Dedaunan layu tanda kemarau mengepung
Setelah bergelimangan rengek dan isak
Wayahnya bermandi peluh pun tiba
Sekujur penat dan rembesan darah di leher
Teropongku menerawang lekukan di gang itu
Lirihnya kegoyahan dalam penjara pengasingan
Deraan panjang aroma kemerindingan
Lengkingan burung pemakan bangkai mengawasi
Menjepit distorsi sindiran
Seruling di sebelah sawah sempat pelipur gundah
Namun panah berkarat menancapi tanah nyaris rengutku
Apakah dia pasopati mengincarku kemanapun jejakku terbaca
Sebuah baratayudha di keheningan malam dan riangnya siang
Tempaan dulu sia belaka di kurusetra ini bertautan kebinasaan
Ah...aku sejenak terbius lamunan
Dimana segala kawan balut luka tanpa kupinta
Canda tersaji di dahan kupetik ranumnya kembang tawa perjuangan
Hendaklah itu jadi riil...tak sekedar pemanis angan
Bukan pula pemanis memori usang terselip entah kemana
Kalender berganti lelampuan pun makin usang
Mungkin...takdir belum sepakat dengan agendaku
Terserahlah walau takkan ada yang membela
Bagiku...kuwajarkan saja keacuhan kalian
Bahkan komentar pun pelit tuk dilontarkan kau sahuti
Genderang kengerian yang belum pernah ada
Tapi nalurimu pun tak peka
Bahkan buluk merinding pun hanya aku sedunia
Satu persatu taman khayal teramputasi
Lantas ... semua isi otak larut dalam semerbaknya fana
Kecanduan segala rupa fobia dan fatamorgana
Akankah sebuah pengecualian itu terpenuhi
Mimpi itu mengapung berlayar tuju pulau kenyataan
Dimana tertanam sekelumit bait doa yang khusyuk dipanjatkan
Cendrawasih di timur, angkasa di barat, rembulan di utara, bumi di selatan
Istana di pelupuk sebarang sayap tanpa bulu
Semoga yang terhidang di meja nanti poci, bukan penjalin
Uap gejolak sayupnya aspal terinjak keibaan ungu merah jambu
Semarak biru merapat ke dermaga perak
Cadasnya halusinasi bukit cemara
Semoga di balik pasak dan unggun itu terbaca kerindangan pribadi
ENTALPI MELONJAK
Minggu, April 04, 2010 by
ve
Posted in
Puisi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "ENTALPI MELONJAK"
Posting Komentar