Mading... Kapan tertibnya ya?

Sesuatu yang tidak pernah berubah dari dulu di kampus IT Telkom hingga kini FTE, FRI, dan FIF Universitas Telkom adalah semrawutnya publikasi poster di berbagai penjuru.

Hingga akhir 2010, tengah gedung B merupakan lokasi mading ormawa serta mading umum. Baik itu urusan ormawa hingga jualan atau bahkan pengumuman dari rektorat, papan-papan itu jadi sarana yang strategis. Faktor social media yang belum semeledak sekarang turut membari andil seberapa berharganya lokasi di situ. Tumpukan sekian kertas jadi pemandangan yang lumrah lantaran kepedulian untuk memberesi relatif rendah. Tahu sih tahu kalau pemasangan posternya berantakan tapi ya udah. Begitu juga ketika bagian pubdok sebuah kepanitiaan, divisi media sebuah organisasi hingga bagian promosi sebuah lapak jualan memasang poster di mading, namun lupa (atau emang sengaja ya biar eksis) mencabut kembali publikasi yang sudah dipasang. Alibinya selalu sama "itu poster saya udah ketimpa poster orang, susah nyabutnya", ya saya juga lihat kalau poster dia sudah ketimpa, cuma kalau "susah" itu sih alasan doank (yang merepresentasikan kemalasan :v). Ya begitulah "valid until" merupakan barang berharga yang sempat dimuseumkan karena sulit menemui pengumuman yang memberi kejelasan kapan expired-nya. Itu baru tentang expired, bicara ukuran kertas? Walah, udah kayak bayar SPP-nya paling gede aja, lho kenapa emang? Yang lainnya ukuran A4, eh ini ada yang masang A2, ckckck, nggak sekalian pasang baligo buat nutupin semua poster saingan loe aja bro?

Kalau ditanya aturannya ada apa nggak, jawabannya ada. Tapi bahasa kalimat khasnya sebuah SOP tentu tidak dianggap menarik maka dianggap lalu lalang begitu saja.

Mari kit apaligkan wajah ke student center, aduh, podo wae -_-". Ya gitu lah, di gedung B yang ada aturannya saja dilanggar apalagi di SC yang belum ada aturannya :/

Yang penting pengumuman gue eksis dan acara gue sukses bos. :(

Tak cukup berperilaku seenak di kosan, jamak dijumpai berbagai poster yang dipasang di pinggir lorong kampus. Malah tak cukup di pinggir lorong, di tengah lorong pun ada. Wah wah wah, mana ada yang berargumen bahwa itu adalah bagian dari strategi membangun eksistensi. Hmmm, eksistensi macam apa sih yang dia ingin? Kalau yang tertanam di otak saya sih, eksistensi mereka tidak bertanggung jawab. Nggak itu departemen sebelah (yup, departemen sebelah ada yang begitu), sekre sebelah, sekre tetangga di student center

Dan begitulah perilaku pragmatis diajarkan sebagai implementasi egoisme organisasi di lingkup kampus.

Beberapa aksi pendobrak sempat dilakukan oleh tukang media di J102. Regulasi mading dimunculkan di dalam sebuah musyawarah ormawa di awal Maret 2010. Pasca itu pun semua ormawa dikirim hasil keputusannya plus pemasangan regulasi di dalam bentuk rangkuman persis di atas mading. Harapannya tentu membangun kesadaran dalam berkomunikasi lewat informasi tertuis yang (harusnya) bertanggung jawab. Dengan menjadi ninja malam hari, mereka mencabuti (paksa) poster yang sudah expired dan hanya menyisakan yang masih berlaku informasinya. Yang ukuran segede gaban? Mmmm, yang macam begono besok udah nggak ada *evilsmile*. Ternyata bukan hal yang mudah mempertahanakan sebuah regulasi, butuh konsistensi -_-"

Seiring perpindahan lokasi mading ke area selasar, tingkat pelanggaran mading umum ternyata tidak berkurang. Padahal social media udah nge-trend. Lokasi juga nggak sestrategis dulu waktu di tengah gedung B. Kesadaran untuk mencabut sendiri poter yang dipasang di beberapa hari sebelum masih saja kurang terbangun. Tempelan-tempelan sok lucu di lorong? Ah, masih seperti dulu kok :v

Bicara kewajiban dan hak untuk bertindak tentu berpulang bagaimana regulasi mengaturnya. Ketika BEM 2010 menginisiasi sebuah regulasi mading di gedung A, B, dan J, di situ tercantum bahwa semua civitias akademia mempunyai hak untuk bertindak bila ada publikasi yang tidak sesuai dengan aturan. Memang sih, kesannya biar nggak jadi kambing hitam (kalau ada yang nanya <misalnya DPM yang sering tanya> 'eh itu ko poster yang salah gitu masih dipasang' maka tinggal dijawab 'lha kan semua orang boleh langsung nyabut yang nggak sesuai, nggak usah nunggu bem kali :p'). Namun tujuan sebenarnya adalah menjadi sense of belonging untuk menjaga aset publik mading tidak hanya milik bem, khususnya tukang media, tapi bisa dimiliki oleh civitas akademia. Itu bahasa diplomatisnya begono, realisasinya? Ya susah juga sih kalau siang-siang ada mahasiswa biasa tahu-tahu nyabut pengumuman di mading, bisa-bisa kena tonjok yang punya posternya malah.

