Masjid Junudurrahman Bandung

Bandung, Antara Ekuilibrium dan Baligo Mengiba Suara

Bandung, kota yang sebetulnya berukuran kecil dari sisi geografis tapi punya dampak signifikan bagi Provinsi Jawa Barat atau bahkan Indonesia. Saking signifikannya, orang mengasosiasikan kata Bandung' dengan Kota Bandung alias cukup menyebut Kota Bandung dengan Bandung, padahal masih ada Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Bandung yang dikenal seantero Indonesia melalui kata-kata kunci berikut [1] Persib, [2] Ibu kota Jawa Barat, dan [3] ITB, Unpad dan kawan-kawannya. Belakangan, lebih tepatnya dalam 4-5 tahun terakhir, Bandung juga heboh lantaran dua topik berita [yang relatif positif] yaitu industri kreatif serta wali kotanya, Ridwan Kamil.

Terlepas dari kontroversinya, harus diakui bahwa kinerja Ridwan Kamil patut diapresiasi. Membandingkan prestasi beliau dengan wali kota/bupati di tempat lain rasa-rasanya agak kurang adil. Kota Bandung tidak seluas Kabupaten Bandung misalnya, Kota Bandung punya populasi penduduk yang tidak sebanding dengan Trenggalek misalnya, literasi digital Kota Bandung pun tidak setara dengan Kota Surabaya. Membandingkan kinerja beliau dengan para wali kota terdahulu pun sebetulnya agak kurang bijak lantaran tiap zaman ada tantangan yang berbeda. Kinerja berupa keberhasilan meraih predikat akuntabilitas publik ataupun torehan Adipura sebaiknya cukup menjadi indikasi positif positif bahwa Kota Bandung saat ini dalam performa yang baik. Dan performa ini pada hakikatnya bukan untuk dikomparasi dengan daerah lain atau pejabat pendahulu/penerusnya yang ujung-ujungnya untuk menjelek-jelekkan. Saya mengajak kita berpikir yang demikian. Bahkan sejatinya, performa Kota Bandung yang baik pun tidak semata 100 persen faktor wali kotanya. Ada banyak sosok yang tidak muncul dipermukaan media massa, termasuk yang tidak disebutkan perannya oleh Kang Emil di media sosialnya.

Majunya Kang Emil ke Pilkada Jawa Barat membawa efek yang menarik di kancah percaturan tahun 2018 mendatang. Kota Bandung akan dipimpin oleh wali kota baru dimana ekosistemnya bersifat ekuilibrium. Di atas kertas, Kang Emil tidak terbendung untuk menjadi wali kota Bandung kembali di periode keduanya jika dia memutuskan ikut Pilkada Kota Bandung. Jika dulu kemenangan beliau lantaran rekam jejak politik yang relatif bersih [karena tidak berlatar politik] serta basis mesin suara partai pendukung, maka modal beliau saat ini adalah portofolio pemerintahan yang lumayan kinclong serta reputasi yang relatif bersih. Jika saat beliau rekam jejak politiknya nol saja bisa menang 40 persen melawan 7 pasang kandidat, maka boleh jadi beliau bakal menghadapi 'kotak kosong'. Tapi sekali lagi, itu andai-andai jika beliau memutuskan untuk mencoba maju di Pilkada Bandung 2018.

Dengan tidak adanya beliau, menarik untuk disimak siapa-siapa yang berkiprah di ajang Pilkada Bandung 2018. Bisa dibilang, ajang nanti belum ada nama yang dipastikan mendominasi, minimal saat fase survey ke masyarakat. Alasannya sederhana, tidak ada nama mayor yang cukup aman. Bahkan sosok wakil wali kota Bandung pun rasa-rasanya tidak punya keunggulan popularitas atau pengakuan kinerja. Penyebabnya sudah jelas, beliau tidak akrab dengan media. Bahkan eksistensi beliau di media sosial wali kotanya sangat jarang, jauh kalah populer dibandingkan istri wali kotanya. Sudah ada baligo seorang artis, tapi beliau tidak punya prestasi mentereng dan populer semasa menjadi anggota legislatif, bahkan partai penggusungnya pun tengah digoyang kepemimpinannya. Popularitas beliau selaku artis agaknya tidak bisa diasumsikan bakal mengekor Pasha Ungu, Dedy Mizwar, Dedi Yusuf, Zumi Zola. Keempat nama tadi walau tidak berpengalaman di pemerintahan tapi punya aura kuat selaku pemimpin. Ada pula beberapa nama yang sangat tidak populer sehingga mulai gerilya baligo di sekujur kota. Beberapa diantaranya terlihat jelas mencoba untuk mengadopsi citra Kang Emil. Mulai dari gaul dan modern, gemar budaya Sunda, hingga intelektual.

Saat ini para wajah yang terpampang di baligo-baligo masih dalam taraf 'pedekate'. Belum ada ide yang mampu dijual. Di Indonesia, kebanyakan pemilihan umum/kepala daerah kerap mengumbar kejelakan pemerintahan sebelumnya ataupun masalah sosial yang ada. Tidak salah pola pikir ini, tapi hal ini menjadikan masyarakat tercemari pemikirannya bahwa 'negara/daerah kita bermasalah'. Padahal masih ada bahasan tentang bagaimana mengembangkan potensi yang sudah bagus.

5 Alasan bagi Kalian Berkunjung ke Langkawi

1. Tidak Populer alias Anti-Mainstream
Alasan yang aneh memang, tapi cobalah untuk menanyakan kepada sekitar kalian, 'apakah pernah dengar Langkawi'. Kemungkinan kecil dijawab iya. Masyarakat Indonesia sudah mafhum mendengar dan berwisata ke Kuala Lumpur, Melaka, Singapura, Bangkok, Phuket, Pattaya, bahkan Hanoi, tapi tidak dengan Langkawi. Saya sendiri kalau bukan dalam rangka ICRIIS juga belum tentu tahu eksistensi Langkawi bahkan hadir ke sini [walau tiket pesawat dan hotel bayar sendiri hehee]. Artinya, Kawan-Kawan bakal berkesempatan menjajal sesuatu yang unik dimana sangat jarang orang pernah ke sini.

2. Tidak Ada Macet
Tidak ada terminologi macet, traffic hours, dan sejenisnya di Langkawi. Jalangan lenggang parah dimana hanya sedikit roda empat maupun roda dua. Cocok bagi Kawan-Kawan yang ingin 'kabur' dari penatnya suasana metropolitan. Alhasil, kita bisa membuat rencana perjalanan tanpa takut berantakan lantaran terjebak macet. Bagi Kawan-Kawan yang memilih untuk menyewa mobil atau motor pun tidak perlu canggung lantaran ancaman kecelakaan sesama kendaraan bermotor 'sedikit' berkurang.

sepi kan...

3. Cuaca dan Kultur tidak Berbeda Jauh dari Indonesia
Cuaca di sini hampir mirip dengan Indonesia, kadang hangat, kadang mendingin. Tapi dalam rentang yang masih mirip dengan Indonesia. Dari sisi kultur, Bahasa Melayu ada kemiripan dengan Bahasa Indonesia, jelas menjadi keuntungan bagi masyarakat Indonesia. Tapi jangan terlena karena terdapat beberapa kosakata yang membingungkan. Upayakan menyelipkan kosakata Bahasa Inggris, justru hal ini kerap menjadi penengah bila ada kebingungan berkomunikasi. Harga barang dan jasa di sini tidak berbeda jauh dengan Indonesia, jadi sehari di sini [kecuali ongkos masuk objek wisata] memerlukan anggaran sebesar di Jakarta, malah sedikit lebih murah. Bagi yang ingin meyewa mobil atau motor, tak perlu khawatir karena kendaraan di sini menganut mahzab kiri. Malah bagi yang hanya punya SIM nasional dari Indonesia pun kerap tetap dipersilakan menggunakan kendaraan oleh pemilik rental, sekali lagi oleh pemilik rental, bukan oleh pihak kepolisian lho ya.



4. Objek Wisata Kece dan Bersih
Ada banyak objek wisata yang sayang untuk dilewatkan. Kategorinya pun beragam, mulai dari objek wisata seni temporer, seni tradisional, kuliner, olah raga, alam. Sebagian besar objek wisata tersebut pun layak dikonsumsi oleh anak kecil. Maka, tak perlu ragu mengajak keluarga full-team kemari. Saya sendiri menikmati banyak quality time bersama istri dan anak saya di objek-objek wisata yang ada. Kebersihan juga menjadi jaminan mutu objek-objek wisata di sini. Sangat jarang kita menemukan sampah. Tradisi yang menjung kebersihan serta penanganan yang tertata berperan di sini. Sebagai tambahan, objek wisata di sini tidak bergemul di satu atau dua titik saja. Silakan menjadi dimana objek wisata Pantai Cenang, Eagle Square, Wildlife, Kilim Geoforest, dll. Lokasinya menyebar sehingga memungkinkan kita menjelajah pulau dengan destinasi yang kece.

