Pilgub ini harusnya Nggak Berisik

Pilkada serentak tahun depan sudah tercium menyengat aromanya sejak beberapa bulan lalu. Dari sekian puluh kabupaten/kota serta beberapa provinsi, tentu pemilihan gubernur atau Pilgub DKI Jakarta memegang status sebagai penyedot atensi nomor wahid. Dari nama "Daerah Khusus" saja sudah jelas ketidakbiasaan akan selalu terhampar di provinsi yang tiap tahunnya dirundung banjir.

Apa yang disuguhkan di Pilgub DKI 2012 masih terekam jelas di benak Bangsa Indonesia. Duo mantan walikota dan bupati berhasil merangsek di jajaran elit ibukota. Mereka patut disebut sebagai representasi para kaum urban yang sukses di ranah ibukota. Isu SARA kerap merecoki festival 4 tahun lalu itu. Lebih dahsyat lagi suasananya saat sang gubernur resign lantaran ditawari "naik jabatan"menjadi presiden. Kisah yang pilu mengingat ybs menyatakan bahwa akan memangku jabatan sesuai periode. Makin pilu karena proses resign mencatut kepentingan bangsa, entah segmen bangsa yang mana.

Kini tiga bakal calon sudah "pemanasan" menuju gelanggang festival.  Menilik trio bakal calon gubernur agaknya kita disuguhkan pemandangan bagaimana kaum urban kembali mendominasi ranah ini. Basuki T. Purnama merupakan putra Belitung yang bakal meladeni Anies Baswedan, inspirator asal Yogyakarta, serta Agus Yudhoyono "putra mahkota" dari Cikeas, Bogor. Ketiganya pun memiliki rekam jejak relasi yang relatif damai. Sosok Agus yang berkecimpung di militer tentu jauh dari ricuhnya politik, pun dengan Anies yang dikenal sebagai filsuf pendidikan, bukan tukang debat. Basuki walau agak cempreng, namun tidak punya rekam jejak ribut dengan orang bertipe Agus maupun Anies. Praktis keributan sudah jelas diinisiasi oleh para pendukung masing.

Jejak keenam sosok pun relatif beragam, mulai birokrat, politisi tulen, militer hingga pengusaha. Saking beragamnya praktis hanya pasangan Basuki-Djarot yang merupakan kader partai tulen. Si bacagub sudah pernah mengenakan tiga jas partai plus jas baru lantaran didaulat langsung oleh si pimpinan partai. Sepak terjang independen praktis tak terdengar lagi. Kalaulah orang menyebut fans Man. City itu abstrak antara ada dan tiada, rasa-rasanya komunitas penggusung "itu" ternyata lebih abstrak lagi. Sosok pasangan berikutnya merupakan nama yang baru terungkap validitasnya di hari terakhir pendaftaran. Keduanya adalah nama yang sebetulnya banyak berkecimpung di sektor swasta. Bacagub Anies adalah penggagas sebuah gerakan non-profit bidang pendidikan. Kemudian dia mencelupkan diri ke konvensi bakal calon presiden (yang telat matang) lalu digaet sebagai juru bicara salah seorang kandidat presiden hingga kemudian selama dua tahun menggawangi kementerian bidang pendidikan. Sang bacawagub sebetulnya sudah lama didengungkan sebagai pemain di Pilgub Jakarta, bahkan digadang-gadang sebagai calon gubernurnya, bukan wakilnya. Tentu ini potensi yang membahayakan jika obsesi itu diungkit lagi. Pasangan Agus dan Silvi adalah nama yang paling mengejutkan. Selain tidak adanya afiliasi partai, nama keduanya tidak pernah di-mention sebagai pemain di Pilgub ini. Engah bagaimana cerita di balik penduetan keduanya.

Yang menarik, pemilihan di tahun 2017 ini agaknya akan turut memengaruhi pemilihan presiden atau Pilpres 2019. Alasannya sederhana, 3 kandidat yang berkiprah kali ini plus sosok salah seorang wakil dianatara mereka sudah dikenal tingkat nasional. Bisa jadi si calon gubernur yang terpilih malah menjadi calon atasan si gubernur. Semoga gubernur terpilih amanat, mengayomi, dan tentunya tidak latah resign dengan faktor seperti si mantan gubernur.

No Response to "Pilgub ini harusnya Nggak Berisik"