TEMPORARY glory

Alasan saya menggemari sepakbola adalah banyaknya nilai filosofis yang saya dapatkan di dalam olahraga. Tidak sekedar menggocek bola ataupun mengirim umpan matang, tapi juga tentang kejayaan yang ya...hanya sebentar alias temporary glory

Sejarah mencatat Persis Solo pemegang rekor jumlah juara perserikatan terbanyak, yaitu 7 kali di tahun 1935, 1936,1939, 1940, 1942, 1943, 1948. Bisa dibilang di dekade 30-an dan 40-an, mereka adalah tim paling trengginas. Tapi itu sekitar 8 dekade lalu. Kenyataan kini, walau rekor mereka belum tumbang, mereka masih berupaya merangsek di tengah Divisi Utama Ligina, sebuah kasta di bawah ISL.

Real Madrid, penguasa lima gelar beruntun di lima edisi perdana Piala Champion pun harus menantikan gelar keenam setelah mengalami puala gelar ini selama enam musim. Tak cukup di situ, gelar ketujuh baru mekar setelah paceklik 32 musim.

Begitu pula kedigdayaan FC Barcelona, peraih 3 juara Liga Champion dalam rentang 6 musim, bahkan dari tahun 2008 hingga 2013 klub ini mampu mencetak rekor 6 musim beruntun lolos ke semifinal Liga Champion. Tapi musim ini? Bisa dilihat di wikipedia #gategacerita

Liverpool vs Manchester United, dua klub yang kisahnya di English Premiere League bertentangan. Yang pertama belum pernah merasakan gelar juaga EPL (18 gelar Liverpool saat berstatus Divisi Utama sebagai kasta tertinggi), sebaliknya dengan MU yang menjadi dominator trofi kompetisi ini. Namun apa yang terjadi hingga hari ini di musim ini? Liverpool menjadi pemegang 'kaos kuning' alias pemilik garis terdepan gelar juara musim ini. MU? Peringkat 7 sudah menjadi indikasi 'ada perbaikan' :)

Begitupun kisah dua klub sebelumnya, yaitu FC Barcelona dan Real Madrid.
Di awal musim, fans Barca bersorak menyaksikan geliat Neymar yang tampak padu dengan Messi, Alexis, dan Pedro. Gareth Bale? Atlet tendang bola termahal di dunia milik Madrid malah nampak kepayahan menjalani laga-laga awalnya. El clasiso jilid pertama membuktikan bahwa Neymar lebih rancak daripada Bale. Namun memasuki tengah musim, kedua pemain itu seolah bertukar rating. Bale menanjak stabil dan klop dengan permainan tim Madrid ala Ancelotti, bagaimana dengan Neymar? Transfernya bermasalah dan secara statistik gol kalah dibandingkan Alexis maupun Pedro (yang lebih sering dicadangkan) bahkan jumlah assist pun Fabregas masih unggul.

Secara tim Barcelona mulai menjungkalkan Madrid pasca el clasiso kedua, apalagi pasca laga itu, Madrid malah dijungkalkan Sevilla sehingga peringkat dua diserahkan pada Barca. Sejumlah pengamat pun memprediksi musim Madrid di La Liga sudah tamat, tinggal Atletico vs Barcelona. Tapi lagi-lagi kejayaan sesaat itu terbukti. Barcelona harus gigit jari lantaran terekstradisi dari pacuan Liga Champion gara-gara kurang satu gol dan Madrid malahan lolos ke semifinal lantaran punya tabungan satu gol lebih banyak dari Dortmund. Tak cukup di situ, kekalahan atas Granada memuluskan kudeta balas dendam Madrid terhadap Barca. Sudah sampai di situ? Dini hari tadi, gol Bale berhasil mengunci kemenangan atas Barca dalam final Copa del Rey.

Terlihat bukan betapa manisnya kejayaan itu sangat fana?

No Response to "TEMPORARY glory"