5. Free Duty Area
Ada banyak komoditas yang dibandrol dengna harga murah. Jika nominal Ringgitnya dikonversi ke Rupiah, tentu kita bakal bingung mengapa tidak jauh berbeda dengan negara Indonesia. Bahwa sebagian besar produk coklat malah jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia. Regulasi untuk mengeliminasi pajak [cmiiw] mendorong harga semakin murah. Saya kurang paham kalkulasi dari sisi pedagang dan pemerintahnya, tapi dari sisi pembeli hal ini jelas menguntungkan.



18.18.18

Ide yang bagus berupa promosi agenda sakral di Indonesia tahun depan. Kebetulan memang Asian Games ke-18 ini diadakan di tahun 2018, tepatnya pada tanggal 18 Agustus

Eh tapi kok tertulisnya 18.18.18 y? Kebanyakan ingat angka 18 sih

RapidTripKL#7: Temaramnya KLCC View

Saat pemilihan rute perjalanan di sebuah aplikasi menghasilkan jeda waktu satu malam di Kuala Lumpur, istri saya sontak mengusulkan untuk mampir ke menara kembar Petronas. Saya tidak punya alasan untuk menolak karena saya juga belum pernah ke sana hohoo. Alhasil menara ini menjadi lokasi yang wajib walau tidak sampai naik ke atas menaranya. Rasa-rasanya berada di pelataran sudah cukup bagi kami.

Kenyataannya memang fisik kami terkuras setelah berpetualang ke beberapa objek di Kuala Lumpur. Cukup berada di pelataran sudah menjadi opsi paling rasional. Malahan, kami disuguhi permainan air mancur yang kece dan atraktif. Menyaksikan gemulainya 'tarian' air mancur ini menjadi obat yang cukup ampuh untuk memulihkan stamina walau kami harus berhadapan dengan kewajiban bangun jam 3 pagi keesokannya untuk bergegas ke Bandara KLIA.

RapidTripKL#6: Ada Payung juga di Masjid Jamek


Sebuah masjid yang entah mengapa ingin saya sempatkan mampir di sini. Kebetulan lokasinya dekat dengan salah satu statiun RLT sehingga saya dan istri sepakat 'melipir' ke sini setelah berpanas ria di Dataran Merdeka. Ternyata ada kesamaan antara masjid ini dengan Masjid Baiturrahman yang berada di Banda Aceh. Deretan payung dengan model mengadopsi Masjid Nabawi terhampar di latar Masjid Jamek ini.

Sepertinya tidak ada koordinasi antara pengurus/pengelola diantara Masjid Jamek dengan Masjid Baiturrahman. Tapi kesamaan ini seolah mengingatkan bahwa Allah punya kehendak yang menggerakkan sesuatu yang di luar perkiraan/bayangan kita. Kesamaan ini juga mengajarkan kita untuk menanggalkan kesombongan. Ya, masyarakat tidak bisa klaim bahwa masjid yang punya payung cuma masjid X doang, ternyata masih ada masjid Y, dan itu sah-sah saja.

RapidTripKL#5: Eksotiknya Abdul Samad Building


Siang itu sebuah bangunan terbentang gagah di depan Dataran Merdeka, Kuala Lumpur. Arsitektur khas Arab klasik menandakan bahwa ini bangunan yang punya nilai sejarah. Bangunan ini di era lampau pernah menjadi kantor pemerintahan kolonial Inggris di daratan Melayu yang kini menjadi Malaysia. Nama bangunan ini, yaitu Sultan Abdul Samad, diambil dari nama salah seorang tokoh bangsa Melayu, tepatnya sultan Selangor.

Sayang, saya terbatasi waktu untuk menjelajah lebih dalam. Apakah isi bangunannya bisa diakses oleh orang awam seperti saya, entah.

RapidTripKL#4: Lapangnya Dataran Merdeka


Dataran Merdeka bisa diibaratkan sebagai 'alun-alun' nasionalnya Malaysia. Lokasinya pun strategis, yaitu di jantung ramainya metropolitan Kuala Lumpur yang dinamis. Banyak pula objek menarik yang berlokasi di sekitar sini, silakan Kawan-Kawan bisa menelusurinya di Tripadvisor dan Google.

Dengan area hijau yang luas, tempat ini cocok untuk bermain-main satu keluarga. Kebetulan saja saya, istri, dan anak sampai di sini saat siang hari yang menyengat. Tak banyak orang yang sedang bercengkrama di sini. Barulah saat sore menjelang perlahan suasana mulai ramai.

Di tempat ini, kawan-kawan akan disuguhi beberapa pemandangan yang menarik. Mulai dari potret ukuran gede para perdana menteri Malaysia dari periode waktu terdahulu hingga saat ini. Ada pula Sultan Abdul Samad Building, hingga beberapa gedung lain. Jika perspektif kita diperluas dan dipertinggi ke angkasa, kita akan melihat banyak gedung pencakar langit. Kawan-Kawan akan menemukan sintesis antara semangat nasionalisme bernafaskan sejarah yang berfokus di Dataran Merdeka berpadu dengan modernisasi ekonomi global di gedung-gedung terluar sana. Inilah potret Malaysia, negeri dengan sejarah berliku namun tetap gigih menyambut modernisasi dalam balutna tradisi Melayu khas mereka.

RapidTripKL#3: Menengok Sebuah Kuil


Alasan kenapa hadir ke lokasi ini sebetulnya sederhana. Pertama, ini rekomendasi Tripadvisor. Kedua, lokasinya relatif dengan dengan objek wisata lain yang kami kunjungi di Kuala Lumpur. Sintas bentuk gerbangnya tampak megah menjulang dengan berbagai pahatan.

Nuansa di sana memang kental dengan balutan kultur India. Memang ada kaitan erat antara penyebaran agama Hindu dengan etnis keturunan India di Malaysia. Di tengah negara Malaysia yang berbasis Islam, eksistensi kuil ini mengindikasikan kemampuan negara melindungi penduduk yang minoritas. Bahkan para pengelola kuil ini pun dengan ramahnya mempersilakan umat agama lain menyaksikan keanggunan arsitektur kuil ini. Tentu sebagai wujud toleransi, kami harus menjaga ketenangan dan kerapian pakaian.

RapidTripKL#2: Ademnya Masjid Negara

Tidak banyak yang ingin saya tulis tentang masjid ini. Masjid ini syahdu, sejuk, dan menentramkan hati. Cuaca panas khas metropolitan sedikit mereda tatkala kita menapaki ruangan masjid ini. Dari sini pulalah dakwah untuk mempertahankan Islam di negara Malaysia didengungkan.

RapidTripKL#1: Antiknya Kantor KTM Berhad

Sebuah bangunan bergaya klasik langsung membentang dengan gagahnya sekeluarnya kami dari stasiun kereta api. KTM Berhad, itulah titel yang tercantum di depan gerbang ini. Kalau tidak salah KTM merupakan korporasi penyelenggara layanan kereta api di Malaysia, persis dengan PT KAI di Indonesia. Sontak saya dan istri pun tanpa banyak berdebat pun langsung sepakat menetapkan bangunan ini sebagai sasaran untuk fotografi.

Perlu kesabarn ekstra lantaran kami harus melalui lorong di bawah jalan raya untuk menggapai area gedung klasik tersebut. Tidak ada opsi lain karena pagar jalan tinggi dan tidak ada jembatan penyeberangan di sekitar kami. Cuaca terik kala itu memicu kerignat deras sudah cukup menjadi harga yang kami bayarkan untuk memperoleh kepuasan.

Ini adalah kantor pusat KMT Berhad. Perusahaan ini memilih untuk memanfaatkan peninggalan era kolonialisme sebagai pusat administrasinya. Sebuah kebiasaan yang juga berlaku di berbagai negara lainnya. Tampaknya akan lebih asyik lagi kalau di sini terseia galeri kecil berisi cuplikan foto gedung ini dari masa ke masa. Ah sudahlah, objek ini hanya 'bonus' lantaran tidak termasuk dalam catatan untuk dikunjungi hari itu. Sepertinya, ada pancaran Masjid Negara di seberang Utara sana, baiklah.

Langkawi#13: Menahan Diri di Gelontoran Coklat


Jarang ada yang menggusung titel "haji" sebagai nama dagang, bahkan di Indonesia yang mayoritas muslim. Pun dengan Malaysia yang didominasi nama dagangnya berbau kebaratan. Dari sini saja saya sudah terpancing untuk mencari tahu Haji Ismail Group. Apakah beliau saudagar yang membangun bisnis bertahun-tahun, lantas diwariskan sebagai bisnis keluarga dan melegenda layaknya Bakrie. Hingga sekarang saya belum menggaet info yang memadai.

