အလည်အပတ် di Tachileik, Myanmar [part-2]

Alhamdulillah sampai di depan, artinya kami perlu menyiapkan dokumen-dokumen agar diizinkan mengunjungi Tachileik. Sekadar informasi, paspor kita akan ditahan untuk memastikan kita tidak keluyuran keluar Tachileik, misalnya ke Yangon, atau malah ke India. Memang, secara umum sebagai WNI yang otomatis termasuk ASEAN, kita tidak dikenakan biaya visa. Namun, hal tersebut hanya berlaku bila kita datang ke Myanmar lewat udara. Jika lewat darat, kita wajib membayar 500 Bath per orang. Sekitar 200-250 ribu rupiah. Eh, Myanmar memakai Bath gitu? Yups, terutama daerah perbatasan di Tachiliek ini tidak mempermasalahkan pemakaian Bath. Jadi tidak perlu mencari-cari money changer. Memang agak mahal [dengan uang segitu, saya sudah bisa dapat 4-5 kaos bola di sekitar Stadion Persib huhuu], tapi saya melihat kesempatan langka ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Saya juga belum/bahkan tidak punya rencana berkunjung ke Myanmar lagi karena akses yang terbatas, anggaran juga sih hohoo. Lagipula, masih ada 16 provinsi lain di Indonesia yang belum pernah saya singgahi.


Ini semacam tugu pahlawan yang arsitekturnya unik lantaran membentuk bulatan-bulatan melingkar. Tampaknya memang ini khas Myanmar karena huruf mereka membentuk buletan-buletan yang bagi saya sih sangat tidak bisa dibedakan. 

Mampi menyeruput jus di sini, lihat hurufnya, bahkan huruf/aksara Jawa pun tidak semirip ini antar-hurufnya.

Mampir di salah satu pagoda di sana, sayang saya lupa namanya, tapi arsitektur bangunannya sangat kece. Berbagai pernak-pernak diukir, dipahat, dan ditayangkan di pagoda ini.

Humaira si penyayang fauna tampak mengamati segerombolan burung dara di pelataran sebuah pagoda

Salah satu patung yang mengambil konsep persegi dan empat sisi. Yang paling saya suka adalah bentuk selempang yang megelar di tangan tiap patung tersebut.

Teringat bentuk rumah daerah di Indonesia hohoo


Berikutnya kami mampir ke pagoda Shwedagon, tapi bukan yang ada di Yangon. Bisa dibilang ini adalah miniatur yang juga berfungsi sebagai tempat ibadah penganut Budha di Tachileik. Tahan panas menjadi syarat mutlak mengingat pagoda ini dibangun dengna latar keramik. Jika ke sini saat siang hari, fuihhh puanase polll. Ini objek yang wajib dikunjungi juga karena kita bisa mempelajari bagaimana situasi sosial dan kesenian khas Myanmar. Eh, kalau dipikir-pikir bentuk pagodanya agak mirip yang di film Mortal Kombat ya..lah ketahuan deh umur saya hohoo. Btw juga, saya tidak memaksakan diri untuk bertanya atau bahkan nekat memasuki isi pagoda tersebut. Sederhana, ada faktor religi yang harus kita hormati.


Totally, it's so amazing journey with them

Kain semacam sarung menjadi bagian dari seragam sekolah. Kalau di sini hal seperti itu hanya ditemukan di pesantren.

Objek ketiga yang kami kunjungi adalah kuil yang masih saya cek apa namanya. Bentuk hijaunya bikin adem. Apalagi saat ini agak mendung. Ya terasa sendu-sendu gitu hohoo.

Numpang meninggalkan jejak histori

Di awal saya bercerita bahwa paspor kita ditahan, lantas apa bukti kalau kami diizinkan masuk? Ini dia jawabannya. Semacam surat keterangan yang sederhana. Kalau hilang ya wassalam.

Alhamdulillah sehari [malah kalau dihitung bersih cuma 3-4 jam saja] kami di Myanmar. Jelas terlalu singkat untuk mendeskripsikan bagaimana Myanmar secara keseluruhan. Apa yang kami temukan di Tachileik belum tentu ditemukan pula di daerah Myanmar lainnya. 

Demikian ini perjalanan singkat yang hanya berjam-jam saja di Myanmar. Ini merupakan alternatif berkunjung ke Myanmar yang relatif murah yaitu 'melipir' dari pucuk Thailand. Oh ya, harap dicatat bahwa Thailand memberlakukan jatah masuk via darat sebanyak dua kali dalam setahun. Perhatikan jika ada rencana menuju ke atau berangkat dari Malaysia ataupun Laos di tahun yang sama.

#ArfiveMyanmar

No Response to "အလည်အပတ် di Tachileik, Myanmar [part-2]"