BEM dan HIMA itu Sekuler?

Pernah di suatu ketika menyaksikan debat kebijakan yang dibuat oleh pengurus BEM di sebuah kampus dimana dibantah oleh mahasiswa yang bukan pengurus. Debat berakhir dengan sebuah statement dari si mahasiswa yang bukan pengurus "ah dasar organisasi sekuler sih, seenak gitu bikin kebijakan". Kebetulan mahasiswa ini sebelumnya sudah mengklaim diri sebagai perwakilan organisasi eksternal yang mengatasnamakan keagamaan. Nah pertanyaan bagi saya? Apakah organisasi berwujud BEM, ataupun yang serumpun macam DPM, HIMA (himpunan mahasiswa), BPM, hingga unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang tidak berlabel suatu agama tertentu maka otomatis patut dikategorikan sebagai sekuler?

Menengok Definisi
Sebelumnya, ayo simak definisi sekuler di KBBI, yaitu "bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian)". Tak lupa sedikit mencomot artikel dari wikipedia Indonesia berikut: Sekularisme atau sekulerisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.

Melirik Sisi Formalitas
Berdasarkan definisi itu maka tanpa perlu mengupas dasar, asas, falsafah, dll dari suatu organisasi maka bisa dilabelkan sekuler. Mengapa? Dari nama saja sudah bisa dipahami bahwa organisasi tersebut tidak berurusan dengan agama tertentu. Sekalipun ada BEM Universitas Muhammadiyah, BEM Universitas Katholik Parahyangan, tetap saja nama organisasi yang tidak mengacu ke agama tertentu maka bisa dikategorikan sebagai sekuler, tentunya mengacu ke definisi pada paragraf sebelumnya. Namun, jangan pula selesai menilai hanya dari nama. Vonis sekuler atau tidak perlu dilihat pula dari identitas formal pada Anggaran Dasar - Anggaran Rumah Tangga (terutama bagian asas, landasan, falsafah, sifat) maka kita dapat mengetahui apakah organisasi tersebut (baca: KBM, KM, Rema, IKM, BEM, HIMA dkk) tergolong sekuler atau bukan. Sebagai contoh ada beberapa BEM yang mencantumkan asas "Ketuhanan" di dalam semangat berorganisasinya, bahkan saat asasnya bersifat jamak atau beberapa maka asas tersebut diletakkan di nomor paling atas. Artinya secara formal organisasi tersebut mengakui secara terang-terangan bahwa semangat beraktivitas mereka akan selalu menepati perintah agama dan tidak bertentangan dengan agama.

Namun dua paragraf terakhir tadi sifatnya hitam di atas putih. Bagaimana jika kita membaca situasi di lapangan? Dan bagi saya sebagai muslim, apakah BEM, HIMA, dan sejenisnya itu sekuler?

Membaca (Situasi di) Lapangan
Definisi dan formalitas sifatnya teoritis, sedangkan situasi di lapangan sifatnya konkret. Tidak banyak yang ingin saya utarakan di sini. Karena...

Bagaimana anehnya organisasi yang mengklaim punya asas ketuhanan namun rekruitasinya tidak memperhatikan aspek agama?
(OK yang bagian barusan tentu memancing perdebatan. Tentu dasar dalam rekruitasi sebuah organisasi yang bukan LDK harusnya ya asas profesionalitas. Ya saya sepakat dengan keharusan untuk berprofesional, namun profesional yang ada tentunya harus sesuai dengan asas yang dimiliki organisasi. Jika organisasinya sudah mengklaim menempatkan ketuhanan sebagai organisasi maka proses rekruitasi perlu mempertimbangkan religi si calon pengurusnya sebagai salah satu aspek, bukan keseluruhan aspek. Sekarang jika yang menjadi pengurus (maaf) atheis, apa bukan ironi namanya? Dan menyertakan syarat religi jelas berbeda sekali dengan memilih berdasarkan latar belakang LDK atau bukan, karena kita tahu yang ikut LDK belum tentu lebih baik dari yang tidak ikut LDK)


Bagaimana anehnya organisasi yang mengklaim punya asas ketuhanan namun kegiatannya sangat jauh dari norma agama?
Emang ada? Ada ternyata, bahkan dari hal yang sepele. Contohnya mengabaikan hak-hak personal untuk beribadah, bahkan kegiatannya mengganggu orang lain yang sedang menunaikan ibadahnya.

