Sebenarnya kurang puas dengan film Erau. Bukan berarti karena ceritanya jelek, tapi memang ada perbedaan antara ekspektasi dengan realitas. Ekspektasi saya ketika melihat trailer film ini adalah budaya dan alam khas Kutai yang berada di Borneo. Sungguh saya tergiur dengan suguhan singkat yang menurut saya bertujuan untuk memantik kepenasaran saya. Dan kebetulan porsi budaya yang disajikan di layar lebar tidak sebagaimana ekspektasi saya.
Sekulik budaya khas Dayak
Ada nilai positif namun ada pula nilai negatif (lebih nyaman kita sebut 'kurang positif') di film Erau ini. Nah karena di film ini nggak happy ending, maka pembahasannya dari yang kurang happy dulu lah ya. Hehee. Nilai kurnag positif sebenarnya akan ambigu mengingat karakter seseorang di sebuah film sudah ditentukan oleh skenario sehingga perlu kejelian untuk membedakan alasan skenario, alasan penggambaran yang buruk (bisa jadi ada titipan sponsor untuk menjatuhkan pihak tertentu), alasan penghayatan buruk dan misintepretasi dll. Maka maaf juga jika kritik saya kurang relevan dengan maksud yang disampaikan film tersebut.
Sosok Camat setempat sebagai persinggahan Kirana menghuni daerah tersebut
Apa saja nlai kurang positif di film tersebut?
- Kekakuan watak Reza yang sangat kaku terhadap nasihat ibunya, tentu bukan teladan yang baik
- Sifat Ridho yang oportunis memanfaatkan berbagai peluang untuk mereguk keuntungan, padahal dia sangat dekat dengan Reza dan ibunya Reza. Tentu akan menimbulkan sifat curiga jangna-jangan teman baik kita ... 3jrengjengjeng
- Sifat Kirana yang mengabaikan kesehatan ibunya Ridho dan tetap fokus jalan-jalan dengan Reza. Malahan, dia kurang pandai menempatkan diri di dalam lingkaran konflik
- Peran Pak Camat yang terlalu membiarkan sosok Kirana dan Reza berduaan padahal sejujurnya hal itu merupakan ancaman terhadap norma adat di daerah tersebut
- Statement ibunya Reza yang seolah menagih balasan dari Ridho atas pengasuhannya selama ini
- Durasi yang mengupas festival Erau sangat singkat (menurut gue yang haus film-film yang mengangkat topik budaya lokal)
Ending yang unik dan jarang dipakai pakem ini di Indonesia
Terlepas dari nilai kurang positif tadi, film ini patut diacungi jempol karena menghadirkan berbagai keunikan yang jarang ditemukan film lain
- Budaya Kutai yang sangat jarang diangkat ke dalam layar lebar
- Realitas konflik batin antara seorang lelaki yang bimbang antara ibu versus orang lain yang dicintainya, ya bagaimana pun juga dengna berbagai sebab hal tersebut sedang marak
- Kirana akhirnya memilih menyingkirkan dirinya sendiri setelah sadar bahwa bagi Reza, sosok ibu merupakan prioritas yang tak terbantahkan
- Reza berlapang dada dengan kepergian Kirana
- Mengangkat fenomena para pemuda di luar kota besar yang berbondong-bondong membangun karir dengan dengan mengabaikan daerah asalnya
- Dan ini yang buat saya paling keren, ending yang tidak happy ending. Tentunya definisi happy ending ini adalah pupusnya hubungan Kirana dengan Reza, konsep yang jarang diberanikan di skenario film Indonesia. Dengan ending yang agak ngegantung pun sebenarnya sangat memancing penonton dan juga tim produksi film Erau untuk membuat angan-angan mengenai kelanjutannya
Gelegar festival Erau
1 Response to "Review Film: Erau Kota Raja"
Dari review yg dijabarkan sepertinya sangat menarik, sayang saat ada kesempatan nonton filmnya sudah ditarik dan tdk tayang lagi
Posting Komentar