Review Dialog Cendekiawan Muslim @salamUI

Alhamdulillah dapat kesempatan kembali menyelami nikmatnya mencari ilmu.
Kali ini "kembali" ke MUI dimana berlangsung Dialog Cendekiawan Muslim pada Sabtu 13 Desember 2014 lalu. Dialog ini dikemas dalam format talkshow berjudul Peran Agama, Ilmu, dan Budaya dalam Membangun Peradaban. Narasumber inspiratif yang diundang DR. Hamid Fahmi Zarkasyi (MIUMI), Yon Machmudi, Ph.D (FIB UI), serta DR. Saiful Bahri (Waka MUI Pusat).

Peradaban berkaitan erat dengan empat hal, yaitu iman, ilmu, amal, dan akhlak. Karena itulah sebenar ditinjau dari empat parameter ini, peradaban Islam memiliki keunggulan yang (sebenarnya) jauh dibandingkan kehidupan bermasyarakat yang lainnya, baik yang dibangun berdasarkan kerajaan tertentu maupun kewilayahan lainnya. Nabi Muhammad sendiri dari sisi sejarah merupakan rasul yang ditugaskan di dalam zaman besi. Mengapa besi? Karena pada zaman Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rasul, penggunaan logam sebagai peralatan dalam bermasyarakat telah dominan mengalahkan penggunaan batu.

Peradaban ternyata juga memiliki keterkaitan yang unik secara bahasa dengan Al Qur an. Peradaban yang disebut sebagai tamadun  dalam Bahasa Arab ternyata memiliki hubungan yang erat dengan kata Madinah. Madinah sendiri merupakan nama baru Kota Yastrib dimana perubahan nama ini terkait dengan pembangunan kota ini menjadi kota yang diperbaiki kondisi masyarakatnya dari sisi iman, ilmu, amal, dan akhlak. Bahkan dalam pembagian surat berdasarkan lokasi turunnya, surat yang dikelompokkan sebagai surat Madaniah, memiliki konten tema tentang kehidupan bersosial dan ini berkaitan erat dengan bagaimana membangun peradaban masyarakat. Sedangkan surat makiyah sendiri lebih didominasi pembahasannya mengenai ibadah.

Peradaban Islam telah terbukti mampu menjadi pusat masyarakat dengan ringkup yang luas dari sisi iman, ilmu, amal, dan akhlak. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan wilayah Spanyol pada era kejayaan Cordoba, perkembangan dinasti Abbasiyah, Umayah, hingga kerajaan Islam di India, bahkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga. Kemajuan masyarakat saat ini ditandai dengan dukungan yang kuat dari pemerintah terhadap perkembangan ilmu perkembangan dan teknologi (IPTEK). Dukungan tersebut mendorong munculnya berbagai ulama yang memiiki kemahiran di IPTEK dengan berbagai penemuan. Saat itu memang hal yang "lumrah" menemui sosok ulama yang ahli di bidang sains, astronomi, matematika dll. Kala itu pun berbagai buku IPTEK yang terbit selalu dikaitkan dengan bukti-bukti keesaan Allah.

Kondisi-kondisi tersebut saat ini memang justru jarang kita dapati. Di tengah berubahnya pusat rujukan bermasyarakat, terjadi pula pemisahan antara ilmu agama dengan non-agama. Hal ini sendiri merupakan konsep sekularisme dimana jangan mencampuradukkan urusan agama di tengah lingkungan umum. Padahal jika menilik sejarah sudah banyak ditemukan berbagai masyarakat yang secara ilmu telah maju namun mengalami kehancuran dan tumbang dengan kondisi iman, amal, dan akhlak yang jauh dari ketauhidan. Lantas jika boleh jujur, fenomena dikotomi seperti ini berlaku pula di kampus seperti Universitas Indonesia, apakah berarti kampus ini sekuler? Eitss, ada dua solusi yang bisa kita utarakan daripada sibuk memperdebatkan "ini kampus sekuler apa bukan", yaitu menekuni keilmuan sebagai ibadah dan menggiatkan agama sebagai kerangka berpikir dalam mempelajari disiplin ilmu kita masing-masing.

Dilirik dari faktor sejarah kemunduran IPTEK di dalam Islam terjadi karena faktor:

  • Tidak/kurang dilembagakannya aktivitas keilmuan di dalam masyarakat Islam
  • Minimnya ulama yang juga menjadi ilmuwan sehingga terjadi dikotomi antara ilmu duniawi dengan ilmu akhirat
  • Sekularisasi literatur


Semoga diberi kesempatan untuk menggali ilmu di kesempatan berikutnya :)

No Response to "Review Dialog Cendekiawan Muslim @salamUI"