Nge-Jogja (lagi)

Jogja Jogja... tetap istimewa... istimewa negerinya istimewa orangnya ...

Well, aku kembali ke Jogja, kali ini episode berupa wisata MICE, apa itu MICE? sok hatulah carikeun nu internet kang... yaitu, berupa event SNATI (Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi) yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia.

Alhamdulillah di seminar kali ini saya diberi kesempatan tampil sebagai pemakalah. Proses keikutsertaan saya di event ini hampir mirip dengan Konferensi Nasional Komunikasi Indonesia di FISIP UI. Perbedaannya adalah yang saya kirimkan di awal proses seleksi di call of paper sudah berupa makalah lengkap, bukan hanya abstraksi. Informasi ini sebenarnya sudah saya dapatkan pada akhir Februari lalu. Saya sudah menargetkan untuk bisa lolos di sini, terutama karena lokasinya di Yogyakarta (emang kenapa? let time answer it all). Hanya saja seiring kesibukan saya beristighfar dalam rangka segala jempalitan ber-coding ria maka saya lupa deadline-nya. Tahu-tahu saya membaca informasinya di 31 Maret 2012, padahal deadline-nya 2 April 2012. What the heaven guyz???  Berhubung topik yang rencananya akan saya ajukan adalah hasil magang saya di Disparbud Kota YK, maka di dua hari yang sempit tersebut saya mengubah format laporan yang mengacu ke ketentuan prodi menjadi format jurnal yang dibuat oleh panitia. Yeah, judul yang gusung adalah Perencanaan Strategis Sistem Informasi berbasis TOGAF ADM pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta.



Sebenarnya, saya juga konsultasi juga dengan doswal saya yang baik banget, yaitu bu angelina. Beliau menyarankan agar saya meninjau partisipasi saya karena kemepetan waktu tersebut. Namun karena kesungguhan (dan kenekatan) saya akhirnya beliau luluh. Malahan saya berhasil mengajukan beliau sebagai pembimbing sekaligus penulis 2 di makalah tersebut. Yeah...

Seiring waktu berjalan, ternyata deadline diundur 2 pekan. Alhasil makalah yang semapt terkumpul pun saya rombak habis-habisan. Peran bu angelina sangat terasa dimana berbagai saran membangunnya benar-benar membuat saya sadar bahwa tujuan menulis itu apa, salah satunya adalah menyampaikan gagasan sesuai tujuan. Dan tak lupa ada juga orang berjasa yang secara tidak langsung, yaitu bu Sunarni, yaitu pembina KIR Scientist SMA N 1 Slawi, yang mengajari saya "passion of writing" dan doanya saat saya bercerita rencana saya ewaktu berkunjung ke rumah beliau tidak dapat dipungkiri barokahnya.

Setelah makalah hasil rombakan saya di-submit sekitar awal Mei muncullah pengumuman kelolosan disertai hasil review oleh pakar-pakarnya. Di pengumuman itu muncul pula beberapa nama yang tidak asing lagi, antara lain bu Shaufiah, pak Baizal, pak Agung Toto W, mas Alfian Akbar G, bu Imelda Atastina, bu Sri Widowati, pak Ahmad Tri H, dan kaka kelas saya di prodi S1 IF, yaitu ka M. Fachrie. Ada juga pak Rinaldi Munir (dosen ITB yang saya ikuti blog-nya yang inspiratif). Ohya, berikut cuplikan dari kajian reviewer yang di-email-kan ke saya.