Berlokasi di Kuah, HIG membidik pasar yang sangat menggiurkan, yaitu perdagangan bebas pajak atau free duty. Saya kerap mempelajari bisnis, tapi hanya sebatas bisnis digital dan ekonomi/industri kreatif. Konsep bebas pajak sangat awam bagi saya. Tapi dari hasil pencarian sejauh ini, konsep free duty memang memungkinkan harga barang ditekan sangat murah lantaran hilangnya ongkos bayar pajak sebagai pengeluaran yang besar pada bisnis internasional. Apakah hal ini menguntungnya, saya perlu mencari tahi lebih dalam.

Okay, sudahlah ulasan (agak) ilmiahnya. Pikirkan saja bagaimana cara menahan hawa nafsu melahap coklat-coklat dengan berbagai varian rasa di sini. Harga yang relatif murah bakal mencekoki kita dengan hasrat berbelanja semaksimal mungkin selagi di sini. Boleh jadi dokter gigi akan banyak istighfar jika terjebak di sini.

Kembali ke HIG, mereka tidak hanya berperan sebagai penjual. Mereka menyelipkan beberapa peoduk coklat serta koper dengan merk yang sama dengan nama mereka. Usaha yang bagus karena ini produk mereka pun juga punya kualitas (setidaknya daei coklat rasa jeruk yang saya bawa untuk bekal) mengerjakan dokumen proyek dan paper beberapa minggu ke depan. 

Langkawi#12: Masjid Al Hana

Langkawi#11: Menapaki Eagle Square


Ada banyak objek wisata di Pulau Langkawi. Tapi ada satu objek yang menjadi "syarat sah" (tentu tidak resmi) seseorang dianggap sudah pernah ke pulau ini, yaitu Eagle Square. Bagi yang tinggal di daerah Kuah, tentu objek ini relatif dekat dan mudah dijangkau, karena letaknya yang strategis. Objek ini di masih dekat dengan kawasan perkotaan Langkawi di Kuah, dekat juga dari pelabihan Jety Kuah. Khusus yang bermalam di kawsan Cenang, mereka perlu menyusun rencana jalan-jalan yang memungkinkan untuk sekaligus "setor muka" di objek ini. 

Kalau ditanya apa yang spesial, terus terang saja bingung. Objek berupa patung elang sebetulnya relatif biasa saja. Tapi daya tarik objek ini adalah lokasinya yang persis di pinggir pantai, cocok untuk menghabiskan waktu sore hari. Suasana tempat ini pun sangat bersih, layak jika banyak wisatawan betah berlama-lama di sini. Tampilan elangnya pun dicat dengan komposisi warna yang realistis dan pas. 

Bagi yang jeli, sebetulnya kita akan jarang menemukan patung atau pahatan berwujud fauna di Malaysia. Dominasi  muslim memang memengaruhi kebiasaan pemerintah dan masyarakat untuk membangun patung atau pahatan berbentuk fauna ataupun manusia. Kita barulah disodori berbagai rupa fauna dalam wujud patung jika kita sedang di marga satwa maupun area ibadah agama non-muslim.

Langkawi#4: Menyusuri Underworld Langkawi


Objek wisata kali ini adalah Underworld. Saya sendiri kurang sreg dengan namanya karena lebih cocok "undersea" tapi daku mah apa atuh heheee. Nah, lokasi dekat dengan Pantai Cenang, jadi bisa dijadikan satu paket piknik. Mungkin siang hari berpuas diri mengamati keragaman fauna air di arena yang sejuk, barulah sorenya menjelajah Pantai Cenang yang sudah tidak terlalu panas. Kebetulan kami demikian.

Underworld ini memang tidak terlalu besar, tapi tidak ada salahnya mengunjunginya. Justru dengan area yang tidak terlalu besar, para orang tua bisa lebih leluasa "membiarkan" anak-anaknya berhamburan melihat fauna-fauna air yang ada. Berbagai spesies dari kelompok ikan, kerang, moluska, hingga ubur-ubur ada di sini. Kalau Kawan pantai bercerita, manfaatkan eksistensi fauna-fauna tadi untuk berceloteh dengan anak-anak kalian. 

Langkawi#10: Menyibak Langkawi Wildlife Park


Taman Hidupan Liar merupakan terjemahan Bahas Melayu untuk objek ini. Jelas menjadi frase yang mengganjal di benak orang Indonesia. Okay, tidak pentinglah karena isinya tidak seliar yang mungkin Kawan bayangkan. Fauna di sini relatif jinak-jinak, atau setidaknya terproteksi khusus bagi fauna yang agak buas.

Motivasi saya mengajak istri dan anak saya ke sini adalah pengenalan fauna bagi anak kami yang sudah mulai "melek" dunia. Pengalaman saat kami di Aceh lebaran lalu, Aira sangat takjub melihat kucing, bebek, hingga sapi. Beberapa pamflet Wildlife pun menyuguhkan pengalaman interaksi yang relatif intim dengan fauna, yaitu mengelus dan memberi makan langsung. Tentu hal ini tidak berlaku pada hewan buas pemirsa. Jelas aktivitas yang menarik bagi orang tua yang ingin mengenalan fauna pada anaknya.

Kenyataannya memang kami sangat puas atas pengalaman berinteraksi dengan fauna di sana. Terlebih Aira anak kami. Mulai dari ragu-ragu saat burung-burung berkumpul memaruk ringan makanan di tangannya. Klimaksnya tentu berkejar-kejaran dengan kelinci. Kami perlu menyiapkan strategi khusus agar Aira tidak nangis saat sesi akrab dengan kelinci harus disudahi. Kalau ada rezeki dan bakat, rasanya ingin memelihara fauna di rumah. Tapi ... ya begitu lah hehee. Melihat tingkat Aira yang sangat senang berinteraksi dengan fauna hingga berkejar-kejaran, saya perlu mengurungkan niat mengajaknya dan istri wisata ke Pulau Komodo (selain memang anggarannya yang tidak ada). 

Langkawi#9: Terhampar di Pukau Beras Basah


Jika Pulau Dayang Bunting menyodorkan sensasi tasik/danau, hutan, serta segala pernik hijau khas alam, maka Pulau Beras Bawah menyuguhkan hamparan pasir pantai. Tidak ada protokol tertulisnya memang, tapi wisatawan di sini memang hanya bermain di pesisir pulau tanpa eksplorasi ke tengah pulau laiknya Pulau Dayang Bunting. Jika Kawan-Kawan mengikuti paket wisata yang standar dari sejumlah agen di Pantai Cenang, maka ada durasi satu jam untuk menikmati hamparan pasir di Pulau Beras Basah. Durasi yang cukup untuk memuaskan dahaga relaksasi pikiran.

Langkawi#8: Melanglang ke Pulau Dayang Bunting


Objek wisata bagi orang Indonesia sangat memancing perhatian lewat namanya. 'Dayang Bunting' bagi kami terlalu aneh untuk dijadikan nama sebuah pulau. Dari hasil pencarian informasi, konon objek wisata ini menjadi salah satu 'rukun' saat wisata ke Pulau Langkawi, eh 'Kepulauan Langkawi' maksudnya. Pulau Dayang Bunting atau PDB memang terletak sekian kilometer dari lepas pantai Pulau Langkawi, artinya sudah dianggap pulau terpisah. Filosofi topologi geografisnya yang menyerupai seorang perempuan hamil yang tengah berbaring menjadi motivasi masyarakat tempo dulu menamainya demikian.

Perlu dicermati bahwa selain paket wisata yang dikoordinasikan oleh hotel, maka paket wisata ke PDB hanya dilalui dari Pantai Cenang. Saya sempat keliru tentang hal ini sehingga di injury time meminta supir 'membanting setir' dari Kuah menuju Pantai Cenang, tentu dalam makna konotatif hehee. Sangat disarankan berada di Pantai Cenang sebelum jam 8 sehingga bakal didahulukan berangkat. Lantaran hadir di atas jam 9, kami harus menunggu perahu giliran kesekian. Setidaknya hal ini lebih baik daripada kami harus menunggu jadwal jam 2 siang. Oh ya, pastikan Kawan-Kawan tidak mabuk laut lantaran perjalanan antar-pulau yang termurah dilayani dengan perahu model boat berkapasitas 10-12 orang.

