Sriwijaya FC, dari Songket hingga Pelatih yang Push up

20 juni 2012 1700 pasca survey apgreding akbar...
stasiun antv menayangkan laga sriwijaya Fc versus Persela Lamongan yang berakhir dengan skor 3-0.
Sriwijaya FC juara ISL 2011/2012 # kalimat ini persis aku ketik beberapa detik setelah peluit akhir pertandingan tersebut.

Sekilas aku masih ingat di sebuah majalan nasional 5 tahun lalu dimana aku melihat profil beberapa pemain timnas Piala Asia 2007 yang klub asalnya adalah Sriwijaya FC, yaitu Charis Yulianto, Firmansyah, Ferry Rotinsulu. Sriwijaya FC? tim mana itu? Aku saat itu termasuk pasif terhadap perkembangan sepakbola Indonesia. Kemudian aku mencari informasi tentang tim ini, hingga aku menemukan infonya di internet. Kostum kuning dengan songket merah menjadi ciri khas yang langsung membuat saya suka. Keren pisanlah. Dan meskipun aku berasal dari Kabupaten Tegal, saya menjadi fans Sriwijaya FC.
 



Laga televisi pertama SFC yang aku tonton adalah Persija vs Sriwijaya FC di Lebak Bulus yang diakhiri senyum di kubu lawan 4-2, padahal dua kali Laskar Wong Kito unggul. Tapi feeling jituku mengatakan SFC-lah yang akan tersenyum di akhir kompetisi. Di akhir putaran kedua Divisi Utama Ligina XIII Sriwijaya lolos ke 8 besar sebagai pemuncak klasmen akhir Wilayah Barat, padahal di situ bercokol pula Persib Bandung, Persija Jakarta, Persik Kediri, PSIS Semarang, Persik Kediri yang notabene tim papan atas yang pernah menggondol gelar juara Ligina di tahun-tahun sebelumnya.

Di tengah kompetisi terdapat pula penyelenggaraan Copa Indonesia dimana di babak 8 besar SFC berpapasan dengan PSMS Medan. Laga pertama di Stadion Teladan SFC dipecundangi 0-2, namun tanpa dinyana di Stadion Jakabaring, Palembang, SFC berpesta 4-0 sehingga lolos ke semifinal dengan Pelita Jaya Purwakarta tampil sebagai penantangnya. Darah muda Pelita membuat laga harus diakhiri dengan adu penalti. Skornya aku lupa, yang pasti Ferry Rotinsulu tampil sebagai man of the match. Final bertempat di Gelora Bung Karno, Jakarta menjadi laga yang dramatis, sempat tertinggal, SFC berhasil menggiring Persipura Jayapura ke opera adu penalti. Kembali Ferry menjadi penentu kemenanga. Copa Indonesia III menjadi trofi pertama Sriwijaya FC. Dan yang menjadi kesan mendalam di final itu adalah berlangsung sembari "Night to Remember" berupa malam keakraban OSIS-MPK kepengurusan 2006/2007.

Di babak 8 besar Ligina XIII SFC tergabung di grup I dimana yang menjadi rival adalah Arema Malang, Persiwa Wamena, dan PSMS Medan. Melalui berbagai rintangan, SFC tampil stabil untuk menantang Persija di semifinal. Di laga ini SFC mampu menyudahinya dengan 1-0 melalui gol Keith Kayamba Gumbs. Laga pemuncak sebenarnya terkesan hambar karena menjadi laga usiran di Stadion Si Jalak Harupat, Kab. Bandung. Anoure Obiora, Keith Kayamba, dan Zah Rahan menjadi kartu truf untuk menjadikan Sriwijaya FC juara Liga Indonesia XIII menaklukan PSMS Medan di final yang juga bertajuk Derby Andalas/Sumatera. Final itu juga aku ingat sebagai penitipan hati yang kemudian aku pungut kembali.



Walaupun tidak 100%, aku cukup hafal dengan beberapa pemain SFC, ada Ferry Rotinsulu, Renato Elias, Warobay, Firmansyah, Wijay, Alamsyah Nasution, Amrizal, Benben Berlian, Charis Yulianto, Zah Rahan Krangar, Keith Kayamba Gumbs, Anoure Obiora, Lenglolo, Isnan Ali, Oktavianus, Korinus Fingkrew, dengan pelatih Rahmad Darmawan. Tak ayal, prestasi ini menjadi rekor tersendiri, belum ada tim yang bisa meraih double winner Copa dengan Liga sekaligus. Katanya sih memang pernah ada tim yang bisa menyandingkan Piala Galatama dengan Liga Galatama, yaitu Kramayudha Tiga Berlian, kebetulan dari Palembang juga nih, namun jelas perjalanan menjadi juara di Ligina dan Copa merupakan perjalanan panjang. untuk juara liga saja harus melewati 34 laga di wilayah Barat, lalu 3 laga di grup I 8 besar, sepasang semifinal-final, artinya untuk meraih trofi Ligina, SFC telah menebusnya dengan 39 pertandingan. Wowww

Musim kedua SFC sejak saya menyukainya berlangsung mulai tersendat. Mulai dari laga perdana Indonesia Super League (ISL, sebagai revolusi dari Ligina) yang berakhir imbang 2-2 versus Persipura Jayapura hingga laga pamungkas di Stadion Mandala, Jayapura dimana Persipura membantai SFC 1-4 sekaligus menahbiskan mahkota Juara ISL 2009, sungguh menyakitkan, namun kontroversi lebih dahsyat muncul kemudian. Pada laga final Copa Indonesia IV yang mempertemukan dua tim ini lagi, SFC yang unggul 1-0 harus meneruskan pertandingan tanpa lawan yang memilih WO karena kecewa dengan peforma wasit. Gelar kedua yang agak 'asrep'. Di ajang Liga Champions Asia pun kita babak belur dengan 5 laga berakhir pembantaian, hanya saja di laga pamungkas di Jakabaring, kombinasi M. Nasuha dan Zah Rahan memberikan obat kemenangan pelipur lara 4-2. Di musim ini beberapa pemain baru yang masuk antara lain M. Nasuha, Ngon A. Djam, Nyeck, Budi Sudarsono, Joel Tsimi. Kembali final yang berkesna terjadi dimana final berlangsung di sela-sela Benchmark BEM 2009 ke Yogya.

