Review 99 Cahaya di Langit Eropa

Recommended...
Itu testimoni dari saya, ive, 28 tahun, pendukung timnas Turki di Euro2008*opo hubungane?
Film 99 Cahaya di Langit Eropa belakangan jadi buah ketikan kawan-kawan di socmed. Penasaran juga dengan versi audiovisual asil konversi novel dengan judul sama karyq Hanum S. Rais dan suaminya, Rangga. Ya tapi saya lebih penasaran kecukupan uang di dompet dimana anggaran "keluyuran" bulan ini sudah direlokasi ke bulan lalu utk program nonton Grand KLakustik. Nah untungnya pas..ya ngepas banget #garuk2 tanah

Backtotopic
Kebanggaan ber-Islam...
Itu kesan yg saya tangkap sebagai garis besar film ini. Fakta sebagai minoritas di tengah peradaban Eropa memang jadi tantangan umat muslim. Bahkan, bagi penganut Kristen yg taat pun, mereka perlahan mulai merasa tampil sebagai minoritas di Eropa, kenapa? Norma agamanya orang Kristen saja mulai dianggap usang dan kolot, padahal penganut Kristen secara jumlah mayoritas. Lha muslim di Eropa bagaimana? Film ini mengupasnya :)



Toleransi beragama merupakan hal yang manis di teori tapi pahit di realiti. Cermin di film ini tergambar pada dilema yang dialami Rangga ketika memilih antara ujian vs sholat Jumat. Begitupun Fatma yang sulit mencari kerja karena mengenakan jilbab. Putrinya, Ayse, malah jadi komoditas ledekan temannya di sekolah. Nah... Pertanyaannya kita umat muslim yang di sini (kalo baca statistik sih mayoritas sebagai penghuni NKRI) pernah menjamin kenyamanan dan ketidakdiskriminasian orang-orang non-Islam ga?
Kalau di sini kita malah menyebarkan paham anti-Semit, anti-Tionghoa, anti-Nasrani, dan anti-anti lain yang tidak sesuai dg definisi Islam sbg rahmat bagi semesta, maka mari perbaiki sikap kita dulu.

Membuat film yang diadopsi dari novel (apalgi yg terlanjur populer) memang susah karena qkan dibanding-bandingkan. Celakanya nih kalau ada yang beda dikit bisa jadi topik kritikan. Ambil contoh tokoh Ayse yang di novel masih balita tapi di situ udah SD. Tentu itu bukan tanpa tujuan. Saya lebih melihat itu sebagai upaya mendeskripsikan tantangan muslimah yang mengalami tekanan batin tatkal mempertahankan identitas Islamnya di tengah sentimen terhadap Islam.

Pemakaian bahasa di film ini juga unik dimana beberpa karakter luar negeri (btw pemerannya orang luar bukan y?) yang berbahasa Indonesia. Penggunaan bahasa sudah tentu jadi tantangan untuk memberi gambaran apa yang sebenarnya ditemui Hanum dan Rangga pada dunia nyata di sana. Alhasil beberapa keanehan sempat muncul terkait alur seperti "insiden" roti Croissant, perkenalan kelas bahasa Jerman. Tapi namanya juga film, ga ada yang sempurnalah hehee.

Kalau ditanya bagian mana yang paling berkesan, bagi saya terkait lobi si Rangga ke dosen terkait dispensasi ujian karena mau Jumat-an. Kenapa??

1. Ujian orientasi, si dosen meminta Rangga menjaga reputasi si dosen dgn tidak membolos karena Rangga sedang dipromosikan meraih beasiswa. Wah kalau kepleset niatnya dengan mencari nama baik di hadapan manusia bisa muncul bugs syirik.

2. Argumen dosen yang menyinggung ke-Maha Pengasih-an dan ke-Maha Penyayang-an Allah sehingga pasti dimaafkan kalau bolos sholat Jumat. Sepintas terkesan meremehkan Allah. Nah.... Pertanyaannya apakah kita juga pernah meremehkan Allah dengan "metode" yang sama? Udah injury time tapi masih aja menunda sholat.

3. Sikap Khan yang tidak mengintimidasi Rangga ketika beda sikap dalam mengambil keputusan. Agaknya sikap seperti di sini bisa jadi sudah dimuseumkan. Kenapa? Beda haluan partai dihujat, beda tanggal lebaran disindir, beda rokaat Tarawih diledek dsb.

Kalau ditanya bagian menarik lainnya apa? Sebagai pemerhati kuliner, tentu tempat makan bertajuk All can You Eat itu jawabannya. Ko bisa y ada macam itu?

Nah... Pertanyaan buat kita (terutama saya) pelajaran yang dipetik ini mau dikemanakan? Cuma jadi ocehan di blog-kah? Atau bisa jadi bahan instrospeksi diri?
Ayo perbaiki diri...
Perbaiki dan perbaiki...
Hingga usia ini habis dengan status hamba-Nya yang taat :)

No Response to "Review 99 Cahaya di Langit Eropa"