mungkin sudah direncanakan untuk keperluan lain. Boleh jadi, orang itu meluangkan sebagian waktu yang juga mungkin sudah disiapkan untuk agenda lain. Boleh jadi ada pengorbanan lain yang sebetulnya ikhlas. Iya, 'sebetulnya' karena sikap kurang menghargai dapat menyebabkan sikap ikhlas itu tercemar.

Hargailah yang apa orang sudah berikan/lakukan kepada kita dengan layak. Cara kita memperlakukan orang lain [yang kita sebut dengan 'menghargai'] itulah cerminan kualitas diri kita.

Still

Selamat Jalan Pakde Bambang

BBS#2: Online Collaborative Learning

Jersey Liga 1 Musim 2018 [3]




Barito Putra
Di tengah prestasi yang mulai menanjak di musim ini, Barito Putra justru stagnan menyoal desain kostumnya. Kostum tandang terkesan kurang dipersiapkan. Bahkan, terlihat 'jomplang' saat dibandingkan dengan desain kostum tandang yang relatif ada modifikasi warna dan aksesn. Yang paling membuat bingung tentu pengaturan warna antara latar belakang, logo klub dan logo sponsor utama yang terlihat bercampur. Sepertinya perlu ada teknik lain yang dipakai untuk menyajikan ulang logo klub serta logo sponsor.

Mitra Kukar FC
Walau tidak ada perubahan radikal, kostum ini masih anggun. Lekak-lekuk desain dayaknya memberi kesan gagah. Desain kece ini juga didukung eksistensi sponsor yang sedikit sehingga tidak terjadi 'tawuran' sebagai pernah menimpa desain kostum mereka beberapa tahun lalu.

Pusamania Borneo FC
Konon menjadi satu-satunya klub yang disponsori langsung oleh sebuah vendor ternama berskala internasional. Namun, tidak ada sesuatu yang spesial dari sisi penampakan. Justru tata letak sponsornya masih terlihat belum padu.

PSM Makassar
Warna merah hati tetap jadi pilihan untuk kostum kandang. Motif khas Bugis terlihat jelas sebagai latar kostum. Salah satu yang patut dikoleksi. Kostum tandang sebetulnya bagus. Sayang, mengapa garis teal diagonalnya terputus di tengah jalan.

Perseru Serui
Dibandingkan versi kandang dan tandang, jelas versi ketiga lebih memancing perhatian. Warna biru mudanya mengingatkan kita pada pesona bahari di Papua. Malah, warna itu ternyata oke juga dipadukan dengan oranye selaku ujung lengan dan celana.

Persipura Jayapura
Merah dan hitam masih diusung di kostum kandang. Tapi edisi kali ini sangat beda, bahkan menggoyahkan niat kita untuk 'berhemat'. Warna yang biasanya berupa garis tebal vertikal diganti dengan motif ukiran khas Papua yang berderet rapi. Vendor yang ini memang pakarnya desain khas tradisional daerah.

Jersey Liga 1 Musim 2018 [2]



PSIS Semarang
Untuk kostum kandang, tidak ada keunggulan yang signifikan walau tidak ada kekurangan yang berarti. Justru kostum tandang dan ketiga yang lebih menonjol. Bentuk garis tebal menyerupai 'slempang' menjadi satu-satunya yang diterapkan diantara klub-klub Liga 1 musim ini. Warna biru tua ini sangat kontras di tengah warna dominan putih. Warna itu juga kontras dengan logo PSIS yang didominasi warna putih. Alhasil logo tampak 'moncer' auranya. Kostum ketiga, ah sudahlah. Desain simpel berupa warna monokrom perak sangat menyala dibandingkan warna latar hitam. Ini adalah kostum yang melampaui gaya desain kostum sepak bola di Indonesia.

Persebaya Surabaya
Satu-satunya yang paling mencolok dari kostum ini justru logo produk kopi berupa logo dan tulisan yang relatif besar. Saya menyebutnya unik karena yang terjadi adalah semakin ditegaskannya Surabaya sebagai kota pelabuhan yang legendaris lantaran kata 'kapal' dan logo kapal, malah tidak ada asosiasi ke produk kopi. Sayang, desain versi tandang malah 'kurang persiapan' lantaranhanya mengganti warna hijau menjadi putih. Masalahnya, tulisan nama sponsor juga putih. Alhasil tulisan itu pun tidak terbaca walau ada garis merah tipis. Pun dengan warna kuning yang dominan di logo sponsor. Sepertinya mereka perlu berkonsultasi dengan desain kostum Bhayangkara FC.

