Di Tebing Menatap Selat

sayup gemulai rerumputan
direncoki riuh tak bernada namun menentramkan batin
kuslonjorkan kaki di tepi muara
seyojana di sana kabut mengelupas

ternyata dirimu, kenapa y??
ini bukan lelucon tapi bukan juga paradox
sesosok yang pernah kudefinisikan
tatkala dalam hijauku kumasih bermain di pulau itu

nyalakan kompilasi notalgia
dimana sapaan pertama itu justru di pelabuhan
tapal batas sesaat menjelang aku digiring takdir kemari

lalu dijatuhkan sebuah misteri berselimutkan teka teki
sibakan gemericik tak tentu di pembuluh nadiku
dimana kau mulai mengepaki sayap berbegas berkemas
barulah aku sadari...

apakah aurum itu yang termulia? kupikir bukan
di tengah gundah melanda terjerat tanpa bisa kuelak
kepayang terjangkit presbiopi
sekitar tak lagi kusadari lantaran fokus padamu jauh di sana

seberapa pun daya ini diperas jadi nafas yang berampas
aku demam, menggigil terkompres limbah masa lalu
deraan merangsek di pusat syaraf terkuasai
hanya ada satu rongga sempit celah untuk obat
adakah kau penawarnya ???
01 + 010 + 1011 = ???


No Response to "Di Tebing Menatap Selat"