Review: Assalamualaikum Beijing

Assalamualaikum Beijing, sebuah film yang sednag naik daun dan berdasarkan rekomendasi teman-teman akhirnya pun saya tonton. Kali mencoba tempat baru XXI di Metropole Cikin, ya sebenarnya gara-gara abis ngurus berkas di Cikini Bottom (baca: Fasilkom Salemba) dan untuk menghemat waktu akhirnya nyoba di situ deh. Sempat goyah dengan jadwal yang lain namun fokus aja dulu deh (sambil berharap ada rezeki di akhir bulan hehee). Ngomong-ngomong, ada beda yang kentara antara XXI dengan Blitz yaitu porsi iklan versus trailer. Jika di XXI sekitar 10 menit sebelum film diputar maka yang disuguhkan adalah 4-5 trailer film yang coming soon, berbeda dengan Blitz yang hanya 1-3 film dan lebih didominasi iklan-iklan. Soal sound system, nggak terlalu kerasa bedanya sih menurut saya. Nah, fokus ke filmnya, akan saya bagi ketiga bagian, yaitu spoiler/resume, keunggulan, serta kritik. Bagi kawan-kawan yang tidak terlalu suka spoiler atau resume ya mangga di-skip aja beberapa paragraf berikut ini.



Kisah bermula ketika Asma dengan penuh kekecewaan akhirnya membatalkan pernikahannya yang padahal sudah menghitung hari. Sebuah kesempatan terlibat di jurnalistik Indonesia di Tiongkok menggiringnya ke sebuah kota baru bernama Beijing (dan saya baru tahu akhir tahun lalu kalau Beijing itu terletak di Timur Laut, bukan Tenggara yang selama ini saya kira). Di sini sahabatnya Sekar serta suaminya (maksudnya suaminya Sekar) Ridwan menjemput serta menyediakan segala bantuan yang membuat Asma nyaman. Asma sendiri memegang peranan sebagai kontributor mingguan di rubrik "Assalamualaikum Beijing". Tugas sebagai jurnalis membuat Asma harus pontang-panting ke sana kemari mencari sumber liputan. Tugas ini pula yang secara tidak sengaja mempertemukannya dengan Zhongwen, pemuda lokal asal Yunan, di sebuah bus. Pertemuan keduanya berlangusng unik karena Asma yang tidak bisa berbahasa Mandarin kesulitan menanyai sekitar tempat duduknya tentang lokasi halte dan Zhongwen (dengan Bahasa Inggris lho ya, bukan semaphore) memberi tahu lokasi halte tersebut. Zhongwen yang salah menyebut nama (lebih tepatnya sengaja salah lafal) Asma menjadi Ashima membuat penasaran Asma tentang legenda Ashima. Sayang, pertemuan itu sangat singkat karena Zhongwen yang harus turun di sebuah halte dan hanya menyerahkan buku beraksara China yang berisi legenda Ashima.

Ternyata setelah berselang sekian hari, Asma dipertemukan lagi dengan Zhongwen dimana ternyata Zhongwen merupakan seorang tour-guide dimana agensinya  merupakan partner dari redaksi tempat Asma bekerja. Singkat cerita berbahai objek menarik menjadi tempat berjelajah Asma dipandu Zhongwen. Hanya saja Asma akhirnya menyadari bahwa Zhongwen berbeda keyakinan dan jika berpikir jauh ke depan, tantangan itu menjadi hal yang akan dipermasalahkan. Keadaan mulai runyam ketika Dewa, mantan calon suami (udah 'mantan', tapi 'calon' LOL) tiba-tiba datang ke Beijing untuk meminta kembali (ah susah move on loe bro). Alhasil relasi segitiga siku-siku pun terjadi dimana keberadaannya cenderung tidak diinginkan (tuh 'kan, gw bilang juga apa). Diam-diam Asma sendiri mulai sering menglamai pusing kepala yang hebat dan pada akhirnya dia tumbang dan harus pulang ke Indonesia. Dia terkena sindrom apa gitu (yang pasti saya cuma manggut-manggut di adegan dokter menjelaskan penyakit itu) dimana dia bisa saja mengalami penggumpalan darah mendadak dan terancam kehilangan indra penglihatan, kelumpuhan, serta kebisuan. Satu per satu dia mengalami gejala-gejala tadi. Kelumpuhan melandanya sekitar 3 bulan di mendadak dia hilang penglihatan. Di saat dia hilang penglihatan, ternyata si Zhongwen malah berkunjung ke rumahnya bersama Ridwan. Kondisi Asma yang memburuk dimana dia harus mengalami kebisuan walau penglihatannya terselamatkan. Mengapa Zhongwen datang ke Indonesia? Ternyta dia bermaksud menikahi Asma. Walaupun kondisi Asma sudah sedemikian parah, namun Zhongwen bersedia menerima kondisi tersebut karena dia bersyukur atas hidayah yang dia peroleh sehingga masuk Islam melalui Asma. mungkin biar tetap menjaga kepenasaran, sampai di sini saja spoiler-nya.