Persela Lamongan
Entah apa hubungannya Persela dengan tri-warna biru tua-putih-merah. Yang pasti, ada aksen ektiga warna itu di bagian leher dan ujung lengan kostum, baik kandang, tandang, maupun kostum ketiga. Barangkali ada kaitannya dengan warna khas ban kapten alm. Huda. Secara desain, tidak ada kekurangan berarti awalau kostum ini sendiri sudah semenarik versi 50 tahun yang dirilis 2017 lalu.

Arema Cronus
Dibandingkan sesama klub yang disponsori oleh mi instan [PSMS dan PSIS juga], mereka yang relatif beruntung lantaran warna biru dongker yang dipilih ternyata paling sedap dipandang mata kontrasnya. Sebagaimana sudah-sudah warna dongker ini menjadi pembeda Arema dengan klub-klub beraliran 'biru' lainnya. Aksen garis diagonal putus-putus cukup efektif. Pun dengan warna putih dibagian lengan yang membuat kaos ini lebih dinamis.

Bali United FC
Okay, klub ini kembali 'menanggung dosa' lantaran tata letak sponsor yang 'kacau balau'. Mereka jauh lebih parah dibandingkan dengan Persib. Alhasil siluet barong pun menjadi samar terlihat. Praktis, bentuk dan warna kerah lah yang menjadi bahan positif dari kostum ini.

Madura United
Desain kece mampu ditunjukkan klub ini lewat model lengan pada kostum kandang. Alih-alih membiar salah satu warna menguasai, mereka membagi warna putih dan mereha mengikuti alur yang ada di bagian dada dan leher. Hasilnya tidak mengecewakan. Kostum tandang mereka juga enak dilihat dengan desain sederhana tapi tidak asal jadi.

Jersey Liga 1 Musim 2018 [1]



Sriwijaya FC
Aksen songket jelas menjadi 'harga mati' identitas klub ini. Dengan menempati bahu pemain, nuansa khas tradisional sangat terasa. Opsi warna kostum kedua berupa hijau menjadi unik lantaran 'dianggap' lebih merepresentasikan sejarah awal klub ini sekaligus warna khas Palembang. Tapi, warna dasar hitam di kostum ketiga menjadi yang terbaik dibandingkan versi kandang maupun tandang. Tambahan, berbagai tulisan di kostum SFC sudah mulai 'terkendali' dan rapi.

PSMS Medan
Warna hijau jelas tidak bisa digantikan selaku warna utama, begitu pula warna putih pada kostum tandang. Yang unik, justru warna merah lah yang menjadi akses kaos kandang mereka. Memang agak kontras, tapi eksisteni logo sebuah merk kopi dan mi instan yang dominan merah membuat padua tadi jadi pas. Praktis 'dosa' terbesar di kostum ini adalah ukuran potongan-potongan sponsor yang 'kacau balau'.

Persija Jakarta
Warna merah semakin dipercaya mengudeta warna oranye yang kini menempati kostum ketiga, walaupun jenis merah yang dipakai memang agak keoranyean. Desain memang simpel, tapi enak dilihat komposisi warna dan bentuk grafisnya, termasuk urusan 'bagi-bagi lahan' antar-sponsornya.

Persib Bandung
Pembeda paling mencolok tentu bentuk leher 'V' yang agak tebal haris paduan garis-garis biru dan putih. Bentuk leher inilah yang memberi kesan klasik. Di luar bentuk kerah ini, nyaris tidak ada sesuatu yang mencolok. Alasannya sederhana, sudah terlalu banyak logo sponsor di bagian depan, belakang, juga bahu. Padahal motif hexagonal alias segi enam yang ada di latar kostum tampak sangat modern dan memikat.

PS Tira
Meski tanda sponsor, tapi kostum klub ini menjadi yang pantas diburu. Bahkan jika boleh jujur, desain kostum inilah yang seharusnya dikenakan oleh timnas Indonesia dengan ilustrasi peta Indonesia ukuran besar di bagian dada. Desain yang 'sepertinya meledek' template sebuah apparel yang menjadi sponsor timnas Indonesia. Untuk desain kandang, warna hijau gelap dan leher kuning emas memberi kesan gagah dan mengingatkan kita pada kaos-kaos lapangan para tentara.

