Ayo Belajar Pemetaan

Peta, identik dengan gambar yang njelimet, tulisan kecil, dan tentunya simbol-simbol yang ahhh menjemukan. Weits, nanti dulu gaes. Di balik kesan membosankannya, ternyata peta menyimpan berbeda pesan tersembunyi butuh perasaan peka dan romantis #ceileeehh dari pengamatnya untuk memahami bagaimana wilayah yang ada di peta tersebut perlu dikembangkan.

Mmm, sebelumnya bukan bermaksud menjelekkan kurikulum di Indonesia, tidak sama sekali, hanya bermaksud memberi masukan yang semoga bisa menginspirasi. Seringkali kita hanya diajarkan hal-hal yang bertujuan mengejar nilai raport terkait dengan pembacaan dan penerjemahan peta.

Ya kita tahu ada pulau yang berbentuk backslash di Barat Indonesia, yaitu Sumatera, ada pulau yang membentuk huruf K di tengah Indonesia, yaitu Sulawesi, hingga ada pula dua yang seperti badan burung, yang satu kecil, yaitu Pulau Bali, dan satunya lagi besar, yaitu Pulau Irian. Masih wajar kok hal seperti ini dimaksudkan sebagai pengenalan. Namun perlu perbaikan di tataran pendidikan menengah dan menengah-atas terkait penerjemahan peta, yaitu terkait pengolahan informasi. Peta merupakan rangkaian informasi yang disajikan dalam bentuk visual, sehingga perlu penerjemahan yang dibiasakan agar si manusia tersebut terbiasa menangkap peluang terkait "mengapa" dan "bagaimana kalau". Alhasil sumber daya penerjemah peta di Indonesia (dalam arti stok analisnya) relatif rendah. Justru jadi suatu kesombongan (saya garis bawahi, kesombongan, bukan kebanggaan) ketika bisa mendatangkan analis peta dari luar negeri. Kalau ndatengin orang luar buat ngajarin make komputer ya masih wajar lah karena komputer asalnya dari Amerika. Kalau ndatengin pelatih bola dari luar negeri ya maklumlah karena budaya sepak bola di luar negeri jauh lebih pesat. Nah kalau analis peta? Mmmm, karena ilmu membaca peta memang di luar sana lebih maju atau memang ktia yang tidak bisa mengenali bumi Indonesia sendiri ya?

Ada beberapa contoh unik terkait pemanfaatan peta, yuk kita ulas satu per satu

Sumber: www.worldcitiessummit.com.sg


Itu adalah peta Kota Bandung dengan berbagai aset yang sifatnya institusi pendidikan, sentra kreatif, objek wisata, serta pusat keramaian. Mangga dihitung informasi apa yang bisa didapatkan dari situ?
  • Institusi pendidikan (ungu) banyak berkutat di kawasan seni, budaya, dan pariwisata.
Kalaumau diolah lanjut maka perilaku konsumtif mahasiswa di Bandung cenderung ke tiga hal itu (sok atuhlah disensus pengeluaran buat beli buku dan jalan-jalannya sebulan seberapa?)

  • Industri tekstil dan percetakan condong wilayah Tengahdan Timur (tapi di daerah lain ada hanya saja tidak masif).
Jadi kalau mau buka usaha usaha akan lebih berkurang saingannya jika tidak di daerah Barat, namun masyarakat sudah terlanjut ke wilayah Barat sehingga perlu tenaga lebih untuk berpromosi.

Itu baru dua lho, kalau mau disebut satu per satu, bisa keburu Indonesia lolos Piala Dunia #eh #sorisori Belum lagi jika dikaitkan dengan informasi lain dari sumber lainnya, misalnya lokasi pintu tol sehingga bisa diprediksi area yang macet saat akhir pekan.

Kemudian para bank-bank, baik negeri maupun swasta yang pastinya memiliki peta yang menggambarkan lokasi ATM yang mereka punyai di berbagai kota di Indonesia. Di sini pemetaan berperan untuk mengetahui apakah kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi ataukah belum. Jika peta ini digabungkan dengan informasi dari statistik lain maka aduhmakin romantislah relasi antarinformasi tersebut. Misalnya kenapa di (sebut saja) Balapulang ATM Bank XYZ didominasi oleh nasabah asal (sebut saja) Margasari? Bagaiman kalau di Margasari dibangun ATM Bank XYZ?

Ada yang pernah membuat peta kampus? Ya minimal saat ospeklah ya...
Coba perhatikan ada apa saja di kampus serta lingkungan sekitar kampus. Dari situ mari kita mulai dari satu atau dua sudut pandang pemecahan masalah.

Mulai dari mana ya? OK misalnya harga kos. Buat coret-coretan kecil berisi harga kos di berbagai daerah sekitar kampus. Sangat mungkin ditemukan beberapa daerah yang harga kosnya terlampau tinggi atau bahkan terlampau rendah. Lho kenapa bisa gitu ya? Fasilitasnya wah kah makanya mahal? Airnya terlalu kotor kah makanya murah banget? Sering kemalingan gitu makanya murah? Dari harga kosan saja kita bisa mengekstrak kulit buah pengetahuan gaes...

Jadi inget nih tentang Desa Binaan. Yang sering bikin puyeng dan nggak selesai-selesai beresnya mahasiswa membina daerah sekitarnya adalah terlalu luasnya jangkauan wilayah. Akan lebih bagus ketika para ketua ormawa berkumpul, dan merundingkan pembagian tanggung jawab binaan. Biar nggak ambigu, saya ulangi lagi "pembagian", bukan pemisahan. Jadi akan ada ormawa yang mengurusi geografis tertentu, misalnya (sebut saja) Bojongsoang. Ada pula yang fokus di bidang tertentu, misalnya (sebut saja) KSR di bidang gizi masyarakat. Ataupun satu ormawa mengelola dengna durasi waktu tertentu dan diestafetkan ke ormawa lain. Dan konsep pembagian tanggung jawab itu akan lebih dilakukan ketika dilakukan pemetaan terhadap kondisi realitas di lapangan dan apa yang menjadi ekspektasi alias harapan seharusnya.

Aduh mulai sempyongan ini ngantuk kepala. Well, lanjut besok-besok lagi, semog amenemukan indpirasi :)

No Response to "Ayo Belajar Pemetaan"