Sejengkal Tepisan dari Kang Emil 2016

Isu yang mengasapi bumi Kota Bandung sementara ini mulai reda. Maklum, warga Kota Bandung kelewat heboh menggunakan socmed yang berisi kebanggaan atas perkembangan kota mereka dalam beberapa tahun terakhir. Tentu faktor siapa wali kotanya menjadi salah satu pendorong kebangkitan Kota Bandung di blantika humaniora perkotaan Indonesia. Sebelumnya Kota Bandung merupakan rival Kota Bogor untuk urusan kemacetan angkot. Pasukan D-19 (sebutan angkot di Bandung Raya karena semuanya memiliki huruf plat D dan diawali angka 19) tidak kalah jumlahnya dibandingkan dengan pasukan F-19 (F adalah plat khas Bogor Raya yang juga sama-sama diawali angka 19). Urusan kumuhnya perdagangan jalanan, Bandung tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Julukan Kota Kembang sudah lama ditanggalkan. Namun perlahan Kota Bandung bangkit dan mulai merangkak menjadi pusat pariwisata dan ekonomi kreatif. Dukungan masyarakat jelas menjadi faktor pendorong yang sebetulnya dipicu oleh sikap sang wali kota yang gemar dan tak bosan menjadikan kedekatan dan kekuatan sosial sebagai modal memperbaiki Kota Bandung. Sang wali kota ini tidak mengandalkan tangan besi dalam menata birokrasi, jarang umpatan dan ancaman tercetus dari lidahnya. Prestasi demi prestasi menghampiri Kota Bandung, baik yang sifatnya birokratif maupun non-birokratif.

Persib sebagai klub kebanggaan Kota Bandung akhirnya pecah telor menjadi juara Liga Indonesia 2014. Persib juga mengakhiri puasa laga tanpa Viking-Bobotoh di GBK setelah sang wali kota bertandang ke markas The JakMania. Sebuah langkah konkret yang tidak pernah dilakukan walkot-walkot sebelumnya, yang ironisnya kerap menjadikan Persib sebagai senjata kampanye politik. Piala Adipura juga menjadi ganjaran tersendiri setelah lama Kota Bandung berkubang di jajaran kota terkotor di Indonesia. Tidak perlu susah mencari alasan mereka bisa menggapainya karena dalam Kota Bandung terlalu banyak punya taman. Segala bentuk perizinan mampu dipangkas lewat senjata TIK, gagasan yang tepat karena penetrasi internet di Kota Bandung memang cepat (solusi yang belum tentu pas di daerah lain jika penetrasi internet-nya kurang stabil).

Warga sekitar Kota Bandung, terutama di Bandung Raya, bahkan hingga Jabodetabek mulai dilanda iri. Bukti nyata adalah kemacetan yang pecaaahhh di saat libur panjang terhampar di pintu tol Padalarang. Tujuan mereka tidak melulu Kota Bandung, karena beberapa objek wisata ada di Kota Cimahi, Bandung Barat, dan Kab. Bandung. Tapi gembar-gembor Kota Bandung membuat batas administrasi tidak terlalu diperhatikan. Intinya mereka mau ke Bandung, titik.

Perlahan namun pasti sikap membanding-bandingkan antara kota mereka dengan Kota Bandung kerap terjadi. Hanya saja, meng-"impor" wali kota Bandung ke kota kabupaten di Jabodetabek jelas kecil kemungkinannya. Saya pribadi belum menemukan kasus seorang walikota/bupati menjadi walikota/bupati di daerah lain. Dari sisi politik pun, menjadi wali kota Bandung lebih menggiurkan daripada walikota Bogor, walikota Depok, walikota Tangerang Selatan, atau bahkan 6 walikota di kota-kota pada DKI Jakarta. Khusus DKI Jakarta, sosok walikota tidak akan pernah dikenal publik kecuali kalau mereka kena kasus korupsi ataupun berantem dengan gubernur DKI Jakarta. Karena itu jika ada yang tidak beres dengan Jakarta, ataupun sesuatu hebat macam penggusuran kawasan "lampu merah", maka yang diburu wartawan adalah sosok gubernur DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta? Ya, ini adalah jabatan paling populer di Indonesia setelah Presiden dan Wakil Presiden RI. Anak kecil seukuran SD atau SMP mungkin tidak tahu siapa Ketua MPR, DPR, ataupun Mendiknas, tapi mereka (kemungkinan besar) tahu siapa gubernur DKI Jakarta. Pernah adakah sebuah pemilihan gubernur yang sampai menggiring seorang gubernur petahana dari pulau seberang, seorang mantan bupati dari pulau seberang, plus seorang walikota provinsi seberang untuk ikut berpartisipasi dan itu mereka melawan petahana? Barangkali pilkada DKI Jakarta 2012 mencatatkan rekor tersendiri karena bisa menggoda gubernur Sumatera Selatan, mantan bupati Belitung Timur, dan walikota Surakarta untuk meramaikannya. Jika sampai Kang Emil maju dan terpilih sebagai gubernur DKI maka rekor tersendiri sebuah provinsi dipimpin secara beruntun oleh 3 mantan walikota/bupati dari luar provinsi tersebut. Apakah ini tanda Jakarta sangat inklusif ataukah indikasi krisis kepemimpinan? Semua tergantung sudut pandang.

Permasalahan di Kota Bandung sebelum Kang Emil menjabat banyak kemiripan dengan provinsi DKI Jakarta saat ini. Maka tidak heran beliau digadang-gadang sebagai calon gubernur favorit untuk DKI Jakarta. Pengalaman profesional berbagai proyek di Jakarta, kecakapan negosiasi laga final Persib di GBK, hingga kemajemukan masyarakat Jakarta jelas menjadi "kabel" yang memanasi tensi isu majunya Kang Emil di Pilgub mendatang. Namun sementara ini isu itu mampu diberangus lewat berbagai argumen panjang yang intinya satu "menuntaskan amanat sebagai walikota Bandung". Sejati alasan menuntaskan amanat merupakan hal yang sangat saya apresiasi. Alasannya satu, dia berarti siap mempertahankan janji alias kontraknya sesuai durasi sebagai pelayan publik dan juga menepati sumpah yang konon diucapkan saat Al Qur'an memayungi kepalanya.

Sementara, ya hanya sementara, karena di dunia politik semua bisa terjadi. Mantan calon gubernur DKI Jakarta juga pernah berujar akan menyelesaikan masa jabatannya sebagai gubernur jika terpilih. Tapi "calon gubernur" berbeda dengan "gubernur" yang akhirnya #ahSudahlah. Setahu saya Kang Emil tidak terafiliasi dengan parpol manapun walau ada beberapa partai yang kerap membajak wajahnya untuk diklaim sebagai kader mereka. Namun posisi walikota adalah jabatan politik dan dikelilingi oleh iklim politik. Harapan saya, komitmen Kang Emil di 29 Februari 2016 kemarin masih sama hingga akhir masa jabatan nanti. Apakah akan menjadi calon gubernur Jawa Barat, calon gubernur DKI Jakarta (walau terus terang saya merasa beliau justru bakal lebih berkembang jika menjadi gubernur di provinsi di luar Pulau Jawa), atau bahkan presiden RI (kalau beneran wah tamatlah riwayatmu para jomblo se-Indonesia karena siap di-bully selama 5 tahun kepemimpinannya).

No Response to "Sejengkal Tepisan dari Kang Emil 2016"