Aksi Sosial sebagai Aktualisasi Pramuka Perti

Arfive Gandhi, Triyoga Adi Perdana
Gugusdepan Institut Teknologi Telkom
Disampaikan pada Pertemuan Nasional Pramuka Perguruan Tinggi
Universitas Hasanuddin, 13 s.d. 20 November 2011

Salam Pramuka
Yang terhormat tamu undangan, penyelenggara, serta peserta PNPPT.
Puji syukur atas rahmat Allah SWT hingga kita bisa dipertemukan dalam momentum yang semoga menjadi salah satu tonggak konsistensi Pramuka untuk ikut membina bangsa.

Gerakan Pramuka merupakan sebuah wadah kaderisasi yang telah berusia 50 tahun di Indonesia. Berbagai peran nyata telah mampu diwujudkan melalui berbagai kegiatan yang diadakan tiap tahunnya. Namun disisi lain, semakin terlihat di dalam pramuka sebuah fenomena piramida golongan.
Maksud piramida di sini adalah semakin sedikitnya jumlah pramuka tatkala golongan usianya meningkat. Jumlah siaga yang hampir ada di tiap Sekolah Dasar atau Madrasah Islamiyah maupun penggalang di Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah mulai mengalami penurunan atau regresi pada jumlah Penegak yang secara formal atau de jure ada di tiap Sekolah Menengah Atas/Kejuruan maupun Madrasah Aliyah namun secara de facto mulai dianggap fiktif. Bahkan di golongan Pandega, banyak terjadi krisis sumber daya manusia hampir di seluruh daerah di tanah air. Banyak hipotesis dimunculkan terhadap fenomena ini, mulai dari dianggapnya pramuka sebagai kegiatan jadul, sampai dengan banyaknya racana yang gulung tikar lantaran tidak adanya dana penopang. Pertannyaannya, masih pantaskah hal-hal tersebut merupakan sebuah ironi yang patut untuk dilestarikan?

Padahal secara kebutuhan, Pramuka di perguruan tinggi atau perti memegang peranan penting dalam membangun peradaban bangsa, apalagi di bidang sosial. Mengapa demikian? Adakah korelasi terhadap kehidupan sosial di Indonesia?
Ya, kehidupan sosial di Indonesia mempunyai permasalahan yang saling berkaitan dan kompleks. Permasalahan sosial ini sudah ada bahkan mungkin sejak zaman Kerajaan Kutai, namun intinya bahwa menyerah pada nasib tentu bukan ajaran dari para pendahulu kita yang mempertaruhkan nyawanya bagi kemerdekaan Indonesia. Layaknya sebuah skripsi, maka tidak akan ada ceritanya seorang mahasiswa kehabisan ide membuat skripsi, karena memang banyaknya fenomena sosial di masyarakat Indonesia. Di situlah peran Gerakan Pramuka, khususnya Pramuka perguruan tinggi, dengan anggotanya para pandega dan penegak, dua golongan yang dalam Tri Satyanya mencantumkan frase kata “ikut serta membangun masyarakat”, bukan lagi “mempersiapkan diri”, maka pantang bagi Pramuka perguruan tinggi untuk mengacuhkan permasalahan sosial di sekitarnya, justru akan jadi hal yang wajar bila masyarakat menagih realisasi pada frase tersebut.

Tidak ada parameter kuantitatif seperti apakah seorang Pramuka bisa disebut sudah mampu membuktikan aksi sosialnya. Namun kunci dari aksi sosial yang akan bermanfaat bagi masyarakat adalah sesuai kebutuhan, keikhlasan serta kontinu. Bentuk aksi sosial pun tidak dibatasi harus berupa kegiatan bagi-bagi rezeki. Permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat tidak hanya berkutat pada perkara finansial, masih ada permasalahan sosial terkait krisis kepribadian, edukasi, krisis budaya dll, bahkan metode aksi sosial berupa bagi-bagi rezeki seperti yang disebutkan sebelumnya justru berpotensi menimbulkan permasalahan yang kronis.

Pramuka perguruan tinggi manapun tentunya selalu berpedoman pada Tri Dharma perguruan tinggi yang salah satu poinnya adalah pengabdian masyarakat. Tampak jelas bahwa Pramuka menjadi wahana yang tepat untuk mencapainya. Dan seharusnya ini menjadi faktor pendukung eksistensi keberadaan Pramuka di institusi perguruan tinggi. Namun perlu dikaji bagaimana bisa terjadi kemerosotan jumlah satuan dan anggotanya di perguruan tinggi.

Satu hal yang perlu dicatat bahwa ada satu sisi yang merupakan keunikan fakta terhadap pramuka perguruan tinggi. Ini terlihat bahwa disiplin ilmu yang terdapat di perguruan tinggi tempat Pramuka Perti bernaung pasti mempunyai satu bidang keahlian tersendiri, sebagai contoh bidang pendidikan, bidang farmasi, bidang teknologi, bidang kesehatan ini semestinya bisa menjadi suatu poin yang menjadikan Pramuka Perti bisa selalu melakukan aksi sosial sesuai bidang pertinya, termasuk juga kekayaan disiplin ilmu pada perguruan tinggi dengan bentuk universitas.