Budaya poster seenak ayam rica-rica emang sulit didobrak secara instan. Perlu cara yang kreatif. Apalagi baik BEM fakultas dan himpunan prodi tidak pernah membuat sebuah riset yang ilmiah tentang perilaku mahasiswa (dan boleh jadi ini yang bikin banyak progam kerjanya belum bisa dibilang sukses diikuti orang banyak <kecuali PDKT buat mahasiswa baru, dan itu karena agak diwajibkan>, acara macam pengmasy, kajian politik ya ramenya kalah ama warung kopi di PGA).

Sempat mengamati perilaku berposter di sejumlah kampus. Di Undip, poster relatif rapi, tiap ormawa punya mading di depan sekrenya, mading umum pun ramai namun masih teratur. Di Unnes, UNS, UGM, hingga UNY pun kondisi serupa. Suasana relatif rapi. Boleh jadi karena jumlah informasi yang diposterkan nggak banyak (mungkin), boleh jadi lebih gemar makai social media (mungkin), boleh jadi budget nge-print poster nggak sejor-joran di IT Telkom (mungkin hehee), dan boleh jadi terbiasa dengan budaya tertib (mungkin mmm, tapi prefer alasan ini nih hehee). Di UI dan ITB posternya masya Allah ramai banget, nggak ada mading yang lowong, semuanya penuh. Memang ada psoter yang expired, namun jumlahnya sangat jarang. Khusus di UI, yang agak berantakan justru di sekitar halte bis kuning, di gedung kuliah rapi. Berarti kalau bukan faktor aturan yg tegas maka emang budaya malu masang seenaknya sangat tinggi (dan bisa jadi dua-duanya). Berarti hmmm

#ahsudahlah Let's Talk about Future :)
Ngomongin masa depan tentu lebih asyik bro, kenapa? Memberi banyak ide untuk diterapkan dengna kreatif.

Tidak semua kampus bisa ditelusuri dengan detail bagaimana ceritanya bisa lebih baik ketertibannya dalam mengelola mading sebagai aset publik. Maka, besar harapan saya, agar BEM dan himpunan prodi untuk melakukan riset tentang bagaimana caranya membangun budaya tertib menyebarkan informasi tertulis. Tidak perlu malu menanyakan hal yang (sepintas) sepele seperti ini ke kampus lain.

Ada beberapa kampus yang memang memiliki kultur tersendiri dalam meregulasi informasi berupa poster, bahkan dibuat aturan legalnya. Misalnya di sebuah PTN yang menerapkan kewajiban lapor kepada petugas untuk memasang poster di area publik. Bahkan saat lapor, pemasang wajib memberi jaminan ketertiban berupa uang. Pungli nih? Eitss, uang ini sifatnya mirip "asuransi", ketika poster dicabut kembali (dibuktikan dengan melaporkan dan emnunjukkan poster yang telah dicabut kepada petugas) maka uang tersebut daat diambil sepenuhnya. Walau demikian, terdapat pinalti bila terjadi keterlambatan. Hmm, bisa sumber dana KBM (atau KM-kalau sekarang) yang melimpah nih kalau diterapkan yang begonoan di Unversitas Telkom.

Itu dari sudut pandang si pengelola media pemasangan. Bagaimana dengan organisasi pembuat publikasi?

Well, percaya tidak percaya, di sebuah organisasi pada sebuah PTN (dan ternyata hampir semua organisasi di PTN tersebut menerapkan hal serupa), terdapat sebuah divisi yang bertugas sebagai penjaga mutu publikasi yang dikeluarkan. Wehwehweh, aya naon ieu?

Divisi ini bertugas menerapkan regulasi di awal kepengurusan tentang bagaimana seharusnya publikasi yang musti dikeluarkan ke publik. Misalnya dari sisi penerapan logo, branding, dll. Jadi, selama divisi lain belum mendapat ACC dari divisi ini maka poster belum layak tampil di hadapan publik. Istilahnya ya, ini lembaga sensor gitu. Sepintas kejam, namun ini bukan kejam, melainkan pengendalian mutu/kualitas yang tujuannya adalah memastikan organisasi tersebut mengeluarkan publikasi yang sesuai dengan aturan.

Implementasinya tentu perlu modifikasi ketika bicara di lingkup Universitas Telkom.

BEM, baik pusat maupun fakultas, tentunya bukan event organizer. Divisi atau kementerian yang bertugas di bagian komunikasi dan informasi tentunya juga bukan tukan bikin psoter yang statis. BEM, dalam hal ini bagian komunikasi dan informasi, tentunya mempunyai kekuatan untuk berbuat sesuatu yang mampu mengubah perilaku tidak disiplin dan tidak tertibnya dalam memasang publikasi/poster kegiatan di kampus. Mau berupa proker atau event, atau bukan, ah itu tidak penting.

Lakukanlah dengan penelitian dan pengumpulan alternatif solusi. Mediasikan dengan ormawa serta buatlah sebuah budaya yang membangun. Bisa jadi ide di atas ada kecocokan untuk diterapkan, bisa juga muncul alternatif lain yang lebih solutif.

Semoga membangunkan^^
Tidak bermaksud menggurui

No Response to "Mading... Kapan tertibnya ya?"