Penerapan TOGAF dalam konteks ini cukup menarik, meski harus diakui, baru sebagian kecil konsep TOGAF yang digunakan. Dalam beberapa bagian bahkan terkesan dipaksakan, misalnya terkait dengan ‘opportinities and solution’. Bagaimana menerjemahkan tiga tugas besar  (tupoksi?) dinas (paragraf kedua dalam pendahuluan) ke dalam dua sistem informasi (keuangan dan persuratan) ini? Apakah ini hanya contoh atau sudah mencakup keseluruhan? Kalau hanya contoh, mengapa bukan yang terkait dengan tiga tupoksi tersebut? Tupoksi inilah yang bisa dikaitkan dengan konsep ‘strategis’ (lihat judul). Bagaimana meyakinkan pembaca bahwa ‘persuratan’ masuk dalam kategori strategis? 
Saya juga tidak menemukan paparan terkait dengan gap analysis di sini. Ataukah memang saat ini tidak ada satupun inisiatif/program terkait dengan pemanfaatan Ti di disbudpar? 
Saya juga tidak melihat dalam paper bagaimana data dikumpulkan dan user dilibatkan. Padahal yang terakhir ini juga salah satu penting dalam perencanaan strategis. Penulis sendiri menuliskannya dalam subbab 2.1. terkait dengan ‘participation’.
Kesimpulan terkesan melompat dan tidak didasarkan pada bahasan sebelumnya. Saran yang disampaikan juga membingungkan. Apakah saran (misalnya SOP) ini terkait dengan penelitian lanjutan, atau saran kepada dibudpar? Mengapa ini tidak dimasukkan dalam solusi? Karena ini penelitian ilmiah, nampaknya harus dibedakan dengan saran untuk penelitian bisnis atau policy study. 
Dalam formatnya yang sekarang, setelah revisi, paper harus menekankan dengan betul, bahwa yang digunakan baru sebagian kecil TOGAF, supaya tidak mengesankan terjadi reduksi besar-besaran tanpa disadari. 

Mirip kayak DE (Desk Evaluation) di TA 1 ya? Tapi ternyata benar lho kata pak Maman Abdurrohman di perkuliahan TA 1 di IF-32-02, kalau tulisan kita dikritik, itu bukannya tulisan kita jelek, justru itu menandakan ada orang yang tertarik membacanya dan menginginkan tulisan kita lebih baik sesuai kritik dia yang membangun tersebut.

Semangat menggebu-gebu itu pun ternyata harus dibagi dengan kejar setoran "i will survive in 7th season" dan proposal TA saya, dan tak lupa amanat baru sebagai SC di suatu kepanitiaan kampus. Dan alhamdulillah revisi bisa diselesaikan. Namun kejadian kocak juga turut menyertai pengirimannya, yaitu saya salah baca mengenai biaya partisipasi yang bukan 150ribu, melainkan 450ribu. Alamakkk, kek mana ini? Namun bu Angel dengan baik hatinya mau menjadi sponsor. Yihiiiiii, cihuyyy...

Seiring waktu berjalan, akhirnya tiba pula Juni yang aku incar sejak Februari. Sempat galau apakah mau mampir ke Semarang (ke kawan-kawan karib lho..), akhirnya saya putuskan perjalanan ini sangat-sangat singkat, yaitu berangkat Kamis 15 Juni sore, diperkirakan sampai di YK 16 Juli pagi, jalan-jalan, sorenya mampir ke Pramuka UGM, lalu nginap di Bowo (ex-DNA) trus 17 Juni berlaga hingga sore lantas langsung cabut pulang ke Bandung. Dan seindahnya rencana akan muncul kepahitan jua. Bus yang saya tunggangi sejak bada Ashar ternyata berangkat saat Isya, tak hanya itu tv yang harusnya bisa menayangkan laga Spanyol vs Irlandia dan Italia vs Kroasia malah mati. Malahan nyampe di Purwokerto dilimpah...

Akhirnya jam 10-an sampai juga di Giwangan. Langsung saya naik TransJogja arah UGM. Karena sempat 1,5 bulan tinggal di Yogya maka tidak canggung mempergunakannya. Sampai di UGM langsung saya titipkan tas ke Kopma-nya lantas mencari masjid untuk mandi dan sholat Jumat. Dengan badan segar pasca Jumatan saya segera terbang ke Malioboro mencari oleh-oleh untuk kawan-kawan panitia di kampus dan pembimbing (bu Angelina). Rasanya cukup terharu juga dengan telinga yang tiba-tiba ter-play secara "gaib" lagu Yogyakarta. yeah... dengna kesendirian mengarungi Yogya, namun keramahan orang di situ sangat hangat.


Siangnya jeng jeng jrenggg...
(bersambung)

(sambungan)
Siangnya jeng jeng jrenggg...
Siangnya, saya di-sms kawan karib saya di UGM untuk main ke sanggar Pramukanya. Dan akhirnya bertemu juga dengan kawan-kawan saya di situ, ada ka Fiya, ka Marta, ka Atina, ka Zawa, ka Nurul, ka Dika. Ada juga ka Asih yang hendak ke stasiun untuk menuju Serpong dalam rangka penelitian bakteri (lupa nama ilmiahnya). Sebenarnya udah mau ke Bowo, namun ka Niken yang belum datang minta jangan pulang dulu, hendak mengobrolkan tentang FKPPT. Tiba-tiba ka Zawa ngajak makan malam dan malah mentraktir saya. Makasih banget kaka...