Dalam kaitannya melaksanakan aksi sosial sesuai kebutuhan, maka Pramuka Perti perlu membuat suatu sasaran pihak mana yang akan dilibatkan serta target pencapaian waktunya. Penentuan sasaran pihak yang akan dilibatkan ini penting, karena dalam melaksanakan suatu aksi sosial, otomatis Pramuka Perti yang menjadi event organizer-nya, baik dengan atau tanpa kolaborasi organisasi lain. Di sisi lain, kemampuan komunikasi pada taraf seorang mahasiswa yang sudah sangat berkembang merupakan poin plus yang memberikan kemudahan di dalam berkomunikasi. Hal ini jelas, dengan taraf Pramuka perguruan tinggi maka kemudahan dalam memberikan suatu visi yang harus dicapai bersama, menjadi tanggung jawab lebih pada tiap individu dengan lingkungan sosialnya. Penentuan target pencapaian waktu merupakan implementasi dari manajemen waktu dimana dalam menjalankan aksi sosial, seorang Pramuka Perti harus mempunyai wawasan luas dalam mengatur strategi waktu agar apa yang direncanakan berjalan sesuai dengan rencana yang kita buat.

Salah satu permasalahan sosial yang menjadi sumber “kegalauan” generasi muda adalah krisis kepribadian. Dengan semakin derasnya arus globalisasi, berbagai fenomena seperti salah pergaulan menjadi dekadensi yang menggerogoti bangsa. Pramuka, dari golongan Siaga sampai dengan Pandega mampu menjadi solusi terhadap permasalahan ini. Pembentukan karakter bangsa serta mewujudkan sehat, baik religi, jasmani, intelektual, sosial, dan lingkungan, menjadi tujuan Gerakan Pramuka. Konsep bina satuan yang dilakukan oleh Pramuka Perti ke pangkalan-pangkalan golongan Siaga, Penggalang, dan bisa juga Penegak tentunya menjadi aksi sosial yang diperlukan untuk menangkal krisis kepribadian tersebut. Dalam Pramuka, khususnya sistem among, tentu tidak dibenarkan membiarkan rekannya terjerumus dalam wujud krisis kepribadian. Pendampingan dengan cara memberi contoh, membangun kemauan dan memberi dorongan adalah suatu proses pengembangan karakter melalui kepramukaan. Konsep bina satuan sebagaimana dimaksud tadi tentu menjadi obat mujarab terhadap krisis kepribadian tersebut. Itu adalah contoh aksi sosial yang sangat sederhana terkait krisis kepribadian.

Contoh lainnya yang dapat diambil kasus tersendiri pada permasalahan sosial  adalah edukasi. Pramuka Perti tentunya bisa memberikan bantuan tenaga dan pikiran terhadap masalah ini. Pembangunan suatu bimbingan belajar gratis dimana tenaga pengajar sukarela dari para anggota Pramuka Perti akan sangat membantu mereka yang punya niat untuk menggali ilmu namun saat ini mengalami keterbatasan dana.
Dua contoh tersebut memang mengarah ke ranah teknis, namun bagi seorang Pramuka Perti, ranah teknis tentunya menjadi hal yang biasa dan bisa direncanakan olehnya melalui modal pengalaman berorganisasi maupun modal kedewasaan berpikir sosial dan solutif.

Dalam menjalankan aksi sosial Pramuka Perti tentunya dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan di bidang sosial dengan entitas lain, baik LSM, ikatan keprofesian, kementerian, namun jangan sampai ada kepentingan politik menunggangi. Hal ini akan menjadi katalisator yang mempercepat tercapainya target.

Pramuka di lingkup perguruan tinggi, apakah ke depannya masih menjadi suatu “barang yang unik” lantaran jarangnya Pramuka Perti yang konsisten mengabdi bagi masyarakat? Tidak ada diantara kita yang bisa memprediksi, namun diantara kita atau semoga saja semuanya kita yang hadir di sini mampu mengambil peran sebagai Pramuka Perti yang mampu memberikan kontribusi dalam bidang sosial, bukan demi mencari reputasi dalam kepramukaan. Pramuka mungkin mudah dipisahkan dari kepentingan politik, tapi sulit untuk dijauhkan dari godaan reputasi pribadi. Ini yang perlu disadarkan. Pramuka bukanlah tempat mencari nama, tapi kita harus bisa menjaga nama baik kita dan Pramuka.

Sebelum saya tuntaskan orasi ilmiah ini maka dapat saya tarik beberapa kesimpulan. Pertama mari kita revitalisasi di internal Gugusdepan Perguruan Tinggi masing-masing, sebenarnya kendala apa yang menyebabkan penurunan jumlah SDM. Kedua Pramuka Perti harus aktif dalam aksi sosial, ini merupakan suatu bentuk realisasi dari Tri Satya, Dasa Darma dan tentunya Tri Darma Perguruan Tinggi. Ketiga rancang, organisasikan, dan kelola aksi sosial yang sesuai kebutuhan, berkelanjutan, dan berbasiskan keikhlasan.

Akhir dari orasi ilmiah ini adalah sebuah ajakan untuk membaktikan diri bagi negeri. Prestasi berupa trofi bagi seorang Pramuka sangat tidak penting bila lupa hakikat bahwa Pramuka Perti harus bisa menerapkan kebermanfaatan pada dirinya untuk memberi solusi terhadap permasalahan sosial di negeri Indonesia ini. Pramuka Indonesia sebagai gerakan kepanduan terbesar di dunia, hanya mempunyai dua pilihan, yaitu menjadi bagian dari pembangun bangsa ataukah hanya “numpang nama” di bumi Indonesia.


Demikian terima kasih.
Salam Pramuka

1 Response to "Aksi Sosial sebagai Aktualisasi Pramuka Perti"

Anonim mengatakan...

Alhamdulillah.
Mantep ve. hehehe. .

Copas ke blogq yah. :D