harTA, tahTA, waniTA, dan TA


Yang sering menumbangkan manusia itu waniTA, harTA, dan tahTA. Tapi bagi mahasiswa IT Telkom, muncul sebuah fenomena tumbangnya mahasiswa karena 3 sehat 4 sempurna, yaitu waniTA, harTA, tahTA, dan TA..ya Tugas Akhir #langsung suasana kelam diiringi lagu Crawling-nya Linkin Park

WaniTA, ya bagi mahasiswa seringkali konsentrasi hidupnya sebagai civitas akademia terganggu oleh pikiran tentang waniTA, begitu pula sebaliknya mahasiswa sebagai waniTA dibingungi tentang upaya membangun image sebagai perempuan yang baik. Waktu yang bisa dipakai untuk ngoding tersita oleh urusan waniTA, contoh nganterin pacar fotokopi handout, ini sering menyiksa mahasiswa laki-laki karena mahasiswa laki-laki default-nya menganggap materi kuliah yang dishare dosen dan bisa diunduh di (sebut saja) HIC berupa softcopy sudah cukup. Kemudian uang yang bisa dipergunakan untuk memperbaiki peradaban kosan (misal beli pulsa modem, beli setrika, pebaiki genteng bocor) akhirnya dihabiskan untuk beli pulsa demi menjaga kelangsungan hidupnya rasa cinta diantara mereka (dan sisa bulan kehidupan mereka bergantung pada belas kasihan warteg, menyedihkan emang). Membatasi durasi waktu untuk mengurusi waniTA jelas sangat kurang masuk akal. Apa iya waktu untuk pacar dibatasi, misalnya hanya Senin jam 10.30-12.30 serta Kamis jam 08.30-1030, lhaaa situ mau pacaran apa kuliah SPPK cuy??

harTA, untuk bertahan hidup di tanah rantau jelas perlu penanganan keuangan yang matang, dan para lelaki (termasuk saya) umumnya sangat payah dalam hal ini. Tak jarang tenaga yang bisa dipergunakan untuk memperlajari Soft Computing, Embedded System malah habis untuk memikirkan "ntar siang makan apa ya yang cukup 4ribu?". Maka ketika otak diputar (plis jangan bayangin otak beneran dibuka tengkoraknya trus diputer kayak mbenerin akuarium), akhirnya upaya berwirausaha pun muncul. Tapi ide cemerlang ini disertai buntut berupa merelakan waktu, tenaga, pikiran demi memeproleh harTA.

tahTA, berbagai posisi menggiurkan di dalam organisasi maupun kepanitiaan KBM menjadikan tahTA (yang sering diselimuti kedok "amanat") sebagai pikiran selama berkuliah. Ada yang berpikir bagaimana caranya mempergunakan tahTAnya untuk manfaat orang banyak, apa yang berpikir bagaimana caranya mempergunakan tahTAnya untuk kepentingan hegemoni golongannya. Ada pula yang pikirannya direcoki caranya menjaga image/reputasinya sebagai  pemegang tampuk tahTA.

TA, dieja Te A, dipanjangkan Tugas Akhir, 4 SKS, menjadi pembeda Malam Minggu dengna Sabtu malam, bikin orang guling-guling gak jelas, lupa makan, lupa mandi, dan bahkan lupa progresnya itu sebenarnya sudah sampai mana. Ini berpotensi melalaikan kewajibkan kita pula sebagai anak yang baik dan berbakti pada orang tua. Karena tidak yakin lulus tepat waktu maka tidak berani sms/telpon orang tua. Gara-gara TA, lupa dengan kondisi sekitar

Tapi apakah waniTA, tahTA, harTA, dan TA jelek dan sebenarnya tidak dieprlukan mahasiswa? Kuliah jelas butuh harTA, minimal harTA orang tua untuk biaya operasional, tanpa TA gimana caranya lulus (bukan DO lho). TahTA? Kita perlu melatih diri bertanggung jawab dalam mengelola tahTA yang kita pegang di bangku kuliah karena nantinya dalam bermasyarakat dan dunia kerja pun kita bakal memegang tahTA, jadi jangna alergi tahTA. WaniTA... ada yang alergi waniTA? Dengan usia yang "masih" masa transisi dari anak-anak menuju dewasa (ciri-ciri udah berani demo di depan gedung DPR tapi masih aja nonton Digimon) maka rasa memikirkan lawan jenis tentu sudah diabaikan sama sekali. Di situlah kita perlu mengetahui bagaimana caranya manajemen kalbu agar tidak mikir yang macem-macem, apalagi ampe berbuat yang macem-macem.

1 Response to "harTA, tahTA, waniTA, dan TA"

16 September mengatakan...

Saya ikut membenarkan ..