Sesampainya di sana, silakan melahap suasana hijau adem yang memabukkan batin. Sangat tenteram dimana kita akan dipersilakan menyusuri hutan dan beratus anak tangga dari pinggir pantai PDB ke Tasik/Danau Dayang Bunting. Saya tegaskan lagi, ada beratus anak tangga sebagai penghubungnya, artinya Kawan-Kawan harus setrong kakinya. Di tasiknya nanti, siap-siaplah untuk terhipnotis panorama yang masih alami. Bagi yang gemar bermain air, silakan menceburkan diri di tasik tersebut dengan syarat bisa berenang. Sangat dianjurkan, bahkan nyaris wajib memakai rompi pelampung karena tasik relatif dalam.

Konon, isunya perempuan yang minum air di tasiknya akan cepat hamil. Saya tidak punya kompetensi untuk riset terkait keterkaitan ini. Tapi, kalau pengunjungnya adalah pasutri yang sedang berbulan madu yang agaknya wajar jika di kemudian waktu si perempuannya hamil.

Citarasa Thailand di Langkawi


Saya bukan individu yang jeli dalam mengomentari makanan. Selagi halal dan bersih plus tidak alergi, saya menganggap makanan itu tentunya enak (apalagi mie nyemek ala saya sendiri). Secara pribadi saya juga berpatokan bahwa saya baru mau mengatakan makanan enak kalau istri saya menyatakan lebih dulu. Berhubung istri saya sudah mendeklarasikan enaknya sajian berikut ya artinya saya sudah bisa ikut mengiyakan opini beliau hohoo.

Nah, sebetulnya agak aneh wisata di Malaysia tapi malah mengomentari masakan Thailand. Ah biarlah, siapa suruh buka kedainya di Langkawi hehee. Nah, dua masakan berikut ini saya tidak hafal namanya apa, tapi sangat saya rekomendasikan bagi Kawan-Kawan yang ingin wisata kuliner di Langkawi, khususnya daerah Kuah.

Modal bentuk geografis berupa pulau agak kecil, wajar jika Langkawi "mengumbar" hidangan laut sebagai sajian andalannya. Sentuhan Thailand menjadi balutan tersendiri dalam prosesnya. Restoran (ah sebut saja kedai, harganya relatif murah untuk ukuran restoran hehee) Wan Thai menyuguhkan ikan segar dengan kuah yang sangat lezat. Rasanya memang asam atau kecut sedikit pedas, tapi menggugah selera. Banyak potongan kecil bawang putih dan cabe membuat citarasanya kian kental. Buat orang yang nggak terlalu suka bawang (termasuk saya), ternyata sajian tersebut malah membuat saya tergoda dan rela mem-filter bawang dan cabe dari kuah dan daging ikannya.

Sebagai penutup, kudapan sederhana berupa beras ketan dan mangga disertai kiah santan menjadi senjata pamungkas yang mantap. Kalau harga ikan tadi relatif murah, sayangnya harga kudapan klimaks ini malah relatif mahal. Tapi tak apalah, sekali seumur hidup. Malahan saya dan istri berkeinginan meracik sendiri kudapan tadi, toh bahan-bahannya relatif mudah didapatkan di Indonesia.

Langkawi#7: Mengecoh di 3D Art


Lantaran tiket masuk SkyCab sudah termasuk tiket masuk 3D  art Langkawi (singkat saja 3DAL) dan waktu yang tersedia relatif banyak, tentu keluarga saya mewajibkan masuk ke objek ini. Syarat tidak resmi masuk objek ini sederhana, pastikan baterai masih terisi penuh atau setidaknya bawalah powerbank. Sulit untuk menahan diri untuk tidak narcis di 3DAL. 

Dengan berbagai lukisan 2 dimensi yang merangsang imajinasi, kita akan menjajal berbagai pose yang akan terlihat 3 dimensi. Ada banyak lukisan tematik berukuran raksasa yang bakal menguras ide-ide gokil kita. Ada suasana klasik ala Eropa, klasik ala Arab, hutan penuh bunga, hutan disertai fauna, hingga bencana alam, de el el.

Sebetulnya waktu sejam setengah yang kami alokasikan ternyata terasa kurang. Maklum masih ada SkyRex dan SkyDome yang belum dijajal saat hari mulai sore itu. Semoga ada kesempatan menjumpai objek serupa yang lebih berksperimen yang gokil-gokil. Oh ya, di jam-jam tertentu akan ada drama videografi 3 dimensi yang kereeen banget. 

Langkawi#6: Menjajal SkyBridge


Ada yang greget daripada SkyCab, yaitu SkyBridge. Bermodalkan tambahan tiket 5 RM per orang dewasa (rasa-rasanya hanya di objek ini tidak ada diskriminasi warga asing dengan warga Malaysia), saya dan istri saya harus menapaki bukit menuju ke lokasi SkyBridge. Walau capek, istri saya tidak punya opsi lain lantaran alternatif menggunakan kereta tidak disediakan hari itu. 

Fuuuiiih, anggap saya rasa capeknya untuk mengusir jenuhnya menyelesaikan tesis di Bandung sekian hari sebelumnya. Capek sangat wajar, apalagi tidak sepanjang jalan teesedia pipa untuk berpegang. Saran saya, jika Kawan ada rencana mengunjungi objek semacam ini, perbanyak latihan fisik ringan agar tidak kaget saat hari H. Oh ya, pastikan bawaan/tas hanya berisi barang seperlunya. Beruntung, di poin ini kami sudah menentukan jaur hari isi tas yang efisien untuk jalan-jalan.

Jika sebelumnya ujian fisik, maka inti dari SkyBridge ini adalah ujian mental. Tidak ada sekat pemisah, seperti kaca, mika, dsj, antara pengunjung dengan bukit-bukit yang dikangkanginya. Praktis hanya jembatan yang "insyaAllah" kokoh menemani tapak demi tapak kita. Jika Kawan berkunjung saat cerah tanpa kabut, maka suguhan panorama yang menegangkan bakal tersaji tanpa sensor. Kami sendiri hadir saat sebagian area dan waktu terjejali kabut. Di satu sisi kesannya misterius, di sisi lain kami "terbebas" dari bayang-bayang jurang yang biasanya menganga, di sisi lain perlu sabar dalam mengambil foto.

Bentuk jembatannya sebetulnya sudah "fotoable". Ada tikungan serta gradasi menanjak. Tidak perlu keahlian fotografi tingkat tinggi untuk mendokumentasikan diri kita dengan latar SkyBridge. Tapi ingat, pegang erat kamera atau gawainkita karena risiko jatuhnya adalah tidak bisa diambil lagi. Saya tidak tahu apakah boleh mengoperasikan drone di sini. Jika boleh, patut dicoba keahlian kawan-kawan di sini.

Oh ya, dari seluruh objek wisata di Pulau Langkawi, hanya SkyBridge yang tidak ada padanannya di Indonesia. Artinya, sangat direkomendasikan untuk menjajal objek wisata ini. Tentunya jika anda tidak fobia ketinggian tingkat akut.

Langkawi#5: Mengambang di SkyCab


Lantaran tiket masuk SkyCab sudah termasuk tiket masuk 3D  art Langkawi (singkat saja 3DAL) dan waktu yang tersedia relatif banyak, tentu keluarga saya mewajibkan masuk ke objek ini. Syarat tidak resmi masuk objek ini sederhana, pastikan baterai masih terisi penuh atau setidaknya bawalah powerbank. Sulit untuk menahan diri untuk tidak narcis di 3DAL. 

Dengan berbagai lukisan 2 dimensi yang merangsang imajinasi, kita akan menjajal berbagai pose yang akan terlihat 3 dimensi. Ada banyak lukisan tematik berukuran raksasa yang bakal menguras ide-ide gokil kita. Ada suasana klasik ala Eropa, klasik ala Arab, hutan penuh bunga, hutan disertai fauna, hingga bencana alam, de el el.

Sebetulnya waktu sejam setengah yang kami alokasikan ternyata terasa kurang. Maklum masih ada SkyRex dan SkyDome yang belum dijajal saat hari mulai sore itu. Semoga ada kesempatan menjumpai objek serupa yang lebih berksperimen yang gokil-gokil. Oh ya, di jam-jam tertentu akan ada drama videografi 3 dimensi yang kereeen banget. 

Langkawi#3: Sore Menyusuri Pantai Cenang


Dan akhirnya kami bisa berjelajah Pantai Cenang sembari menanti matahari tenggelam. Saya sendiri lupa kapan terakhir kali melihat matahari tenggelam. Kalau di Jakarta kan gedung-gedung terlampau tinggi sehingga matahari tenggelam pun tak tampak. Kalau tidak salah terakhir kali melihat matahari tenggelam itu di Pantai Pattaya saat Desember tahun lalu, wah kasihan juga ya saya.

