Inspirasi dari Komandan Sawahlunto, Bantaeng, dan Pekalongan

Buka-buka arsip di HP nemu sebuah foto yang mengingatkan saya pada suasana H-1 launching Portal Indonesia Kreatif di Epicentrum Walk.



Suasana di media center PPKI 30 November siang itu agak ramai walau di luar rinai hjan lebih ramai, tapi saya dengna style cuek khas programmer. Menoleh ke kanan ada seorang bapak yang wajahnya membuat saya berpikir "kayak pernah lihat dimana gituuuu". Selang lima menit terjawablah pertanyaan saya. Ternyata si bapak itu adalah pengisi materi Press Conference di sesi siang tersebut. Dia tidak tampil sendiri, melainkan bertiga dengna dua orang bapak lainnya. Si bapak yang membuat saya deja vu adalah  dr HM Basyir Ahmad, walikota Pekalongan. Pekalongan? Pantas saja, pengalaman tinggal di Pekalongan 1,5 bulan di 2010 agaknya cukup membuat dia lumayan familiar di memori saya hehee. Sedangkan dua lainnya adalah Amran Nur, walikota Sawahlunto, Sumatera Barat, dan HM Nurdin Abdullah, bupati Bantaen, Sulawesi Selatan. Ketiganya memaparkan tentang kiat-kita membangun daerah mereka dengna kreatif. Terus terang mereka komandan yang luar biasa visionernya dengan kejelian memanfaatkan kondisi masing-masing. 

Bapak Amran harus menyaksikan Sawahlunto tengah limbung lantaran pertambangan sebagai industri utama di sana tengah menukik. Bapak Basyir Ahmad menyampaikan bagaimana dia membangun kekuatan industri batik yang diawali kebimbangan memilih ikon kota antara batik dengna perikanan. Bapak Nurdin Abdullah malah pusing dengan banjir di Bantaeng yang rutin. Tapi ketiganya tidak menyerah dan mau berjuang selama bertahun-tahun.

Sawahlunto kini tumbuh kembali sebagai salah satu kota progresif di Sumatera Barat dengna komoditas unggulannya cokelat. Pekalongan mampu tampil sebagai pioner industri batik kerakyatan di Indonesia. Dan Bantaen saat ini muncul sebagai  destinasi wisata bahari di Sulawesi Selatan. Menariknya masing-masing punya trik untuk menjaga perekonomian rakyat.

Bapak Amran mengedepankan masyarakat Sawahlunto sebagai aktor lokal dengan bersifat selektif terhadap investor yang masuk agar kekuatan ekonomi kerakyatan tetap terjaga. Begitupun Bapak Basyir yang memprioritaskan warga lokal sebagai pengisi-pengisi area penjualan batik di Kota Pekalongan. Hal senada pun dijalankan oleh Bapak Nurdin yang menyediakan berbagai lahan untuk masyarakat lokal sebagai pedagang di kawasan wisata bahari di Bantaeng.

Usaha untuk memprioritaskan warga lokal sepintas menggiurkan, tapi ini tidak mudah. Pasti akan muncul berbagai situasi yang rumit, misalnya kekecewaan terdiskriminasi bagi warga pendatang/asing, kesadaran warga lokal yang belum terjamin, atau mungkin juga kesempatan ber-KKN bagi aparat yang nakal. Tapi mereka bisa menguraikan gagasan-gasan untuk memihak masyarakat lokal sebagai aktor perekonomian di daerah mereka sendiri dengan sabar.

Sabar... konsisten... kreatif... tiga hal itu saya tangkap sebagai faktor pembeda kesuksesan mereka (yang jarang diekspos media) dibandingkan "kebelumsuksesan" komandan daerah lain. Tiga hal yang kontradiktif dengan budaya saat ini, yaitu instan -_-"



No Response to "Inspirasi dari Komandan Sawahlunto, Bantaeng, dan Pekalongan"