Bhayangkara FC
Warna emas yang sangat merepresentasikan 'nasib' seorang juara bertahana. Terlihat menawan, apalagi logo bank yang menjadi sponsor pun dibuat versi monokrom. Hasilnya terlihat gagah tapa menanggalkan eksistensi si sponsor. Bayangan garis-garis membentuk huruf V-nya juga memikat.

Lagi Pengin Dimanja

Best Jersey World Cup 2018



Nigeria Home
Desain eksentrik dengan nuansa kultur Afro yang kental. Warna khas hijau menjadi sangat [meminjam istilah Minang] 'rancak'. Pola zigza yang dihasilkan memang memberi kesan garang. Sempat dicibir sebagai penampakan paling aneh, tapi justru paling laris.

Australia home
Desain 'template' ala Nike nyaris diikuti oleh mereka. Beruntung mereka tidak selatah Brazil, Portugal, Arab Saudi, dan kawan-kawannya, setidaknya dari modifikasi bagian lengan. Garis-garis bervariasi yang konon melambangkan suasana alam di tanah Australia menjadi pembeda yang sangat unik.

Kolombia home
Dengan warna kuning selaku bahan utama, maka biru tua dan merah pun ikhlas menjalani peran sebagai aksen di bagian dada samping. Memang agak 'mematuhi' pola atau template Adidas, tapi setidaknya paduan yang dihasilkan menarik. Sangat mengingatkan kita pada bendera negara mereka.

Belgia home
Salah satu kostum terbaik di gelaran kemarin. Dari sisi manapun, kostum ini memiliki keunggulan. Representasi dari bendera iya, tata letak yang pas juga, sentuhan modern juga. Jangan lupa warna merahnya juga sangat dominan. Kekurangannya hanya satu, yaitu diadopsi dari salah satu desain terdahulu.

Kroasia away
Perubahan radikal di edisi kali ini adalah warna biru dongker dan hitam dalam wujud kotak-kotak. Paduan yang sangat kontras dibandingkan versi home yang 'sudah pasti' mengandalkan kotak-kotak merah dan putih. Warna putih yang biasa digunakan untuk nomor dan nama pemain sudah digantikan dengan warna oranye yang sangat menyala. Opsi yang tidak salah, bahkan menarik.



Jerman home
Desain klasik yang sebetulnya menarik. Tidak sebagaimana edisi sebelumnya yang 'memampang' hitam-merah-kuning khas bendera Jerman, kali ini tingkat ketebalan garis hitam justru yang diusung. Dilanggarnya tradisi ini pun sebetulnya tidak masalah karena hasilnya pun tidak kalah kece. Kekurangannya satu, kostum menjadi sesak saat logo juara bertahan dan nomor pemain dilekatkan.

Korea Selatan away
Salah satu negara yang berhasil 'kabur' dari template vendor. Yang menjadi daya tarik tentu saja pola garis-garis 'imut' berwarna merah dan biru yang membentuk mosaik melegkung.

Islandia away
Sepintas, paduan warna biru, merah, dan putih yang membaur di bagian bahu agak aneh. Tapi, paduan ini justru mengingatkan kita pada negara yang terletak menyendiri di kepung birunya Samudera Atlantik, diselimuti putihnya salju, dan tak pula cadasnya merah magma gunung vulkaniknya. Anggap saja desain salju 'meleleh', begitu kurang lebih makna kostum ini.

Jepang home
Mengadopsi motif baju zirah para samurai, sungguh ide yang brilian. Terlihat gagah dan merepresentasikan sejarah yang epik.

Argentina away
Sebagaimana punya Kolombia, desain ini pun sebetulnya 'korban' template. Tapi keberadaan garis-garis dengan warna biru muda-putih-biru muda jelas mengingatkan kita pada bendera kebangsaan Argentina. Baiklah, ini yang kita sebut 'korban yang beruntung'.

สวัสดี Bangkok [6] yang Ada di Sekitar Grand Palace

Ministry of Interior, jangan diartikan kementerian [yang ngurusin desain] interior. Maksudnya adalah kementerian dalam negeri. Di beberapa negara lain, istilah yang dipakai adalah Ministry of Home Affair.

