Seduhan Tauhid dari Tengah MUI

✨Kajian UI Bertauhid✨

Bersama:
�� K.H. Abdullah Gymnastiar

�� Rabu, 26 Agustus 2015
⏰ 11.00-14.00
�� Masjid Ukhuwah Islamiyah UI Depok

Rasulullah diutus ke bumi untuk menyempurnakan akhlak, bukan untuk mencerdaskan. Karena lahirnya kebahagiaan, kemuliaan, kesejahteraan, berawal dari akhlakul karimah. Apakah krisis di negara kita? Apakah ekonomi? Bukan. Tapi krisis akhlak. 16 tahun kita belajar dari SD hingga kuliah hanya untuk tidak membuang sampah sembarang saja masih sulit. Padahal tidak membuang sampah sembarang adalah bentuk dari akhlak yang baik. Padahal membuang sampah sembarang adalah bentuk dari kedzaliman karena tidak menempatkan pada tempatnya.

Allah yang Maha Baik

Q. S. Al Qasaa : 77
“Dan berbuat baiklah! (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”

Allah selalu berbuat baik kepada kita dan Allah Maha Baik. Meskipun kita tidak khusyu dalam sholat-sholat kita, meskipun mulut-mulut senantiasa tidak sengaja melukai orang lain, tetapi Allah Maha Baik menutup aib-aib kita, mendekatkan diri kita dengan rezeki-Nya.

Ada seorang tuna netra dan lumpuh. Ketika ditanya, “Bagaimana rasanya?”, jawabannya “Alhamdulillah, inilah sebaik-baik yang Allah ciptakan untuk saya. Yang terpenting hati ini masih bisa melihat mana yang baik, buruk, halal, haram. Meski kaki ini lumpuh, iman saya tidak. Apalah jadinya jika iman ini lumpuh?”

Siapapun yang tahu bahwa Allah Maha Baik, maka diapa-apain pun akan tetap baik.

❓Lalu, kenapa banyak diantara kita yang merasa menderita?

1⃣ Suudzon atau berburuk sangka.
Seringkali kita berburuk sangka bahwa Allah kurang perhatian, Allah tidak adil.

Q. S. Al Baqarah : 216
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”

Aku (Allah) sesuai dengan prasangka hamba-Ku.

Apakah tertipu itu baik? Atau buruk?

Ketika ada seorang yang berkata bahwa emas ini menjamin hidup saya dan keluarga bahkan untuk anak-anak sekolah. Kemudian dia menyerahkan semua emasnya untuk bisnis dan kemudian tertipu. Itulah cara Allah menyadarkan dan menyingkirkan penghambaannya, memurnikan tauhidnya. Bahwa tanpa emas pun dia masih bisa hidup. Bahwa tanpa emas tersebut pun anak-anaknya masih bisa tetap sekolah.

2⃣ Tidak menerima takdir

Orang menderita bukan karena takdir, tetapi karena tidak menerima takdir.
Allah Maha Baik membagi-bagi rezeki dengan cara-Nya.

Ketika spion di motor kita copot, dan kita membutuhkan seseorang utk memperbaikinya. Maka itulah cara Allah membagi rezeki-Nya. Bisa jadi ada rezeki untuk orang tersebut di tangan kita. Terimalah takdir Allah karena setiap takdir Allah pasti baik jika disikapi dengan baik.

Dengan sakit, Allah menggugurkan dosa-soa kita karena ada dosa yang tidak terhapus oleh istighfar kita.

Puji dan caci adalah sama-sama penilaian orang lain. Ketika kita sibuk dengan penilaian orang lain, maka akan mudah sakit hati dibandingkan dengan mencari kedudukan atau penilaian dari Allah. Apa urusan kita dengan orang yang menghina kita? Allah yang memiliki surga, Allah yang memberi rezeki, Allah yang mengatur segala urusan kita.

3⃣ Tidak mensyukuri bahwa dibalik musibah ada karunia Allah

Ada seorang pelajar SMA naik motor, jatuh, terlindas tanganya sehingga harus diamputasi. Ketika ke sekolah, orang-orang turut prihatin, tetapi dia dengan tenang, “Masih banyak yang disisain Allah. Masih banyak dibanding yang diambil oleh-Nya?”. Apalagi yang penting iman kita tidak diambil oleh-Nya. Kita? Terlalu fokus dengan apa yang diambilnya, sehingga kita seringkali menderita. Bahkan kadang terlalu mendramatisir masalah.

4⃣Tidak sabar

Malam ada waktunya. Siang ada waktunya. Semua ada waktunya. Jangan ikut campur dengan urusan Allah.

Hujan pasti reda. Badai pasti berlalu. Semuanya ada waktunya.

Ketika anak menangis, sabar, pasti ada waktunya ia berhenti. Ketika kuliah, sabar, pasti ada waktunya lulus.

Ketika masih single, sabar, pasti ada waktunya berpasangan.

Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.

Tugas kita bukan memaksa Allah atas apa-apa yang sedang kita usahakan. Tugas kita adalah meluruskan niat, menyempurnakan ikhtiar, dan memasrahkan urusan dan tawakkal.

Sempurnakan ikhtiar seharusnya seperti Siti Hajar yang terus berbolak-balik dari Safa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Namun ternyata air keluar dari kaki anaknya, Ismail. Bagi kita ikhtiar adalah ibadah. Urusan hasil ada di tangan Allah. Jangan mengatur Allah, tetapi aturlah diri sendiri agar dapat menyempurnakan ikhtiar.

5⃣ Tidak jujur pada diri sendiri

Kita sering sakit hati karena kita tidak jujur pada diri sendiri. Ketika kita menghadapi masalah, seringkali kita berfokus pada orang lain yang kita anggap dzalim pada diri kita. Padahal orang lain hanyalah jalan sampainya apa yang Allah berikan kepada kita.

Ketika kita kehilangan dompet, fokus kita kepada pencopet yang kita anggap dzalim. Benar dia dzalim, tetapi itu urusan dia dengan Allah. Bertemunya kita dengan pencopet sudah pasti Allah yang mengatur. Dari sekian banyak, hanya satu orang yang kecopetan. Menaiki bus yang sama, bersebalahan dengan copet. Pertanyaannya? Kenapa kita dipilih untuk kehilangan dompet? Maka, kita perlu memeriksa diri, dosa apa yang kita lakukan sehingga dompet kita diambil oleh-Nya.

Q. S. Al Isra : 17
“Jika engkau berbuat baik kepada orang lain, maka sesungguhnya engkau telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan apabila engkau berbuat jahat kepada orang lain, sesungguhnya engkau telah menganiaya dirimu sendiri”

Tidak ada satupun keburukan yang menimpa kita kecuali buah dari keburukan diri sendiri.

Wallahu a'lam bishshawab.

Karena kami tidak sekedar memberi informasi tapi senantiasa untuk selalu menginspirasi��

Wassalaamu'alaykum Wr Wb

�� : mesjidui.ui.ac.id
�� : bit.ly/mesjidui
�� : @masjidUI

-mari sebarkan

No Response to "Seduhan Tauhid dari Tengah MUI"