Bisakah Palestina Merdeka Pasca-KTT LB OKI lalu?

Helatan The 5th Extraordinary OIC Summit belum lama berselang. Bayang-bayang mesranya relasi negara-negara dengan basis penduduk Islam hangat membekas. Suasana langka mengingat di belahan bumi sana sejumlah negara dengan mayoritas muslim dirundung prahara, yaitu Irak dan Suriah. Hanya saja di pertemuan kali ini fokus agenda ada pada isu Palestina dan Masjid Al Aqsa. Indonesia selaku tuan rumah memang terkesan mendadak dalam menyelenggarakannya, setidaknya dibandingkan dengan Peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika. Gaung agenda ini memang jauh dari hingar bingar. Padahal isu Palestina sudah menjadi isu terdepan bagi berbagai organisasi sosial yang beridentitaskan Islam, termasuk sejumlah partai bernafaskan Islam. Barangkali jika dipersiapkan lebih matang, rasa-rasanya helatan ini bakal menjadi sinergis antara pemerintah dengan masyarakat yang lebih solid. Secara pribadi berharap Presiden Joko Widodo menjadikan helatan ini sebagai langkah konkret untuk memenuhi ucapan janjinya dalam pencalonannya sebagai presiden terkait isu politik luar negeri, khususnya Timur Tengah.

Perjuangan kemerdekaan Palestina masih sangat jauh dan berliku. Pernyataan di media oleh berbagai pemimpin negara sesama anggota OKI tentu tidak serta merta menjadikan kemerdekaan Palestina mutlak diperoleh. Dunia internasional masih belum mencerna makna "egaliter" lantaran dominasi negara-negara superior di kancah diplomasi politik PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa). Jangankan Palestina yang belum diakui oleh 5 negara pemegang hak veto di PBB, nasib Chechnya dan Ossetia saja masih menjadi angan lantaran masih ada satu dua pemegang veto yang "seenaknya" memainkan "kartu trufnya". Permasalahan Palestina semakin pelik mengingat badai di daerah Timur Tengah belum juga reda. Prahara di Irak dan Suriah makin menguras ketahanan negara-negara Islam yang sebelumnya telah "dipreteli" melalui ambruknya Mesir dan Libya. Tapi isu Palestina tentu memperoleh "keistimewaan" karena dua hal. Pertama eksistensi Masjid Al Aqsha dan kedua faktor konflik "abadi" negara-negara Islam versus Israel, negara yang mencaplok wilayah Palestina. Campur tangan Israel di politik kasat mata Amerika Serikat dan Inggris menjadikan kedua negara tersebut sulit berperan objektif dalam menangani konflik berskala internasional.

Tapi belum saatnya "mati" jika kita belum "wafat".
Orang mungkin bertanya "kenapa sih sok sok ngedukung Palestina?"
Orang mungkin bertanya "kenapa nggak bersikap konkret dengan membenahi urusan dalam negeri dulu?"
Orang mungkin bertanya ini itu banyaklah
Tapi tugas kita bertindak nyata, bukan sibuk menjawab jika kita sudah tahu hanya menyulut debat

No Response to "Bisakah Palestina Merdeka Pasca-KTT LB OKI lalu?"