Saya bukan fotografer andal, jadi jepretan ini biasa saja.


Ministry of Defence alias kementerian pertahanan. Tidak tampak senjata yang diumbar, malah memancing untuk berswafoto.

nak, sudah pengin ke sana ya...

Keluar dari Grand Palace, mata saya langsung terpancing ke gedung yang berwarna merah hati ini. Entah apa nama gedung ini...

สวัสดี Bangkok [5] Grand Palace

Okay, pencitraan dulu selaku keluarga yang tangguh hohoo

Objek wisata ini menjadi yang paling menguras kocek selama ekspedisi ke Bangkok. Kocek ... THB harus dirogoh untuk menyaksikan mahakarya seni rupa dan juga arsitektur. Beruntungnya, harga tersebut sepadan dengan apa yang disuguhkan, tentunya dengan mengabaikan faktor padatnya wisatawan yang hadir. Bisa dibilang, ini adalah objek ini termasuk menu wajib di berbagai paket wisata ke kota Bangkok. Ini adalah Grand Palace.

Istri saya masih setrong dengan rute perjalanan yang menguras keringat

Ada banyak bangunan dengan desain arsitektur yang eksotik khas negeri Thailand. Beberapa berfungsi sebagai kuil, beberapa sebagai tempat istirahat, beberapa sebagai monumen. Kenali jenisnya dengan baik agar kita tidak mengganggu yang sedang beribadah.

Si buah hati tampak kagum dengan interiornya

Aku juga termasuk yang kagum

Padahal kami hadir ke sana hari Senin, namun masyaAllah ramainya luar biasa. Tampaknya Grand Palace ini memang lebih menyenangkan untuk dikunjungi di pagi hari, saat belum terlalu terik dan belum terlalu ramai.

Lihat saja banyak yang berkerumun di sebuah tempat istirahat. Sementara yang masih moncer berfoto maupun mengitari juga banyak

Salah satu mahakarya yang kreatif

Banyak bangunan dengan cita rasa seni yang tinggi sekaligus ukuran yang tinggi pula. Ya, ada banyak pilar-pilar menjulang mengobarkan semangat keanggunan dan kemegahan.


Patung penjaga yang saya duga mengacu ke fauna babi hutan, bentuk agak seram tapi terkesan gagah juga sih

Salah satu 'adegan' sejarah tentang Kerajaan Thailand

Salah satu 'fitur' menarik di Grand Palace yang jarang dijadikan objek foto adalah lukisan histori tentang Kerajaan Thailand. Wajar, siapa sih yang nggak ngantuk kalau mendengar kata 'sejarah', tentu sangat sedikit. Detail gambar-gambar yang ada pun memang kurang cocok dijadikan objek foto di media sosial. Tapi, jika menelusuri sisi histori, apa yang disuguhkan lukisan-lukisna yang menjadi satu dengan dinding ini menawarkan kisah yang menarik.

The 'real' palace of the royal

Jika mengacu mata 'palace', maka ini adalah istana yang 'sebenarya' sih ya yang ada di foto barusan. Yang menjadi objek wisata sebelumnya bisa dibilang pelataran yang penuh dengan bangunan-bangunan mahakarya yang kreatif. Terlihat anggun dan berwibawa dengan atap khas budaya Thailand.

Mereka adalah pasukan kerjaan yang bertugas di istana. Dalam beberapa momen mereka mengitari istana. Di satu sisi, ini kesempatan untuk mendokumentasikannya dalam wujud foto. Di sisi lain, ini adalah ujian tentang bagaimana kita menghormati dedikasi dan profesi mereka. Jangan terlalu dekat memotret karena itu mengganggu konsentrasi mereka. Beri kesempatan mereka lewat bila kita menghalangi arah jalan mereka.