Pasca diskusi dengan ka Niken, maka saya menuju ke Monjali area Selokan Mataram, tempat kosan Bowo. Ternyata itu adalah malam terakhir Bowo dan kakaknya menginap di situ karena hendak pindah ke kontrakan baru. Well, sesampainya di situ sungguh badan saya tepar. Selama saya bobo pun sebenarnya saya belum mempersiapkan diri dengan slide yang sudah saya buat 10 hari yang lalu. Besok mau ngomong apa ya? Semoga selancar waktu Konferensi Nasional Komunikasi dulu.

Paginya, Bowo mengantar saya pagi hari ke Hotel Royal Ambarukmo sebagai TKP SNATI. Sesampainya di situ, tiga orang panitia dengan ramahnya mengarahkan saya ke lantai 6 hotel tersebut. Di lantai 6, terdapat auditorium sebagai lokasi pembukaan dan sesi keynote speech. Acara ini dihadiri langsung oleh rektor UII dan dekan FTI UII. Sebagai speaker tampillah Prof. Dr. Ir. Abdul Rahman Hamdan dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Beliau mengenalkan tentang data mining. Secara umum walaupun berbahasa Inggris, namun karena bu Imelda pernah menerangkan data mining secara umum (perkuliahan lebih didominasi studi kasus) maka saya connect dengan yang penerangan, eh yang diterangkan beliau. Di situ bertemu pula saya dengan pak Rinaldi dan kang Fachrie serta muncul pula pak Achmad Rizal di situ. Ternyata ada award makalah terbaik yang diraih oleh 'namanya lupa', pokoknya penulis 2 dan 3 nya adalah bu Ufi dan pak Baizal, sementara itu terbaik lainnya diraih oleh pak Rinaldi yang tampil solo karier.

Kemudian dilanjutkan sesi pemakalah yang berupa sesi paralel. Saya masih tampil di sebuah ruangan 'namanya lupa', pokoknya masih di lantai 6. Dan saya ternyata kebagian urutan pertama ... Akhirnya saya pun tampil dengan percaya diri berbaurkan nekat. Alhamdulillah lancar-lancar saya walau ternyata muncul pertanyaan di sesi tanya-jawab yang rumit. Kenapa rumit, karena beliau juga menyampaikan bahwa dia pernah mengadakan penelitian tentang TOGAF, awhhh.... Tapi alhamdulillah berhasil saya jawab. Pasca saya tampil, saya kenalan dengan beliau yang ternyata juga pernah mengikuti pelatihan tentang TOGAF selama seminggu dengan trainer dari Singapura. beuh... Di ruang itu saya kenalan pula dengan seorang dosen dari Padang. Sholat Dhuhur di mushola yang agak 'jomplang' sih ruangannya dibandingkan dengan gedenya hotel tersebut, mungkin akrena kebanyakan tamu sholat di dalam kamar.

Sesi makan tampaknya sudah hampir terjamin kenyangnya ^^, apalagi dengan sistem prasmanan pembaca bisa menebak betapa surgawinya bagi kaum indekoser seperti saya, hahaha... Saat makan maka kontingen mini IT Telkom, yaitu saya, kang Fachrie dan pak Rizal mengobrol bareng. Mmm, rasa-rasanya 2 orang alumni IT/STT Telkom (salah 1-nya juga dosen IT Telkom) dan calon alumni (saya) bila satu meja makan pasti topiknya tidak jauh-jauh dari seputar IT Telkom, mulai dari riset kampus, 'kekerasan' level TA, hingga Telkom University menjadi komoditas obrolan.

Sesi pemakalah pasca makan menjadi ajang berpetualang saya dimana bergonta-ganti ruangan, dari nonton kang Fachrie hingga mencari sesi yang topik makalahnya tentang TOGAF, sayangnya si pemakalahnya tidak hadir. Ternyata di akhir sesi, kang Alfian baru sampai di seminar ini. Heheee...

Alhamdulillah acara berjalan lancar walaupun ada beberapa teknis yang menurut saya kurang memuaskan, maklum kepuasan saya memang terlalu tinggi. Maka segeralah bada Isya saya menuju stasiun Tugu untuk menuju Bandung. Besok Minggunya ada Binsik 06.00, waowww

Semoga tahun depan saya kembali ke Yogyakarta untuk sebuah misi kemanusiaan.

No Response to "Nge-Jogja (lagi)"