Sepasang gelas berisi M*lo menjadi pengantar diskusi saya dan istri sore itu. Si mungil masih terlelap setelah berlarian di Underworld sebelumnya. Kami menikmati minuman tidak dari bibir pantai lantaran kami tidak membawa kursi ataupun matras sendiri. Di pantai manapun, jangan seenaknya mengambil tempat duduk atau tempat berbaring yang tersedia. Bisa jadi ada penghuninya ataupun ada pemiliknya dimana kita bakal dikenakan tarif yang lumayan. Sempat saya melihat ada papan bertuliskan RM 45 di segerombolan tempat duduk. Fuihh itu bisa buat beli satu setengah jersey klub seperti Kedah FA yang saya beli di Langkawi.

Tatkala si mungil bangun, kami mempersilakannya bermain di pinggir pantai. Tentu dengan pengawasan ekstra mengingat ini adalah debutnya berpapasan dengan ombak. Benar saja, baru kena ombak kecil di pinggir pantai dia sudah goyah jatuh. Mungkin karena keheranan, dia tidak menangis. Justru ketagihan dan makin kegirangan. 

Sebuah senja yang menyenangkan.

Langkawi#2: Siang Benderang di Pantai Cenang


Lokasi PACIS di Hotel Meritus ternyata menyimpan benefit tersendiri, yaitu panorama pantai yang sangat kece. Pantai Cenang, memang sebagian menjadi area dari hotel ini. Lantaran saya dan istri-anak ke sini siang hari, jadinya ya agak panas terik gitu. Tapi karena sudah dua hari berlembababdi penginapan, tentu kami senang-senang saja ditempa mentari siang itu. 

Kreatifa Humaira, anak kami yang sedari lahir tidak pernah berinteraksi dengan pantai menjadi yang paling antusias. Maklum dia tumbuh di lingkingan bukit dan lembah Kota Bandung. Bahkan saat kami di Aceh pun dia"paling banter" melihat pantai tanpa menjejakkan kakinya butiran pasir. Tampak jelas ketakjubannya melihat padang pasir pinggir pantai yang asing baginya.

"Sabar ya Nak, nanti sore kita Pantai Cenang lagi"

Sesi Ekstensi di PACIS2017


PACIS menjadi agenda konferensi internasional yang "adik kakak" dengan ICRIIS. Bahkan, lokasinya pun sama-sama di Langkawi dengan tanggal beririsan. Tentu kesempatan "gratis" datang menyimak satu hari (dari 3 atau 4 hari totalnya) menjadi pilihan yang sangat untuk dilewatkan. Apalagi, konon seleksi pada karya-karya yang lolos di PACIS relatif lebih ketat. Kebetulan dari rekan sejawat UI pun ada yang lolos di sini, yaitu pak Achmad Nizar, pembimbing tesis saya. Namun lucunya dalam sehari saya menyimak acara PACIS malah nggak ketemu beliau. Malahan ketemunya Made, kawan nge-aslab yang kebetulan juga bimbingan pak Nizar saat skripsi (dan tesisnya).

Dari sisi konten, harus diakui bahwa banyak judul yang memantik perhatian saya. Penelitian kualitatifnya menyodorkan cara berpikir yang agak berbeda pada umumnya. Bagi yang terbiasa penelitian kuantitatif pasti bertanya-tanya. 

Ngomong-ngomong, PACIS akan diselenggarakan lagi tahun depan di Yokohama. Wah, sangat menarik nih, semoga afa kesempatan.

ICRIISnpiration from 2nd Day


Hari kedua ICRIIS masih berlokasi di Kuah, Langkawi, Kedah. Masih pula berbagai topik kece disuguhkan terkait dengan perkembangan SI/TI di berbagai sektor dan ruang masyarakat. Memang begitulah suasana produktif yang sayangnya terbatasi waktu. Jika bicara ideal, durasi 10-15 menit sebetulnya terlalu singkat, namun atas nama efisiensi waktu perlu dipapatkan. Toh, antusiasme lebih lanjut bisa ditindaklanjuti via japri alias korespondensi antar-individu.

Hari kedua masih didominasi dua jenis penelitian, yaitu penelitian kausatif serta penelitian pustaka. Di salah satu sesi paralel malah hampir disapu bersih dengan penelitian yang mengupas berbagai tatanan korelasi antar-variabel, termasuk pula analisis faktor-faktor yang memengaruhi sebuah fenomena. Penelitian pustaka pun gencar dikupas, baik yang masih perlu 'direbus' maupun yang sudah berlanjut ke sesi 'pengolahan di piring'.

Langkawi#1: Jalan Jalan yang Denotatif


Yeayyy akhirnya sempat jua jalan-jalan di sekitar hotel. Bisa dibilang tujuan jalan-jalan ini adalah relaksasi pikiran lantaran hantaman dahsyat berbagai ulasan topik riset di acara ICRIIS. Alhamdulillah istri dan anak juga antusias untuk jalan-jalan sore itu. Memang tidak ada destinasi incaran sore itu, sekedar mengenali tempat sekitar, tapi teuteuplah berhara menemukan sesuatu yang menarik. 

ICRIISnspiration from 1st Day


Hari pertama ICRIIS. Berbagai suguhan topik semakin mengingatkan saya untuk 'nggak perlu sombong', hehee. Toh banyak orang dengan ilmu yang jauh lebih luas dan dalam dibandingkan kita. Toh sepanjang apapun usia kita, tidak pernah bisa kita menguasai seluruhnya. Eh malah jadi filosofis gini ya hehee.

Bertempat di Hotel Adya kawasan Kuah, Langkawi, Negeri Kedah Darul Aman, ICRIIS tahun 2017 ini menghidangkan berbagai hasil riset yang sangat menyilaukan. Ya tentu saja, mereka yang tampil di sini sudah melalui seleksi ketat hohoo. Ada yang tentang penerimaan SI/TI pada masyarakat, ada yang tentang keamanan informasi, hingga ngublek-ngublekin algoritme yang entah saya pun tidak cakap

Geebang dan Dinner Raya di LangkawICRIIS

5th in the 5th

Run to the Another Flapped Zone


Ibarat lagu /rif yang judulnya 'Salah Jurusan' hehee.
Beruntung waktu jeda transit 6 jam sehigga memungkinkan petualang amatir macam saya dan istri untuk berpindah ke bandara lain. Salah menafsirkan nama bandara berdampak pada salah lokasi bandara yang jaraknya 70km menuju lokasi yang seharusnya. 

Benderangnya Toko Merah

Algoritme, bukan Algoritma

Kemarin saya terlibat dalam sebuah tim kecil yang sedang menelaah rancangan dokumen. Di tengah suasana yang dinamis, saya menemukan sebuah kata awalnya saya kira salah tik, yaitu "algoritme". "Lho bukannya algoritma ya?", begitu gugam saya dalam hati. Iseng saya mengecek ternyata di rancangan dokumen ini banyak yang memakai "algoritme". Saat saya tanyakan di forum,ada seorang kawan yang menginfokan bahwa yang baku (dan diakui di KBBI) adalah "algoritme", bukan "algoritma". Kaget juga dengan info baru ini. Ternyata benar, di KBBI daring pun hanya mengakui eksistensi "algoritme", sementra itu jika kita mengetikkan "algoritma" maka akan diarahkan sugesti ke "algoritme".

Dengan latar belakang rumpun ilmu komputer, saya sudah terlanjur biasa mendengar, melihat, menuliskan, dan mengucapkan "algoritma". Saya perlu mengoreksi diri di kemudian hari. Pun dengan kawan-kawan lain yang perlu saya ingatkan. Padahal di banyak literatur, entah itu buku, jurnal, maupun artikel populer, ternyata keliru juga.

Jelang Senja di Al Ittihad Tangerang


#ArfiveBanten

Review Jersey Gojek-Traveloka Liga 1 [3]

Arema FC
Biru tetap menjadi kebanggaan klub yang sebetulnya julukannya tidak menyinggung warna tertentu. Kostum mereka ciamik lantaran keberadaan motif garis-garis abstrak dan tebal di bagian atas. Tampak kontras lantaran warna garis-garis itu lebih benderang dibandingkan warna kostum yang congong ke biru dongker. Untuk konseum tandang, suasana senada kembali disuguhkan dengna warna utama merah. Kekurangan kostum ini ada pada ukuran sponsor yang kurang rapi. Ukuran sponsor tampak jelas saling beradu.

Persija Jakarta
Revolusi warna kostum kandang yang sempat didengungkan benar-benar direalisasikan. Hasilnya, warna merah kembali dikenakan sebagai warna di kostum kandang setelah sekian tahun Persija berpaling ke warna oranye. Dengan suasana baru ini, Persija menghadirkan desain yang tidak muluk-muluk, tapi rapi, apalagi dengan eksistensi bulatan Merah-Putih. Sebagai opsi kostum tandang, warna oranye 'ditarik' lebih moncreng agar berbeda dengan merah yang kini didaulat sebagai warna kostum utama. Kostum tandang menempatkan oranye sebagai warna penguasa tunggal mulai dari kerah hingga celana. Praktis hanya seuprit bagian yang tidak oranye.