Niat hati melompat malah terkesan mendarat hehee


สวัสดี Bangkok [4] Panaaaas dan Lelah

Ini bukan objek wisata yang kami kunjungi, melainkan tempat kami bertanya mengenai nomor bus untuk melanjutkan perjalanan lantaran bus kami ternyata memutar balik 

Hari pertama kami jadikan pula sebagai tolok ukur mengenai kondisi transportasi di Bangkok. Hasilnya, kami memutuskan skenario transportasi umum untuk pagi hari dan transportasi semi-pribadi untuk sore/malam hari. Masing-masing berdasarkan pertimbangan yang panjang. Transportasi umum di pagi hari dimaksudkan sebagai strategi untuk menekan pengeluaran lantaran transportasi semi-pribadi relatif mahal. Pagi hari seharusnya fisik kami masih bugar sehingga lebih fleksibel dengan kondisi jalanan yang panas, opsi jalan kaki saat berganti jurusan, dan juga menebak-tebak kapan harus turunnya. Saat sore hari, tentu fisik sudah terkuras sehingga kami merencakan transportasi semi-pribadi alias ridesharing sebagai alternatif sehingga tidak perlu banyak berpikir proses transit plus AC mobil yang bisa membantu kami memulihkan badan.

Beginilah seragam para supir dan kernet bus-bus di Thailand. Terlihat formal untuk ukuran negara berkembang seperti Indonesia. Jika jeli, tampak alas bus memakai kayu, wah kuat juga ya teryata. Yang sedang dipegang oleh mereka adalah tabung yang berisi uang-uang koin Bath serta gulungan tiket penumpang. 

Perjalanan dimulai dengan menunggu di sebuah halte bermodalkan petunjuk dari Google Maps serta website-website tentang jurusan transportasi umum di Thailand. Saya sendiri lupa persisnya kami harus naik bus yang mana, namun nomor bus tersebut tidak muncul-muncul. Tidak seperti bus di Chiang Rai yang menyediakan huruf latin dari rutenya, bus di Bangkok hanya memasang angka latin sebagai petunjuk. Catatan pula, tidak semua orang Thailand bisa berbahasa Inggris yang artinya kita harus siap dengan bahasa tarzan ataupun semacam gugu gaga-nya Boss Baby. Gundah dan gelisah sekian menit, akhirnya kami memutuskan naik bus nomor lainnya yang harus dilanjutkan dengan transit ke bus lainnya. Beruntung bus yang kami naiki menyediakan AC sehingga kami bisa menikmati macet dengan agak nyaman. Iya 'agak' doang lantaran yang namanya macet ya nggak ada yang nyaman. Kami harus menghabiskan dua jam perjalanan utuk menuju bundaran Democracy Monument. Bahkan saya yang sangat tidur-able saat naik bus pun sudah dua tiga kali tidur tapi belum sampai juga. Hahahaa, fix lah saya nggak ada niat menjadikan Bangkok sebagai domisili.

Democracy Monument, kalau ada waktu saya ingin memelajari nilai sejarahnya


Sebuah bundaran yang agaknya mirip Bundaran HI menjadi kawasan kami untuk transit. Kami tidak sekadar turun bus lain berganti bus, tidak semudah itu. Jalan kaki, naik jembatan, jalan kaki, turun jembatan, serta mencari nomor bus berikutnya menjadi agenda yang sangat menguras tenaga. Rasanya, Bangkok ini memang patut dijadikan saudara kembar Jakarta hohoo. Perjalanan makin suram lantaran setelah hampir setengah jam jalan kaki, kami sampai di depan istana Vimanmek dengan respon bijak penjaga keamanan bahwa istana ini sedang diperbaiki.

Suasana di depan Istana Vimanmek

Jeng jeng jeng, rasanya itu ahsudahlah. Praktis kami segera bergegas menuju Grand Palace. Perjalanan ke objek wisata tersebut pun diwarnai teriknya mentari plus antre membeli kudapan di Sevel yang masyaAllah ya Allah ya Robb.

Terlihat jelas saya 'dioven' panasnya Bangkok walaupun saat ini cuacanya relatif berawan. Oh ya, yang di belakang saya itu foto-foto raja pendahulu beserta ratunya dan juga raja sekarang.


สวัสดี Bangkok [3] Masjid Haroon

Papan nama yang menandakan eksistensi masjid ini, sebuah ember biru tidak sengaja ikut terpotret. Anggap saja sebagai penanda sederhananya tempat ini

Pertanyaan yang harus diapungkan jika jalan-jalan ke daerah yang jarang umat muslimnya adalah dimana lokasi masjid. Bukan perkara mudah karena masyarakat Indonesia selama ini 'dimanja' dengan tempat sholat yang mudah ditemukan. Saat sulit mencari masjid, maka pombensin atau malah pasar raya biasanya jadi alternatif untuk mecari mushola. Kemudahan yang jadi barang langka saat di luar negeri, termasuk di Bangkok.