Menjelang pergantian musim dilakukan sayembara untuk logo baru SFC dan terpilihlah logo di samping. Elegan sekali, itu pendapat saya ketika pertama kali melihatnya.

Musim ketiga yang ternyata menjadi musim pamungkas bagi era Rahmad Darmawan. Kondisi tim mulai tidak seantusias di awal eranya. Noda insiden 4 pemain dengan suporter menjadi klimaks kemelorotan prestasi SFC yang syukurnya diakhiri dengan gelar perpisahan kepada RD dan sejumlah pemain pilar berupa Trofi Piala Indonesia (ex-Copa Indonesia) dengan memukul beruntun Persebaya Surabaya, Persipura (adu penalti lagi), dan Arema Indonesia. Gol Pavel Solomin menjadi penutup laga keras tersebut yang berlangsung di Stadion Manahan, Solo. Kedatangan pemain baru seperti Arif Suyono, Pavel Solomin, Precious Emajuere, Rahmat Rivai menjadi letupan prestasi terakhir, Agak ironi dimana selain Arif ketiga pemain lainnya langsung hengkang seiring berakhirnya era RD yang diekori hijrahnya Charis, Warobay, Isnan, Amrizal, Zah, Obiora dbl (dan beberapa lupa). Dan kembali laga final di tempat berkesan terjadi, yaitu di RS Islam Harapan Anda :( sedih bangetlah...hahaa... tapi laga-laga pra-final aku ikuti beritanya selama Geladi di Pekalongan hingga datanglah demam berdarah itu...hikzz.hikzz...



Era baru pun tiba, Ivan Kolev menjadi nahkota. Bintang-bintang senior pun digaet, yaitu Firman Utina, M. Ridwan, Mahyadi Panggabean, Ponaryo Astaman, Supardi dan dikombinasikan dengan Octavianus Maniani, Claudiano Alves, Ahmad Jufriyanto, Gunawan Dwi Cahyo, Thierry Gathuessi, Rendy Siregar. Sebutan dreamteam sangat tepat disematkan pada SFC musim itu. Duo gelar pra-musim, yaitu InterIslandCup mempecundangi Persiwa di final dan Shield Community versus Arema Indonesia menjjadi gebrakan trofi di awal.
Namun naasnya kegagalan juara disempurnakan dengan dibatalkannya Piala Indonesia musim itu. Well, kondisi porakporanda tersebut tampaknya mengindikasikan era kejayaan itu benar-benar telah lewat. Satu-satunya senyuman penutup adalah keberhasilan menuju perdelapan final AFC Cup.




Di musim 2011/2012 dengan berbagai polemik PSSI, SFC memutuskan tampil di ISL, bukan di IPL (Indonesia Primer League), pertimbangan sejarah, legalitas jalur pembentukan kompetisi, kualitas PT LI, dan kualitas rival menjadi 4 alasan utamanya. Namun nahkoda muda bernama Kas Hartadi menjadi faktor yang membuat tidak banyak yang menjagokan SFC mendominasi musim ini. Dia secara mengejutkan pun diduetkan dengan Gumbs sebagai asistennya. Sebagian besar pemain dipertahankan meskipun muncul juga pemain baru yang memberi secerca harapan, yaitu Siswanto, Hilton, Nova, Syamsul Chaerudin, Jamie Coyne, Risky Novriansyah, Septia Hadi, Rifky M. Secara mengejutkan SFC tampil sangat dominan, beberapa kali mereka menang atas lawannya dengan selisih gol di atas 2. Raihan poin terus didulang hingga akhirnya laga versus Persela Lamongan menjadi penentu gelar juara ISL 2011/2012 yang dalam 4 laga sisa tidak bisa dikejar lagi oleh Persipura sebagai pesaing terdekat. Sebagai catatan hingga saat ini, SFC mencatatkan rekor 20 laga tak terkalahkan, weww.




Serangkaian peristiwa unik yang menjadi kesan mendalam di musim adalah kreativitas mereka dalam selebrasi gol. hal ini diinisiasi Gumbs (yang menjadi musim terakhirnya). Mulai dari bertopeng dan memanjat gawang ala Spiderman, kemudian naik motor yang bermotif songket Palembang, ada juga mendayung perahu, foto narcis (kalo yang ini justru si Firman Utina yang paling ketje), hormat pemain. Hal ini diikuti pemain lain seperti Ridwan yang langsung tiup lilin pada pertandingan yang bertepatan dgn ultah Singamania dan Supardi yang "lancang" menyuruh si pelatih Kas Hartadi push karena dialah yang mencetak gol. Trus apa lagi y? ntar aku tambahkan





Semoga SFC tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tapi juga masa depan persepakbolaan Indonesia

No Response to "Sriwijaya FC, dari Songket hingga Pelatih yang Push up"