Gresik United
Sejak era Petrokimia dan Persegres, warna kuning dan biru sudah akrab sebagai identitas utama. Tak heran keduanya digaet sebagai warna kostum utama. Hanya saja, pilihan Gresik United untuk tampil minimalis malah membuat kostum ini terkesan sepi. Barangkali karena mereka tanpa sponsor di kostumnya. Alhasil kostum kandang dan tandang terlihat gersang. Beruntung ada pola-pola gradasi abu-abu di kostum kandang yang didominasi warna hitam. Cukup menghibur.



PS TNI
Barangkali karena Angkatan Darat mendominasi jajaran TNI, maka warna hijau dipilih sebagai warna kostum utama. Kali ini kostum tidak selugu saat TSC tahun 2016 lalu. Ada permainan gradasi warna dari hijau muda di bagian atas menjadi hijau tua di bagian bawah. Kostum tandang pun tak kalah menarik dengan warna putih dipadu abu-abu dan hijau di beberapa bagian. Eksistensi PS TNI juga rupanya mengundang minat sponsor. Sejumlah logo produk tampak jelas di kostum mereka, sayang ukurannya agak berlebihan.

Persib Bandung
Klub ini disebut-sebut sebagai raja kostum lantaran daya tariknya menjadi tiap cm di kostumnya untuk 'disewakan' pada produk-produk komersil. Sebetulnya fenomena ini masih terjadi musim ini. Tapi Persib sudah mulai 'insyaf' dalam urusan kerapian kostum. Di kostum kandang, semua sponsor diseragamkan warnanya menjadi emas. Tampak kontras menawan dan mewah dimana warna kostum kandang ini biru. Kostum kedua dan ketiga sebetulnya ada tapi entah mengapa belum pernah dikenakan. Kostum tandang musim ini merupakan inisiasi yang mendobrak sejarah. Pertama kalinya warna kostum tandang Persib bukan putih. Warna emas dipilih, dengan catatan semua sponsor diseragamkan warnanya menjadi hitam sehingga tetap terjaga kerapian. Sayangnya, konsistensi ini kandas di kostum ketiga yang membiar tiap sponsor memakai warna aslinya.

Persela Lamongan
Mereka sangat berani untuk menyelipkan tanda ulang ulang tahun dalam bentuk yang sangat mencolok. Ya, baik di kostum kandang maupun tandang, ada garis tebal melindang di dada pemain. Warna emas dipilih untuk merepresentasikan ulang tahun ke-50. Jelas tanda syukur yang mencolok di tengah warna biru muda di kostum utama serta biru dongker di kostum tandang.

Review Jersey Gojek-Traveloka Liga 1 [2]


Mitra Kukar
Warna yang sangat tidak lazim tapi [sejauh saya tahu] 'the only one' menjadi kebanggaan utama Mitra Kukar, yaitu kuning emas. Mereka mampu menghadirkan variasi yang sangat eksotik lewat lengkungna tebal warna hitam dan merah sebagai bentuk yang tidak lazim pula di Indonesia. Pun dengan nuansa motif dayak di bagian perut samping menjadi pemikat. Tata letak di kostum tandang pun menyandang konsep serupa dengan warna utama biru mudah yang cerah. Sebetulnya agak jarang juga Mitra Kukar memakai warna ini di level tim senior.

Borneo FC
Dengan nama utama sekarang 'borneo' tentu mereka harus menyelipkan identitas khas budaya Borneo. Kali ini selipan tersebut hadir dengan konsep watermark atau bayangan motif khas dayak Kalimantan Timur, hanya saja diperlukan jarak dekat untuk mengetahuinya. Di luar titipan sponsor itu, kostum Borneo FC patut diapresiasi karena menyodorkan bentuk yang sederhana tapi elegan. Dominasi warna oranye sangat kuat dan menyala disertai pilihan warna merah di kerah dan ujung lengan. Menggusung gagasan yang sama, kostum tandang pun menghadirkan nuansa serupa walau warna yang dipilih adalah paduan hitam sebagai warna utama serta emas sebagai warna kerah dan ujung lengan. Pun kostum ketiga dengan warna utama putih serta merah sebagai warna dua bagian aksen.

Barito Putera
Harusnya kostum ini menarik. Tapi mereka membuat blunder besar berupa menyodorkan kostum yang mirip dengan model kostum Mitra Kukar beberapa tahun lalu, baik dari sisi warna utama maupun warna huruf V. Keberadaan logo klub, beberapa garis tipis hitam, serta sponsor besar Hasnur tidak membawa kesan berbeda yagn signifikan. Situasi lebih baik justru tersaji di kostum tandang yang menampilkan warna utama hitam disertai titik-titik warna emas dalam jumlah banyak membentuk pola tertentu. Terlihat lebih orisinal. Kebetulan pula logo klub dan logo sponsor terlihat lebih kontras sehingga leih mudah dikenali sebagai milik Barito Putera.

sumber gambar liga-indonesia.com

Persiba Balikpapan
Warna biru dan putih berpadu secara vertikal bukan barang baru di Indonesia. Tapi jika ukuran salah satunya lebar dan lainnya sempit, ini sesuatu yang relatif nyentrik. Inilah kostum Persiba Balikpapan yang menjadi pembeda, baik dengan klub penggusung warna utama biru lainnya maupun dengan kostum-kostum Persiba terdahulu. Walau demikian, keunikan di kostum kandang justru gagal diikuti kostum tandang. Pilihan warna merah dengan aksen hitam malah kurang rapi. Aksen hitam sebetulnya membentuk gambar beruang sebagai julukan Beruang Madu pada klub ini, tapi agak dipaksakan tampaknya.

Bhayangkara FC
Warna hijau sebagai kostum utama tampak rapi dan kontras selaras dengan logo serta tulisan sponsornya. Praktis hanya logo polisi kecil yang mendeskripsikan asal-usul klub ini. Permainan yang lebih berani justru tersaji di kostum kedua dan ketiganya. Justru merah marun sebagai warna utama kostum tandang serta kuning sebagai warna kostum ketiga. Tidak ada sisa-sisa warna hijau yang menjadi warna kostum utama. Malah sebuah api terambar besar di bagian kanan dan ujung lengan.

PSM Makassar
Merah marun memang menjadi kekhasan klub asal Sulawesi Selatan ini. Kali ini warna merah maruh mendominasi hampir seluruh bagian kostum kecuali logo klub, logo sponsor, logo kompetisi, dan kerah. Tapi jangan dulu bosan karena di balik warna benderang ini tersimpan motif khas Bugis yang elok. Konsep motif Bugis yang tersembunyi ini juga disodorkan pada kostum tandang yang berwarna putih diselingi secuil warna biru.

Review Jersey Gojek-Traveloka Liga 1 [1]

Sriwijaya FC
Kostum kandang kembali menyodorkan kuing yang sangat menyala disertai aksen bermotif songket khas budaya Palembang. Dari jauh memang tampak samar, tapi aksen ini sangat cantik. Paduan yang cantik da menjadi koleksi yang layak diburu. Kostum kandang mengadopsi konsep serupa dengan warna utama yang sudah hampir satu dekade ditinggalkan Sriwijaya FC sebagai warna kostumnya, yaitu hijau. Sayangnya warna ini baru satu kali digunakan, entah mengapa. Konon ada pula warna hitam sebagai kostum kedua, tapi hingga kini masih belum nongol di atas lapangan.

Semen Padang FC
Julukan Kabau Sirah diadopsi berupa warna dominan merah yang dominan hampir di seluruh bagian kostum kandang. Tampak garang dengan aksen beberapa lengkungan hitam tebal di beberapa bagian, sayang kurang maksud dari aksen ini. Kejutan justru terjadi di kostum tandang yang menggusung putih sebagai warna utama menggantikan peran warna merah tadi. Jelas warna yang jarang dipakai oleh mereka menginga warna khas Minang adalah merah-kuning-hitam. Kostum ketiga sudah pernah mereka kenakan dengan warna utama kuning yang agak kalem.

Persipura Jayapura
Seperti biasa, merah-hitam vertikal menjadi suguhan utama kostum kandang mereka. Aksen motif khas Papua di bagian lengan menambah elegan khas budaya mereka. Pun dengan motif dalam porsi lain di kostum tandang mereka. Kekurangan kostum Persipura hanya 1, persis dengan kostum di ajang TSC tahun lalu.



sumber gambar liga-indonesia.com

Madura United
Mereka juga berperilaku sama dengan Persipura, tidak mengubah model kostumnya, baik kandang maupun tandang. Perubahan sebetulnya ada, tapi sifatnya adalah modifikasi komponen sponsor hehee. Tapi harus diakui, Madura United mampu mengendalikan tata letak sponsor mereka sehingga tidak berantakan, padahal jika diperhatikan seksama, jumlah sponsornya cukup banyak. Kabarnya kostum ketiga mereka pun ada dengan warna hijau tua, tapi belum jua dikenakan hingga saat ini.