Bentuk kubah menandakan pengaruh dari Asia Barat dan Selatan, sedangkan aksara Thailand jelas menandakan identitas lokal.

Jauh sebelum kami berangkat ke Chiang Rai, saya sudah menyurvei lokasi masjid di Chiang Rai dan juga Bangkok. Dua-duanya sama-sama jarang. Karena itulah, jadwal perjalanan disesuaikan dengan waktu sholat, termasuk pula memanfaatkan kemudahan berupa jamak sholat, hal ini akan saya paparkan lebih lanjut di lain artikel. Di Bangkok sendiri, saya membidik masjid Haroon sebagai tempat sholat di hari pertama. Menggunakan aplikasi daring Grab, kami berangkat ke masjid tersebut seusai dari Taman Lumphini. Tantangan yang agak luput dari rencana saya adalah kemungkinan si supir yang tidak tahu lokasi masjid yang kami tuju. Risiko yang sebetulnya wajar mengingat lazimnya orang tidak hafal tempat ibadah yang bukan agamanya di kotanya. Alhasil kami malah tersesat di sebuah kawasan yang kami sendiri tidak tahu.

Okay, Kedubes Prancis ketemu, seharusnya di samping sini terletak Masjid Haroon

Di sinilah saya bersyukur lantaran hidup di era yang mudah memanfaatkan informasi geospasial. Bermodalkan aplikasi Googl Maps, kami berjalan kaki menuju Masjid Haroon. Untungnya, petunjuk yang agak unik kami temukan untuk melacak lokasi masjid ini, yaitu Kedutaan Besar Prancis. Bermodalkan clingak-cliguk, bendera Prancis berhasil kami temukan dan dalam hitungan detik Masjid Haroon pun berhasil kami singgahi. Selain tujuan utama untuk sholat, keberadaan masjid juga menandakan adanya tempat makan halal. Jelas bahwa motivasi ganda tersebut membuat kami sangat bersemangat mencari masjid hehee.

Yeayy ada kedai makan halal hohoo


Tidak seperti masjid di Indonesia yang cukup megah arsitekturnya, masjid Haroon ini relatif sederhana. Saya sebut 'relatif' karena status minoritas tentu memengaruhi bagaimana pembangunan fisik masjid ini. Saya rasa tidak masalah karena fungsi tempat ibadah tidak ditentukan dari arsitektur masjid. Ketersediaan air, kebersihan, dan juga antusias/keaktifan umat muslim adalah syarat-syarat yang lebih utama.

Sebuah spanduk tentang rencana 'DKM'-nya Masjid Haroon untuk menyelenggarakan agenda kurban di hari hari raya Idul Adha

Suasana di dalam masjid, syahdunya cocok untuk yang mencari jati diri

สวัสดี Bangkok [2] Taman Lumphini

Patung salah seorang raja terdahulu dari Kerajaan Thailand

Alasan mengapa kami akhirnya memutuskan ke tempat ini sebetulnya sederhana. Kami perlu relaksasi udara setelah perjalanan pagi yang ternyata tidak diimbangi dengan fisik yang bugar. Tinggal di hotel dan tidur jelas bukan opsi yang menyenangkan karena 'membuang' waktu sekaligus fakta bahwa anak kami senang jalan-jalan menjadi faktor pendorong hehee. Tak lupa insiden muter-muternya taksi agak mengacaukan pikiran kami. Khusus bagi saya, panasnya Bangkok membuat kepala saya pusing lantaran sudah berhari-hari kedinginan di Kota Bandung dan Chiang Rai. Pokoknya ke sini dulu, nikmati taman yang lumayan sejuk ini sambil mengobrolkan diri mengenai rencana berikutnya hendak ke mana.