Nah, jika ditanya apa saja keunggulan film ini, maka berikut saya paparkan nilai-nilai positif maupun kekuatan teknis di film ini

  • Cara berkenalan Asma dengan Zhongwen yang terpisahkan bangku bus (agak miring), bukan sebelahan, sehingga tidak terjadi pertemuan sok-sok dramatis (macam ketabrak, buku jatuh, kesiram air dsb yang aisshhh tahulah gimana) dan Asma menolak uluran tangan Zhongwen, prinsip yang bagus dan patut dihormati.
  • Pasangan koplak antara Sekar yang maniak film-film romantis dengan Ridwan yang garing dan sok serius (yang ini asli saya terpingkal-pingkal karena pemerannya Desta). Keduanya sering adu argumen tapi kok klop banget ya hehee.
  • Sosok ibu Asma yang sangat berperan dalam menegarkan Asma, memberi banyak perhatian, dan juga bersikap bijaksana. Saat Asma harus membatalkan pernikahannya, menghadapi vonis dokter, dll, sosok ibu ini mampu berperan dan bagi saya merupakan pesan terselubung bahwa "peranan ibu, walaupun si anak sudah dewasa, tetaplah penting dan tidak terganti".
  • Islam di Tiongkok, khususnya Beijing, tidak digambarkan sebagai agama yang tertindas walau minoritas. Sebuah sudut pandang yang unik karena di beberapa film lain justru mengambil kondisi minoritasnya Islam yang disertai kondisi tertindas.
  • Sosok Zhongwen di film tersebut tidak dispesifikkan agamanya apa, dia sendiri mengakui bahwa percaya Tuhan namun tidak tahu yang seperti apa (pada akhirnya Zhongwen masuk Islam). Sebuah keputusan skenario yang tepat karena ketika Zhongwen dijelaskan dengan detail apa agamanya tentu sangat mungkin memancing perdebatan dan konflik yang membawa-bawa agama (ya seperti film kontroversi di sebelah itu lho).
  • Bijak sekali cara menempatkan makna hidayah yang diperoleh Zhongwen dimana Asma diakuinya sebagai perantara hidayah dari Allah SWT. Dan Zhongwen sendiri masuk Islam bukan dipaksa oleh Asma, melainkan masuk Islam di tengah pengembaraannya di Beijing. Nilai positif bahwa permualafan itu bukan karena faktor dipaksa ataupun faktor wanita. Hal ini ditunjukkan pula dengan ibadah sholat malam yang dilakukan Zhongwen bukan karena dilihat Asma, Sekar, Ridwan, maupun ibunya Asma. Memang saat Asma siuman dia melihat Zhongwen sedang sholat, tapi itu adalah ketidaksengajaan.
  • Akting yang keren dari Revalina S. Temat plus kualitas make up yang kece banget saat Asma terserang penyakit (yang saya nggak ngerti juga apa namanya). Itu betul-betul menghayati banget.
  • Pesan untuk mengutamakan agama sebagai dasar dalam memilih pasangan. Bagi yang pemuja kebebasan tentu ini isu yang diskriminatif. OK lah, itu kembali kepada bagaimana kita meyakini aqidah yang kita anut, bagi saya pribadi saya sangat setuju dengan statement ini. Bahkan Sekar walau mendukung Zhongwen dengan Asma, dia tetap mengingatkan tentang prioritas agama, begitu pula dengan Ridwan.
  • Suasana panas saat Dewa dan Zhongwen sama-sama mengantar Asma ke rumah sakit diakhiri dengan pulangnya Dewa sembari mengungkapkan kepercayaannya bahwa Asma itu wanita yang tegar dan berharap Zhongwen bisa menjaganya. Sepintas "bendera putih" yang wajar, namun bagi saya itu nggak wajar karena biasanya di film zaman sekarang pasti bakal baku pukul dulu mendramatisisasi suasana.
  • Penempatan kamera yang pandai menempatkan sudut pandang katak alias dari bawah memberi efek kemegahan yang pas.
  • Script skenario yang sungguh memesona, lugas, dan filosofis. Enak banget didengar tanpa mengumbar berbagai gombal.


Terlepas dari keunggulannya memang ada beberapa bagian yang menjadi kritik dan semoga bisa membuat catatan untuk perbaikan ke depannya

  • Beberapa adegan yang ngegantung seperti Asma yang membawa dua buah botol minuman kesukaan Sekar tapi tanpa ditolak Sekar eh minuman itu nggak dibawa pulang Sekar
  • Meskipun digambarkan sebagai sosok yang sudah menguasai Bahasa Indonesia, penyampaian Bahasa Indonesia oleh Zhongwen agaknya terlalu berlebihan dimana logat Mandarinnya sirna dan justru luwes banget memakai Bahasa Indonesia yang tidak EYD, padahal Bahasa Indonesia yang tidak EYD itu sangat sulit dikuasai oleh orang asing.
  • Jawaban Asma yang mengiyakan atas pertanyaan Zhongwen tentang apakah muslimah di Indonesia apakah mengenakan kerudung semua dan apakah di Indonesia tidak pernah ada muslim dan muslimah bersentuhan tangan. Ya jujur saja jawaban yang idealis banget dan utopis karena ya tahu sendirilah. :)
  • Pas Asma menyambut kedatangan Zhongwen dirumahnya kok wajahnya diraba, agak kontras dengan penggambaran sosok Asma yang religius dengna menolak jabat tangan di awal perkenalan.
Well, saya sangat mengapresiasi film bermutu di tengah gempuran film asing dimana di film ini nilai-nilai keluhuran dan keberadaban masih dijunjung. Salut

No Response to "Review: Assalamualaikum Beijing"