Bali United
Akhirnya nuansa khas budaya Bali dihidangkan di bagian kaos setelah dalam dua tahun lalu hanya berupa motif kecil di celana. Nuansa kali ini berupa watermark alias bayangan wajah barong di bagian depan kostum, baik kandang, tandang, maupun ketiga. Hanya saya, kesakralan bayangan ini adalah agak samar tertutupi sponsor yang banyak dan ukurannya terlalu besar. Ada empat sponsor di bagian perut yang ukurannya tampak jelas saling beradu. Seharusnya Bali United bisa lebih 'tegas' lagi dalam menata ukuran para penyokong finansial mereka. Terlepas dari hal itu, ketiga warna yang disodorkan sangat mencerminkan warna khas Bali, yaitu merah, putih, dan hitam.

Perseru Serui
Garis-garis vertikal oranye dan hitam tetap tampil sebagai komponen utama kostum Perseru. Sedikit modifikasi mereka tonjolkan di bagian bahu yang dipukul rata warna hitam. Kostum tandang mereka malah lebih sangar lagi dengan motif abstrak yang ternyata membentuk burung. Harus diakui kostum tandang mereka malah lebih 'gila' dan layak diburu sebagai koleksi.

Ketik REG Spasi Jadul, Kirim ke tahun 2005

from Amazonz to amazonZ

Akhirnya rampung juga Kamen Rider paling "afgan" di blantika Tokusatsu. Serial Kamen Rider Amazons telah menuntaskan episode klimaks untuk season 2-nya. Pertama kalinya sebuah episode yang menyedot 38 menit, di atas rata-rata durasi yang biasanya maksimal 30 menit lebih dikit hehee. Tapi episode pamungkas ini memang harus diakui sangat padat untuk merampungkan segala simpul konflik yang ada, walau masih ada sejumlah tanda tanya.

Dibandingkan awal dirilisnya season 2, episode pamungkas ini terlalu frontal kejutannya, bahkan melebihi kejutan di Kamen Rider Ryuki, Blade, Wizard, ataupun Gaim. Kejutan yang paling menyentak adalah hubungan darah antara Chihiro dengan Jin dan Nanaha yang ternyata anak dengan orang tua. Selanjutnya peran ganda Chihiro yang selain tokoh utama ternyata juga musuh utama alias final villain, baru ada model seperti ini ya di sini. Beberapa tokoh juga musti berpindah keberpihakannya, misalnya Mamorou dan Nanaha yang menjadi antagonis.

Secara struktur bahasa, judul lakon terakhir juga unik, yaitu amazonZ. Persis seperti judul pertama di season 1. Bedanya, amazonz di season 2 fokus pada huruf Z, sedangkan yang di season 1 fokus pada huruf A. Uniknya kata Amazonz sendiri diawali huruf A dan M lantas diakhiri N dan Z. A dan M merupakan dua huruf utama dari season 1, sedangkan N dan Z untuk season 2.

Ada Apa dengan Rekrutme Kepolisian...

Kisruh tentang kepolisian dalam kurun dua tahun belakangan ini mencuat. Sebelumnya publik dibuat bertanya-tanya tentnag netralitas polisi dalam mengelola pergerakan massal yang terlihat pilih kasih. Selanjutnya publik dibuat gemas melihat aparat diberondong teror, mulai dari bom hinga intimidasi pemasangan bendara tertentu oleh oknum. Kini, publik dibuat gerah atas ketidaksinkronan proses rekrutmen calon perwira polisi.

Gaduh, itulah situasi berisik yang bersumber dari Jawa Barat saat sejumlah orang tua memprotes keras pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat. Pangkal protes ini adalah diubahnya kriteria dan kuota kelulusan calon peserta didik akademi kepolisian dengan mempertimbangkan faktor asal-usul. Putra daerah Jawa Barat diutamakan, begitulah kesimpulan yang berkembang dan menjadi kehebohan yang tercium media massa hingga akhirnya mengundang reaksi negatif dari masyarakat. Reaksi masyarakat sendiri terbagi dua. Pertama, yang mempertanyakan urgensi dan defiisi diprioritaskannya putra daerah. Apakah dengan mengutamakan putra daerah lantas bia menjamin kualitas perwira polisi tersebut atau dalam pertanyaan lain manfaat untuk institusi kepolisian dan masyarakat apa. Pertanyaan yang tak kalah seru berikutnya, definisi putra daerah itu apa, apakah KTP Jawa Barat, apakah suku Sunda, apakah lahir di Jawa Barat, apakah SMA/SMK/MA di Jawa Barat. Kedua, yang mempertanyaan mengapa ada perubahan kebijakan di tengah pelaksanaan rekrutmen, lebih tepatnya setelah sejumlah tes yang bersifat teknis. Saya termasuk pihak yang kedua.

Tentu publik menangkap ada gelagat yang tidak beres. Santer terdengar adanya tradisi 'titipan' yang konon marak untuk meloloskan nama tertentu. Jelas isu yang sangat tidak sedap di tengah banyak masalah terkait kredibilitas kepolisian. Alhamdulillah pihak pusat, yaitu Kepolisian RI segera bertindak cepat. Klarifikasi segera diterbitkan seiring peringatan kepada Kepolisian Daerah Jawa Barat. Memang ada ketentuan prioritas putra daerah, tapi hanya untuk Provinsi Papua. Provinsi-provinsi lainnya tidak memberlakukan kriteria khusus ini. Artinya, kriteria putra daerah menyalahi arahan dari pusat sehingga segera dianulir. Memang pihak pusat sudah menyatakan hal ini adalah koordinasi yang kurang, tapi publik terlanjur menaruh kecurigaan lain.

Ini pelajaran berharga bagi kepolisian untuk menyolidkan koordinasinya, khususnya dalam proses transparansi aktivitas publik.

Hindari Kebermegah-megahan

Surat At-Takāthur merupakan pengingat tentang bahaya hidup yang bermegah-megahan. Hidup demikian diwujudkan berupa perilaku berfoya-foya, membeli yang tidak perlu, serta minim atau bahkan nir sedekah.

[1] Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, [2] sampai kamu masuk ke dalam kubur. [3] Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), [4] dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. [5] Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, [6] niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, [7] dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. [8] kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Ngeri 'kan konsekuensi atas perilaku bermegah-megahan. Awalnya kita lalai, namun ujungnya kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang sudah melalaikan kita. Surat ini merupakan pengingat akan sebuah keniscayaan yang kenyataan memang sulit disanggah. Perilaku berfoya-foya sangat melenakan dengan berbagai kenyamanan duniawi yang sulit ditepis.

Jika dikaitkan dengan ilmu yang saya sempat pelajari, bermegah-megahan merakan pangkal dari banyak masalah. Mulai dari mata kuliah tata kelola teknologi informasi, manajemen proyek teknologi informasi, hingga metodologi penelitian. Semua mata kuliah yang saya pelajari menjelaskan bahwa menciptakan produk, merancang sistem, mengelola proyek, hingga sekedar mengusulkan ide, harusnya berdasarkan kebutuhan. Ya dasarnya adalah kebutuhan, bukan (keinginan untuk) bermegah-megahan.

Contoh sederhana dalam manajemen proyek teknologi informasi yang kesuksesan utama diukur dari tiga hal tepat ruang lingkupnya, tepat anggaran, dan tepat waktu. Sikap bermegah-megahan sudah dipastikan menyebabkan ruang lingkup tidak terkendali, risiko pahit lainnya adalah alokasi anggaran tidak tepat. Ujung-ujungnya kualitas proyek dipertanyakan.

Caplokan Ganda Timnas Jeman

Timnas Jerman belum berhenti menorehkan prestasi. Terbaru, mereka menaklukan Cile, juara Copa America 2016, pada partai final Piala Konfederasi 2017 di Rusia. Di ajang ini, mereka tampil di final setelah menjinakkan Meksiko jawara Piala Emas CONCACAF, Kamerun jawara Piala Afrika 2017, dan Australia jawara Piala Asia 2015, serta Cile di fase grup. Penalukan yang sangat spesial mengingat meeka hanya hanya dibekali waktu persiapan yang sangat mepet, minim uji coba, dan yang paling utama adalah hemat pemain bintang. Tidak ada Marco Reus, Mauel Neuer, Toni Kroos, Sami Kheidira, Mats Hummels, Jerome Boateng, Mesut Ozil, Mario Goetze, Thomas Mueller, Mario Gomez, hingga Andre Schurrle yang masing-masing punya catatan tampil di timnas senior lebih dari 50 kali. Hanya Julian Draxler dan Jonas Hector yang pernah tampil lebih dari 20 kali, itu pun belum mencapai angka kepala 4 rekor penampilannya.

