Boleh Jadi Riak itu Mendewasakan [2]

Belakang kampus resah dengan predikat "kaku dan ritual formalitas" yang dialamatkan kepada sebuah event. Well, apa sih yang jadi permasalahan? kenapa juga harus tersinggung? apa pendengar tidak cukup dewasa dalam menerima opini? ataukah pembicara yang asal teplak?

Ibarat ujar-ujar yang lagi ngetrend belakangan "terus gue harus bilang woww gitu?"



First, coba pahamilah bahwa ucapan seseorang itu akan bisa diucapkan dan didengarkan atas izin Allah. Dan bila Allah mengizinkan artinya hal itu merupakan ujian dari Allah. Tujuan-Nya bukan untuk menelanjangi kebodohan satu dua pihak. Tapi mendewasakan, namun bila tidak bisa kita cerna maksud-Nya, ya kita bakal kehilangan satu momen yang bisa membuat kita makin matang dalam berpikir dan bersikap. Padahal kita dalam hitungan tahun bakal menjadi aktor dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa, jangan-jangan peradaban manusia bakal hancur dan itu andil kita, haeduh

Kedua, memang ada subjektivitas dalam berkomunikasi, baik dari pembicara maupun pendengar. Subjektivitas dari pembicara adalah memberikan stigma berupa kata-kata yang kualitatif. Standar "kaku" itu apa? Standar "luwes" itu apa? Ibarat teori fuzzy, harus ada nilai yang mendefinisikannya.

Bagian mana yang "kaku"? Peraturannya? Syarat sebuah peraturan itu adalah kaku, namun saya mengartikan kaku di sini bukanlah kolot, tanpa maksud, justru kaku dalam peraturan adalah adanya ketegasan dalam penyikapan suatu masalah.
Acaranya yang kaku? Mmmm, kalau yang ini saya akan saya analogikan "seorang yang tidak pernah menonton Liga Italia tapi mengatakan 'Liga Italia itu mainnya kasar'" atau sama juga dengan mengatakan "oppa gangnam style itu lucu, padahal belum pernah nonton oppa gangnam style. Tahu maksud saya kan?

Bahkan dalam etika

Subjektivitas dari pendengar adalah membeda-bedakan siapa yang bicara. Saya yakin bila yang bicara tidak punya pengaruh di kampus, mungkin komentar itu bakal diabaikan. Subjektivitas dalam arti lain adalah lebih percaya dengan apa yang disampaikan oleh orang yang punya jabatan di kampus, jarang dari kita yang melakukan penelusuran, mungkin karena sudah sibuk tugas ngoding. Padahal seorang yang punya jabatan di kampus itu bisa jadi bicara sebagai

  • mahasiswa biasa
  • ketua sebuah organisasi
  • ketua sebuah organisasi yang memotori kampus

Dan mengenai ritual formalitas, saya masih melihat itu sebagaimana "oppa gangnam style". Mungkin sedikit tambahan bahwa "ritual formalitas" dalam sebuah event kaderisasi berbeda dengan "ritual formalitas" masak mie goreng. Efeknya tidak bisa diklaim sekarang ataupun bulan depan.

Hanya pendapat orang yang sangat kurang berpengalaman dalam organisasi

No Response to "Boleh Jadi Riak itu Mendewasakan [2]"