Akreditasi Ormawa, masih pantas??

Sejarah pernah mencatat bahwa bagian kemahasiswa IT Telkom pernah menyelenggarakan akreditasi ormawa sebanyak 2 kali dalam rentang 3 tahun. Dalam rentang itu pula ketidaksamaan persepsi terus menggelayuti antara esensi vs formalitas. Bukan tanpa sebab tentunya, perdebatan ini lebih dikarenakan adanya arus visi yang kurang sesuai. Mengapa demikian?

Pertama mengenai analisis stakeholder. Ide akreditasi ini merupakan gagasan dari bagian kemahasiswa. Ide yang brilian sebetulnya, kenapa? karena bertujuan untuk mengevaluasi kondisi tiap ormawa dengan mempeprhatikan berbagai faktor yang berujung pada klasifikasi akreditasi ormawa. Output rencana tersebut lebih mendapat sorotan mengenai "bakal dapat sekre/inventaris barukah?". Belum lagi peran BEM sebagai mediator ide tersebut yang (boleh dibilang) belum maksimal memahami arti dari sebuah penjagaan kualitas. Saat itu, yang terpikirkan hanya sebagai mediator dan mediator, maklum saja karena tak sedikit yang memasang kecurigaan bila ada keberpihakan, sebuah kecurigaan yang pernah terbukti. Di satu sisi, mediator ini memang menunjukkan objektivitas, namun di sisi lain, menjadi peluang blunder ketika tidak dijadikan kesempatan BEM untuk ikut serta mensupervisi kualitas ormawa. Padahal dengna peran sebagai motor KBM, menjadikan BEM punya peran sentral untuk mendorong ormawa mencapai kualitas tertentu sesuai visi KBM. Belum lagi dukungan pejabat di atasnya (rektorat dan dekanat) yang belum sejalan untuk menerapkan ide ini. Maka tidak heran rencana pasca akreditasi bersifat mengawang-awang, antara beneran ada atau hanya manis diplomatis. Bahkan pengumuman hasil akreditasi pun disikapi dingin sehingga tidak memberi dampak yang masif.

Padahal akreditasi ormawa sendiri (menurut hemat saya) menurut ide yang cemerlang. Mengapa?

Kenyataannya tidak ada standar (umum dan khusus) yang menstandarisasi kondisi ormawa di KBM
Memang, tiap ormawa mempunyai ke-khas-an dalam tata kelola organisasinya. Namun tentunya ada hal-hal umum yang menjadi pentunjuk seberapa kuat kondisi di ormawa tersebut, khususnya berkaitan dengan aspek infrastruktur formal seperti alur kaderisasi, mekanisme komunikasi, hingga penyelenggaraan administrasi.

Menyelaraskan pergerakan ormawa sesuai dengan visi misi kampus
Akreditasi sebenarnya merupakan suatu teknik formal untuk mengarahkan objek menuju ke kondisi yang dianggap berkualitas oleh penyelenggaranya. Standar webometric misalnya yang mengarahkan pemilik website suatu kampus akan membangun website-nya sesuai standar webometric karena standar itulah yang menjadi patokan yang diakui. Demikian pula akreditasi kampus yang memegang peranan dalam mengarahkan ormawa mendukung realisasi visi dan misi kampus.

Pemetaan permasalahan di dalam ormawa
Cara terbaik meningkatkan kualitas adalah mengidentifikasi secara rinci permasalahan yang ada. Singkatnya ketika akan memajukan suatu ormawa, perlu dilihat kondisi masing-masing item, misalnya aspek ketertiban program kerja, kualitas SDM, ketersediaan TIK. Dengan mengenali masalah di tiap bidang maka dapat lebih mudah mencari solusinya dibandingkan melihat kesemrawutan secara global.

Tiap ormawa dihadapkan kenyataan sebagai wadah menuju kematangan pengelolanya yang berstatus mahasiswa (yang menuju kelulusan). 
Akreditasi ormawa dapat diibaratkan sebagai simulasi si mahasiswa menuju dunia kerja yang dituntut kualitas tertentu, bahkan di dunia kerja sendiri terdapat berbagai standar kualitas berupa sertifikasi, seperti CMII, CISA, PMP, CCNA, dll, termasuk juga yang bersifat kolektif organisasi macam ISO. Semua sertifikasi tersebut perlu persiapan di berbagai aspek. So, bukankan akreditasi ormawa merupakan latihan yang menggiurkan dalam membekali kapasitas pengurusnya?

No Response to "Akreditasi Ormawa, masih pantas??"