Sweet memories with them

Bapak riang, anak senang. Eh kebalik ding. Anak riang, bapak senang



Ibarat oase di gurun pasir, Taman Lumphini ini sangat hijau, perdu, dan sejuk, plus kontras dengan kepungan gedung pencakar langit. Kami tiba di taman ini sekitar pukul 1 siang menjelang jam 2, namun tampak taman ini agak ramai beberapa orang asyik berteduh, bahkan beberapa orang joging. Iya, siang-siang lho ya di kota Bangkok yang notabene punya suhu di atas Jakarta. Saya langsung membayangkan bagaimana pagi hari yang kemungkinan besar sangat ramai. Yang kami suka taman ini adalah kebersihannya. Memang, dari pengamatan saya, tidak semua sisi kota ini bersih, namun masa iya tamannya ikut-ikutan tidak bersih hohoo.

Perdu dan hijaunya taman ini dibayangi gedung-gedung menjulang yang mengepungnya

สวัสดี Bangkok [1]

Bangkok, kota yang konon terkenal dengan paduan tradisi dan juga modernisasi. Kota yang dua tahun lalu aku jejaki dalam makna denotatif sebagai seorang pendukung tim nasional Indonesia. Kepungan anjing di gang buntu, gelaran jaket pengganti sajadah di tepi jalan, hingga berlapar dahaga atas nama berhemat. Ah, kota ini menautkanku pada petualangan gila dua tahun lalu.



Kali ini aku ke sini tidak sendiri. Dua orang yang penuh makna menjadi pendamping berpetualang hari ini dan esok pula. Entah lokasi mana saja yang bisa kami singgahi. Otak saya sudah tak punya waktu menyusun matang rencana di sini. Pikiran hanya menyisakan ampas-ampas sebagaimana fisik yang terkuras seusai ekspedisi Chiang Rai.


Baiklah, namanya juga 'family semi-backpacker'. Kami nikmati apa yang disuguhi Illahi sembari tetap waspada dengan neraca anggaran hehee.

Realistis lah

Hidup itu harus realistis...
Itulah yang membedakannya dengan impian, keinginan, dan sejenisnya
Kondisi ideal tentunya mengacu ke syarat dan ketentuan berlaku
Kenyataannya, syarat dan ketentuan bisa jadi tidak terpenuhi
Kita tidak bisa dan tidak berhak memaksakan segala hal beralasan loyalitas
Jika pada kenyataannya terjadi ketidaknyamanan, hmmm

Ibarat perangkat lunak, manusia memiliki sisi depan dan juga sisi belakang
Tidak semua orang mau menampakkan permasalahan ataupun keluhan sebagai tayangan sisi depan
Sulit menerka dan menerawang jika permasalahan itu terendap sebagai latar belakang yang tak kasat mata
Percayalah, tubuh yang terlihat sehat tidak berarti bebas penyakit

tentang Sesi Kelas Perkuliahan

Mengajar di perkuliahan bukanlah menjadi seorang khotib sholat Jumat yang tampil solo karier tanpa ada suara dari pendengarnya. Dosen dituntut kreatif menyajikan perkuliahan dengan cara apapun selama halal dan legal. Di situlah tingkat kesulitan seorang dosen lantaran dirinya harus aktif mencari inspirasi dan menuangkannya ke dalam rencana perkuliahan. Mungkin sebuah game, mungkin sebuah drama, mungkin sebuah apa entahlah. Senyum mahasiswa saat menikmati jalannya sesi kuliah interaktif menjadi obat penawar lelah dalam menyiapkan berbagai skenario penuh risiko.

Semester 2

Bismillah masuk semester kedua dengan rekam jejak berikut

  • Baru keluar nilai 1 buah, yaitu FIME
  • Masih ada satu matkul Studi Mandiri yang nilai belum bisa keluar karena artikel yang dibuat belum dipublikasikan
  • Gagal/ditolak donor darah lantaran tensi terlampau rendah [rekor pertama kali setelah sejak SMA selalu sukses]


Semester 2 ini tidak perlu muluk-muluk lah targetnya

  • Lulus MPPI dengan nilai minimal A-
  • Beres Studi Mandiri [baik yang 1 maupun 2, atau bahkan yang 3 juga]
  • Akhir semester sudah ada dokumen proposal yang 'discussable' dengan supervisor saya
Kenapa gambar di atas berupa ilustrasi kaos FC Barcelona dengan nomor punggung dua
  • Warna makara Fasilkom UI merah-biru, ya miriplah dengan warna kostum utama FC Barcelona
  • Angka dua tentunya mengacu ke semester 2