Dari 23 pemainnya di Piala Konfederasi, hanya 5 pemain yang usianya 26 tahun ke atas. Nyatanya haya 3 dai 5 pemain itu yang bermain di final, artinya Jerman tampil dengan skuad yang sangat muda. Malahan 8 pemain kelahiran 1994/setelah, artinya nyaris sepertiga skuad ini sebetulnya bisa dialokasikan ke kompetisi bergengsi lainnya, yaitu EURO U-21 yang juga dilangsungkan serentak dengan Piala Konfederasi. Dari sisi afiliasi klub, hanya ada 5 pemain yang bermain di luar Bundesliga, dimana 18 diantara mencari nafkah sebagai pesepak bola domestik di Jerman. Bila dikecurutkan, hanya ada 3 nama yang berkostum Bayern Muenchen, penguasa sepak bola Jerman saat ini, artinya kali ini Muenchen tidak begitu mendominasi skuad yang bermain, fenomena langka tentunya.

Lebih mencengangkan karena Leon Goretzka dengan usia 22 tahun dan Timo Werner dengan usia 21 tahun mampu menyabet gelar pencetak gol terbanyak turnamen bersama dengan Lars Stindl yang usianya 28 tahun. Ketiganya mampu mengungguli nama-nama seperti C. Ronaldo, Alexis Sanchez, Javier Hernandez. Padahal, sebelum Piala Konfederasi dimulai, pemain yang paling tajam mencetak gol untuk timnas adalah Draxler dengan rekor 4 gol, disusul Jonas Hector dengan 3 golnya. Justru Goretzka, Werner, dan Stindl, belum pernah mencetak gol untuk timnas Jerman. Catatan yang sangat mengesankan.

Jika menyorot salah satu fungsi Piala Konfederasi sebagai ajang 'simulasi' Piala Dunia, tentu menarik untuk melihat 'teror' apa yang akan diumbar serdadu-serdadu muda tadi. Jerman sudah menyuarakan digdaya amunisi mudanya untuk ajang 'sebenarnya' nanti. Memang, belum pernah ada juara Piala Konfederasi yang menyabet gelar Piala Dunia setahun berikutnya, tapi sinyal dari Jerman ini sangat patut diperhitungkan.

Sukses timnas Jerman 'senior citarasa agak junior' ini ternyata mampu diimbangi dengan prestasi timnas Jerman 'junior ORI' di ajang EURO U-21 dengan cara lumayan mengesankan. Ajang ini sendiri agak unik lantaran label U-21 ternyata masih bisa diikuti oleh pemain kelahiran 1994 atau 1995 yang usianya 23 atau 22, hehee ternyata nyeleneh ga cuma PSSI. Cara Jerman mencaplok gelar juara di kompetisi ini tidak terlalu mudah karena mereka nyaris tidak lolos ke semifinal lantaran dikangkangi Italia di fase grup. Beruntungnya mereka mampu melenggang ke semifinal setelah statistik selisih golnya lebih baik daripada Portugal dan Slovakia walau ketiganya menabung poin yang sama, yaitu 6.

Terjalnya jalan berlanjut di semifinal saat bersua 'rival abadi' Inggris yang harus diakhiri lewat adu penalti. Entah Jerman yang memang hebat atau Inggris yang identik dengan gagal adu penalti, yang pasti Jerman tampil sebagai protagonis di laga ini. Final mempertemukan mereka dengan Spanyol, tim kuat yang selalu menang di empat laga hingga semifinal dengan torehan 12 gol kontra kebobolan 2 gol saja. Jelas lawan tangguh bagi Jerman yang hanya mengantongi 2 kemenangan di babak nomal plus rekor mencetak 7 gol kontra kebobolan 3 gol. Tapi sebiji gol Mitchell Weiser sudah cukup untuk membawa trofi juara ke tanah Jerman. Mental tangguh patut dialamatkan sebagai faktor pendukung prestasi Jerman junior ini. Sekedar info, tidak ada satu pun pemain Bayern Muenchen maupun Borussia Dortmund di skuad ini, bahkan kontributor pemain terbanyak adalah Freiburg dengan 3 pemain.

Dengan fungsi kompetisi ini sebagai ajang kaderisasi pemain muda, jelas ini menjadi tonggak ketangguhan Jerman dalam menyiapkan pondasi masa depannya. Sejarah mencatat bahwa pasca juara turnamen serupa tahun 2009, Jerman sangat stabil di kancah sepak bola tingkat senior. Klimaksnya tentu trofi Piala Dunia tahun 2014 lalu. Negara lain, yaitu Spanyol pun masih relatif kokoh di kancah sepak bola senior dengan latar belakang stabilnya negara ini di kompetisi EURO U-21. Artinya prestasi Jerman ini sangat berharga untuk jangka panjangnya.

Bagi internal timnas Jerman, dua trofi dengan pemain 'kurang populer' ataupun belia menjadi catatan yang menarik. Menarik untuk disimak bagaimana persaingan panas nanti dalam 'merayu' Joachim Loew untuk mengerucutkan 23 nama yang akan berkonstum timnas di Rusia tahun depan. Dengan torehan manis di dua kompetisi tahun ini, tidak ada alasan bagi Loew untuk mengabaikan nama-nama yang 'kurang populer' ataupun belia ini. Bisa jadi, Loew justru akan mendepak nama-nama yang lebih 'senior' dengan catatan penampilan timnas lebih banyak. Nama-nama seperti Mario Gomez, Manuel Neuer, atau Sami Kheidira, patut waspada.

Yang menarik juga adalah bagaimana Bayern Muenchen menyikapi hasil di dua kompetisi ini. Alasan mengapa dari tadi saya banyak menyinggung nama klub ini sederhana, Muenchen dikenal sebagai 'pencaplok' bakat-bakat muda Jerman yang tengah bersinar di klub-klub lain, sebut saja Neuer dari Schalke 04, Gotze dan Hummels dari Dortmund, Gomez dari Stuttgart, ataupun Kimmich dari Leipzig. Apakah nama-nama 'mencuat' dari dua kompetisi ini sudah siap 'dimangsa' oleh Muenchen, entahlah.

Dilematis [lagi] tapi ... Bismillah

Ini bukan pertama kali berpapasan dengan pilihan-pilihan yang sulit diambil. Entah yang keberapa, tapi untuk situasi saat ini, memang agak di luar dugaan lantaran 'tawaran tidak terduga' [meminjam istilahnya Budhy Haryono saat ditawari masuk GIGI]. Jelas situasi akan sulit lantaran saya perlu membongkar peta jalan yang sebetulnya juga sudah rawan untuk direvisi. 


Berhari-hari saya mengalkulasikan baik dan buruk tiap alteratif yang ada. Tidak ada pilihan yang sempurna memang. Saya harus berpikir jauh ke depan, bukan hanya hari ini, bulan ini, atau tahun ini saja. Saya perlu membidik jauh seyojana dengan mengharap Allah sudi membukakan mata saya agar lebih jernih.

Pada akhirnya... pilihan yang yang diambil merupakan kombinasi dari batin/hati dengan logika yang matematis. Plus pemahaman bahwa ada sikap yang harus diambil atas risiko yang sudah kita ketahui sekarang serta apa-apa saja kemunculan 'sesuatu' di luar estimasi. Ujung-ujungnya kita harus berimprovisasi dan bertanggung jawab atas pilihan kita.

Serambi Beribu Kubah


Aceh, dari era kesultanan hingga menjadi bagian permanen dari Indonesia merupakan daerah/provinsi yang paling Barat. Secara geografis, Aceh merupakan gerbang yang paling awal dijumpai ketika memasuki Indonesia. Tak heran jika daerah/provinsi ini paling banyak mengalami interaksi dengan bangsa-bangsa lain, terutama dalam konteks perdagangan maupun penyebaran agama. Itulah yang menjadikan nuansa Arab, Cina, India, hingga Eropa terhampar di Aceh, baik secara sosial maupun budaya.

Bukti akulturasi budaya terletak pada arsitektur masjid di Aceh yang hampir seluruhnya mempunyai atap berbentuk kubah. Masjid asal Aceh yang paling terkenal seantero Indonesia, yaitu Masjid Baiturrahman tentu menjadi bukti paling populer. Tapi jika Kawan berkunjung langsung ke Aceh, maka akan sangat jarang menemukan masjid yang model atapnya bukan kubah. Model kubah memang banyak dijumpai di berbagai masjid di Eropa Timur serta kawasan Arab/Timur Tengah