Review DU 2014

Kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia biasanya baru mulai memasuki masa riweh setelah kick off ISL. Sudah jadi tradisi yang ya begitulah. Meski beigtu kmpetisi bertajuk Divisi Utama merupakan kompetisi paling disorot, tidak hanya oleh pecinta sepak bola domestik namun juga pemerintah dan masyarakat awam (sempat diulas di Mata Najwa) hingga dunia internasional. Penyebabnya satu, skandal lima gol bunuh diri. Ya skandal paling memalukan dari jagat kompetisi di Indonesia tahun lalu. Seolah gemilangnya Persipura hingga babak semifinal AFC Cup sirna begitu saja.
<br>
Turnamen paling sadis ini sudah memunculkan konsep eliminasi yang membuatnya saya sebut paling sadis sedunia. Bayangkan dari 63 klub yang berlaga, hanya 2 klub terbaik yang berhak lolos ke ISL 2015, sedangkan dari 61 kub lainnya harus menghindari jeratan degradasi massal yang melibatkan nyaris sepertiganya. Kompetisi yang sangat kelewat gila untuk urusan nasib di musim berikutnya. Sejujurnya di awal kompetisi pun, sudah tumbang dua klub yang gagal verifikasi menuju 63 klub tadi, yaitu Bontang FC dan PSLS Lhokseumawe, alasannya sangat bagus yaitu skandal pengaturan skor di laga-laga akhir IPL 2013 lalu. Sanksi yang murut saya secara pribadi sangat masuk akal. Selain itu sebuah nama klub baru juga muncul di kompetisi ini, yaitu Pusamania Borneo FC. Pusamania merupakan sebutan bagi suporter Persisam Putra Samarinda, sebuah klub ISL yang berganti nama menjadi Putra Samarinda. Klub ini lahir dari proses akuisisi kelompok suporter Pusamania terhadap Perseba Super Bangkalan asal Madura, Jatim. Akuisisi ini kemudian juga berujung pada relokasi homebase dari Bangkalan ke Samarinda.
<br>
Alhasil dimulailah Divisi Utama dengan 63 klub peserta yang terbagi dalam 8 klub berdsarkan lokasi geografis. Pembagian geografis sendiri sudah sangat membantu penyelenggaraan kompetisi mengignat jumlah pertandingan yang lebih sedikit serta jarak tempuh yang relatif lebih sempit. Dua hal ini tentunya menekan pengeluaran klub sehingga persoalan finansial bisa lebih diatasi.
<br>
Kenyataannya? Tidak semua klub bertahan sampai akhir. Tercatat Persitara Jakarta Utara, Persenga Nganjuk, dan Persidafon Dafonsoro, terkapar di tengah musim dan dieliminasi dengan semua hasil pertandingan sebelumnya dibatalkan. Kondisi yang penuh keterbatasan akhirnya mampu dilewati dengan berakhirnya 8 grup awal dengan melahirkan 16 wakil dari 2 peringkat terbaik masing-masing grup, yaitu Pro Duta FC Lubuk Pakam, PSPS Pekanbaru, PS Bangka, Persikabo Bogor, PSCS Cilacap, PSGC Ciamis, Persis Solo, PSIS Semarang, PSS Sleman, Persinga Ngawi, Pusamania Borneo FC, Martapura FC, Persewangi Banyuwangi, Persebo Bondowoso, Persiwa Wamena, dan Persigubin Pegunungan Bintang. Masing-masing klub telah melewati 12 hingga 14 laga sebelumnya di 8 grup asal dan diadu di dalam 4 grup babak 16-besar dengan jumlah laga 6. Proses eliminasi ternyata masih berlanjut dimana 8 terbaik dari babak 16-besar diadu (kembali) dengan sistem grup (kembali masing-masing 6 laga). Hasil dari 8-besar ini adalah 4 tim terbaik yang melakukan turnamen mini play-off berwujud semifinal. Pemenang masing-masing semifinal menuju ke babak final sekaligus tiket ke ISL 2015. Jika dihitung maka tim yang lolos ke ISL (di luar babak final) harus melakoni 14 laga (jika di grup paling awal ada 8 klub) ditambah 6 laga babak 16-besar, 6 laga babak 8-besar, serta satu laga semifinal.  Total 27 laga wajib ditempuh. Memang masih kalah dengan Persib dan Arema yang telah menjalani total 29 laga menuju final ISL, namun dengan 3 grup plus satu semifinal plus kondisi keuangan yang tidak sestabil klub-klub ISL jelas tantangan yang berat.
<br>
Dan tantangan yang berat tersebut dinodai dengan sebuah laga yang akan dikenang sepanjang peradaban Liga Indonesia, yaitu opera sabun 5 gol bunuh diri. Opera ini dihelat di babak 8 besar ketika PSIS bersua PSS. Dua klub yang sebenarnya sebelum laga ini sudah sukses menyingkirkan PSGC Ciamis dan Persiwa Wamena, rival satu grup di babak 8-besar. Namun dengan penuh intrik, yang hingga sekarang masih abu-abu, kedunya saling berlomba membobol gawang sendiri. Tindakan tegas coba diambil PSSI dengan menghentikan sementara babak 8 besar. Mengapa harus dihentikan? Bukankah laga "menyedikan" itu hanya menghadirkan 2 klub saja? Eitss, persoalan tidak segampang itu ternyata. Isu bawa 5 gol bunuh diri itu merupakan salah satu dari permainan besar mafia tercium. Selain itu, dua klub yang berada di bawahnya, yaitu Persiwa dan PSGC memiliki catatan WO yang "aktif" di babak 8-besar. Jelas pilihan yang sulit. Malah isu parade gol bunuh diri itu guna menghindari salah satu klub di grup seberang. Saling tuding mewarnai penyelesaian konflik yang berpangkal pada didiskualifikasinya PSIS dan PSS dari babak 8 besar (kemungkinan besar termasuk dicoret dari Divisi Utama 2015), snaksi individu kepada pemain, pelatih, dan manajer kedua tim, serta (yang ini pasti penuh keterpaksaan) lolosnya Persiwa dan PSGC ke semifinal menantang Martapura FC dan Pusamania Borneo FC. Jika boleh jujur, saya lebih sreg jika tidak perlu memaksakan adanya wakil dari grup tersebut, dengan kata lain Martapura FC dan Pusamania Borneo lolos ke semifinal dan keduanya BYE dikarenakan kondisi grup sebelah yang sudah terlalu parah. Kenapa WO patut dikategorikan parah? Indikasi tidak siap menuju ISL, itu saja.
<br>
Semifinal antara Persiwa versus Martapura FC dan PSGC versus Pusamania Borneo FC akhirnya memunculkan Persiwa dan Pusamania Borneo FC sebagai calon penghuni baru ISL 2015 menggantikan Persepam Madura United, Persijap Jepara, Persita Tangerang, dan Persiba Bantul. Apakah kontroversi selesai? Tidak, drama terus bergulir dimana Martapura mengajukan protes tentang keabsahan pemain Persiwa, tentunya juga dilatarbelakangi track record buruk di babak 8-besar yang penuh WO. Di tengah protes ini, secara (agak) mengejutkan, Persiwa dicoret dari ISL 2015 karena faktor infrastruktur dan finansial bersama dengan Persik Kediri. Maka pada akhirnya satu-satunya klub yang lolos ke ISL dari 63 kontestan Divisi Utama 2014 adalah Pusamania Borneo FC. Tiket yang persentase keberhasilannya sangat kecil, yaitu 1 banding 63.

No Response to "Review DU 2014"