Social Networking, perlukah jadi mata kuliah

Sosial Networking...tampaknya bukan hal yang "mahal" di Indonesia saat ini... ya meskipun saya belum punya plurk, kurang aktif di twitter, friendster udah ga nongol lagi, tapi kali ini hanya ingin menyampaikan pemikiran saya tentang sosial network...
social, sebuah kondisi dimana ketoleransian diperlukan karena berbagai tipe karakter dan tujuan bertemu...
network=jaringan, bisa dibilang ini mengacu ke mata kuliah yang semester depan saya ambil.. jarkom sendiri diaktegorikan ke dalam ilmu eksakta

Intinya adalah social network merupakan suatu kondisi sosial yang dibangun melalui jaringan eksakta. Hmm, definisi di atas merupakan pemikiran yang sempit memang...
Beberapa konflik mudah terjadi, baik dalam kondisi berawal, maupun dibahas lagi maupun bentuk-bentuk yg lain pada social network. Seringkali status "marilah saling menghargai" menjadi upaya dalam kondisi "iddah" (baca:deadlock). Padahal dalam jaringan komputer terdapat protocol sebagai ruler, begitu pula kehidupan social yang menggunakan norma sebagai nilai yang parameter sopan santun bermasyarakat. Namun fakta juga berbicara bagaimana anak prodi saya yang nampaknya kecepatan neuron di jemarinya lebih kencang ketimbang kecepatan neuron di lidah menjadikan kelihaian berkomentar dan berpendapat di forum-forum social network lebih tersalurkan hajatnya dengan senjata (bukan) pamungkas, yaitu keyboard.. Well, hal tersebut menjadi kontroversi, eh lebih tepat disebut pro dan kontra.

Berbagai alasan pun berkecamuk. Ada yang berpendapat "jangna terlalu kolot" "sedikit bebas berbicara sih kenapa?" ataupun yang dilabeli 'doa yang mengutuk' seperti "yang ngapus thread ini ga dapet istri" "yang ngapus thread ini sok-sokan"...well (lagi) kalo dikatakan sok-sokan maka itu hal yang relatif, namun bila sumpah serapah yang terucap adalah perkara yg privat maka justru menunjukkan ketidakintelektualan komentator, "ga dapet istri", lha siape ente? tuhan? bukan kan... Istri, anak, merupakan takdir mubram yang udah diatur ama Allah..mendoakan homo, dikencingi kecoa, wah wah wah...dapet previledge sebagai apa saudara? orang teraniyaya yang manjur doanya tanpa buffer? Social networking memang menjadi candu untuk mengobral emosi, perang urat syaraf dan pamer kedewasaan.

Sebuah forum fenomenal di fakultas saya pun menjadi makin fenomenal dengan berbagai penilaian subjektif, ada yang berpendapat "pertanyaannya ga mutu", "manja" dan sejenisnya... Fasilitas yang mudah dalam penggalian informasi tersebut memang menyebabkan mudahnya kita lebih lepas kendali dalam menanyakan hal yang sebenarnya sudah ditanyakan maupun menanyakan hal yang abu-abu (dibilang berbobot iya, dibilang tidak juga iya). Padahal dengan mudahnya menghapus komentar, maka validitas forum social networking sebagai media informasi resmi masih dalam fase tidak sevalid website institusi...percayalah pada saya kali ini.. Mekanisme penggalian informasi tampaknya perlu pemahaman, tidak sekedar instruksi, mengenai alur yang tepat agar proses pemanfaatanna berjalan semestinya. Mana jalur yang harus dipergunakan berdasar tingkat legalitas dan validitasnya, kemudian bagaimana pula pertanyaan yang sudah ada bisa diketahui sehingga tidak menimbulkan redudansi informasi yang menyebabkan pemahaman informasi tersebut mungkin aja terpotong. Mungkin saja media informasi tersebut nantinya dikonversi menjadi model mading event dan pengumuman dimana tidak ada komen.

Yang pasti social networking menjadi media pembelajaran softskill yang "so sweet", ada pahit dan asinnya juga, namun bagaimana kit amemahami porsinya. Terlepas dari perlu atau tidaknya social networking menjadi mata kuliah (yang tidak sebatas membuat tapi jgua mengelola dan memahami etika pemanfaatannya), sarjana informatika perlu memahami etika hidup sosial dan pandai-pandai menggali hikmah dari tiap yang terjadi di sekitarnya. Etika hidup sosial juga disertai pemahaman mengenai berbagai aturan hukum yang berlaku di social networking, seperti hak cipta, aturan berbahasa dengna batasan vo'cabul'ary tertentu. Kalaupun tidak diajarkan sebagai mat akuliah maka perkenankan kit asaling mengingatkan dalam kebaikan.

Yogyakarta, 24 Januari 2012
-penulis adalah anggota Masyarakat Jurnalistik ITT-

No Response to "Social Networking, perlukah jadi mata kuliah"