Bagaimana anehnya organisasi yang mengklaim punya asas ketuhanan namun pura-pura nggak tahu tentang masalah terkait agama yang terjadi di masyarakat?
Kontribusi tetap bagi masyarakat dimana permasalahan agama, hanya memang perlu dibedakan antara kontribusi dengan ditunggangi.

Bagaimana anehnya organisasi yang mengklaim punya asas ketuhanan namun alumninya jauh dari agama?
Lho, bukannya tujuan di organisasi ini 'kan bukan untuk mencetak da'i. Udah gitu 'kan kalau sudah keluar ya masa masih dikontrol gitu, aneh banget lah. Hehee, bukan begitu gaes (gaya Pak BR). Maksud di sini adalah peran sebuah organisasi dalam membentuk karakternya secara jangka panjang (walau keterlibatan aktif di organisasi hanya sebentar). Beberapa orang kece memakai istilah "kaderisasi", ya pada intinya "pendidikan". Ciri kaderisasi yang sukses (secara jangka panjang) adalah tetap lestarinya nilai-nilai positif yang ada di organisasi tersebut, yang tentu bersumber dari asas yang dimilikinya. Dan jika ketuhanan merupakan (salah satu) asas organisasi tersebut, maka nilai berketuhanan menjadi hal yang patut diwujudkan. Maka ketika di kemudian hari alumni organisasi tersebut jauh dari nilai-nilai organisasi itu, salah satunya ketuhanan, maka ada indikasi kaderisasi kurang efektif (gw nyoba nggak bilang gagal hehee, upsss)

Secara pribadi, saya punya beberapa opini tambahan terkait tudingan apakah BEM dan HIMA (plus organisasi serupa) patut disebut sekuler atau tidak.

Sebagai muslim, sebenarnya pemisahan antara aktivitas berorganisasi dengan aktivitas religi agak membingungkan. Dan secara pribadi, yang saya kenal adalah amalan yang bersifat hablumminallah (vertikal kepada Allah) serta amalan yang bersifat hablumminannas (horisontal kepada sesama manusia). Kedua jenis amalan itu adalah ibadah dan wujud nyata sebagai muslim yang mana jelas sekali bahwa identitas muslim akan melekat kemana pun melangkah (kalau kata RAN, "bagai detak jantung yang kubawa kemana pun kupergi"). Ketika diamanatkan sebagai pengurus sebuah organisasi maka status muslim tetap berlaku. Segala perilaku akan dicatat oleh malaikat, dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti (kalau pengurus HIMA palingan dicatat ama Badan Legislatif Mahasiswa lalu di-LPJ-kan trus udah bubar beres :v). Maka ketika diamanatkan sebuah tanggung jawab, niatkan sebagai ibadah, tunaikan sebagai ibadah, dan tanggung jawablah.

Credit photo from: mba Rahma Djati

Namun tentu saja ada rambu-rambu untuk menjaga perasaan rekan-rekan yang berbeda keyakinan. Menghormati perbedaan sebagaimana ayat terakhir Al Kafirun merupakan suatu kewajiban "lakum dinukum waliyadin".

Akhir dari opini saya adalah:

  • Organisasi itu benda mati, mau dilabeli agama tertentu atau tidak ya dia tetap benda mati, mau ditulisi asas ketuhanan atau tidak ya dia tetap benda mati. Perilaku manusia di dalamnyalah yang menghidupkan karakter si organisasi.
  • Jangan banyak berdebat yang tidak penting, terutama jika tujuannya hanya sombong.
  • Identitas sebagai muslim tidak akan tanggal walaupun ada di organisasi yang tidak mengacu ke agam tertentu ataupun anggotanya berbeda keyakinan. Apa yang kita lakukan akan selalu dihitung sebagai amalan serta ibadah. Namun hormatilah perbedaan yang ada dengan bersikap toleran sesuai aqidah.

Minta maaf bila ada kalimat yang kurang berkenan

1 Response to "BEM dan HIMA itu Sekuler?"

dewaarjuna mengatakan...

Fotone keren..wkwk #gagal.fokus