Lebaran dan Berkah Promosi Pariwisata Indonesia

Lebaran memang penuh berkah, bahkan bagi pariwisata Indonesia?
Tidak percaya? Silahkan cek di social media bagaimana ramainya orang-orang memublikasikan aktivitas jalan-jalan mereka, termasuk urusan kuliner, dengan perasaan yang sama, yaitu BANGGA.
Tanyakan juga kepada para orang yang memperoleh rezeki dari ramainya objek wisata saat lebaran.

Perkembangan teknologi, khususnya social media, kini telah membentuk pola promosi pariwisata yang berbeda dibandingkan beberapa dekade lalu. Sebelum teknologi berkembang, pariwisata sangat mengandalkan media cetak. Brosur, iklan di koran, sampai dengan baligo di terminal merupakan hal yang sangat jamak. Bagi objek wisata yang belum dikenal umum, tentu membutuhkan energi dan biaya promosi yang lebih besar dibandingkan objek wisata yang sudah terkenal seperti Borobudur, Danau Toba, Pulau Bali. Itu untuk urusan objek wisata, pernak-pernik lain seperti kuliner jelas bukan menjadi daya tarik utama sebuah kekhasan objek wisata. Beranjak ke periode berikutnya adalah ketika stasiun televisi semakin beragam, promosi wisata semakin menjadi hal yang jamak dilakukan. Saking rajinnya berpromosi, acara macam Miss Universe dan Miss negara tertentu, dijadikan alibi untuk keperluan promosi. Dalihnya adalah peran si wanita terpilih untuk mengangkat derajat pariwisata di negaranya. Tapi hipotesis ini tidak pernah bisa dibuktikan dengan statistik yang jelas :v Ada pula yang tidak memakai "jasa" miss-miss tadi. Tapi berupa video dengan aktor/aktris pilihan ber-make up, suasana yang diatur sedemikian rupa, yang intinya "pencitraan" #eh #gaadahubungannyaamapemilukok

Era promosi pariwisata saat ini? Ternyata lebih melibatkan para pengguna social media (lebih tepatnya pecandu social media hehee). Berbagai fitur social media saat ini, khususnya upload image menjadi sarana yang menggiurkan untuk berlomba narcis tentang pengalaman pribadi apa yang dijumpai. Pengalaman pribadi yang sering dipromosikan, khususnya pada masa lebaran, ternyata memiliki benang merah, yaitu PROMOSI PARIWISATA DAERAH.





Bagi perantau yang pulang daerah asalnya, tentu akan menjadi suatu kebanggaan ketika menunjukkan identitas daerah asalnya, baik berwujud objek wisata, sajian kuliner, landskap alam, hingga kondisi sosial. Secara individu, hal ini bisa kita sebut sebagai NARCISME, tapi secara kolektif fenomena PROMOSI PARIWISATA dalam skala yang masif dalam suatu periode. Tiap orang seolah berlomba memperlihatkan keunggulan pengalaman yang ditemuinya di dalam perjalanan berlebarannya. Tapi lagi-lagi perlombaan ini ternyata menjadi kesempatan bagi kita untuk mengetahui ada apa saja di daerah sana.





Bagi saya (yang bermudik ke Tegal) memperoleh promosi wisata dari daerah Aceh, Bukittinggi, Yogyakarta, Ternate, Bima, dan tak terhingga. Kalau kita kembalikan kepada hitung-hitungan biaya yang dikeluarkan pemerintah (dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif beserta dinas-dinas di bawahnya), jelas biaya yang mereka keluarkan adalah Rp 0,00. Tidak ada lagi pencitraan sintesis dengan berbagai skenario sebagaimana metode promosi wisata terdahulu. Social media telah menempatkan penggunanya sebagai produser konten, bahkan bisa menjadikan penggunanya sebagai aktor/aktris secara alami.

Ya, di era teknologi informasi, eksistensi social media saat ini menjadikan pengguna internet sebagai pemegang arah/trend pariwisata, tak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Orang ramai-ramai berwisata dalam bentuk pendakian gunung, apa penyebabnya? Pertama diawali film 5 cm, tapi itu hanya pintu kecilnya, pintu besarnya? Ya jelas narcisnya para pendaki gunung yang meng-upload foto pemandangan menggiurkan dari atas gunung.

Itu fenomenanya. Ternyata social media benar-benar "pisau", jika ditangani dengan tepat, akan menjadi aset untuk mengangkat popularitas dan menggerakan masyarakat.

Berikutnya tentu pertanyaan yang patut diapungkan "bagaimana berikutnya?"
Kesempatan yang menggiurkan bagi pelaku industri pariwisata dan juga pemerintah untuk menyusun program-program kreatif yang memanfaatkan karakter masyarakat Indonesia yang sangat kecanduan social media. Sebagai perbandingan pemilu yang sebelumnya identik dengan "kekolotan" di tahun ini bisa dikemas dengan kreatif melalui social media.

Bisa jadi di lebaran tahun depan akan ramai kompetisi foto selfie di objek wisata. Ada hashtag terkait pariwisata Indonesia yang menjadi TTWW, pun sangat dimungkinkan.

Lebaran memang menjadi berkah tersendiri bagi pariwisata Indonesia

No Response to "Lebaran dan Berkah Promosi Pariwisata Indonesia"