Ekspedisi Ternate: Keraton Ternate dan Keraton Tidore

Perjalanan ke Ternate (yang ditambahi bonus ekspedisi ke Tidore dan Maitara) masih menyimpanan berbagai memori berkesan. Kali ini beberapa hasil jepretan (amatir) yang mewarnai tiap jejak langkah di Indonesia bagian Timur, tepatnya (mantan) ibu kota provinsi Maluku Utara. Sebuah perjalanan penuh nuansa histori yang terbangun dengan titik awal dari Keraton Kesultanan Ternate pada 5 November 2015 lalu.

Halaman depan Keraton Kesultanan Ternate. Jika diperhatikan, bentuk teras (yang atas) serta sepasang tangganya membentuk sosok singa yang sedang duduk siaga. Pilihan warna kuning gading memang sangat khas dengan kesultanan yang satu ini. Sebagai info, Kesultanan Ternate masih dalam situasi vacuum of power karena belum ditetapkan siapa sultan terbarunya.

Sebuah pemandangan dari keraton dimana tampak jelas taman yang asri, dilanjutkan sebuah padang lapangan, agaknya itu merupakan alun-alun pusat keramaian masyarakat era kejayaan Ternate kesultanan. Jika ditarik garis lurus, maka tampaklah lautan bebas yang sangat luas, boleh jadi itu adalah gerbang transportasi di pusat kesultanan Ternate.

Beberapa peninggalan Kesultanan Ternate. Diantara pernak-pernik tersebut adalah foto dan lukisan aktivitas sang sultan. Tampak bahwa model mahkota yang digunakan mengadopsi pola mahkota kesultanan khas Asia Barat dan Selatan.

Sebuah meriam yang terlalu kecil untuk diadu melawan invasi Portugis, Spanyol, hingga Belanda. Namun, pada kenyataannya, negara-negara tadi mampu diusir juga dari tanah Ternate.

Sejujurnya, saya terkesan dengan bentuk singgasana yang sederhana ini, tidak berlebih-lebihan. Apakah ini sindiran atas perebutan "kursi" dan "tahta" yang terjadi di pemerintahan Indonesia saat ini? Entah ...

 
Replika ukuran besar dari lambang Kesultanan Ternate. Dua komponen yang paling menyita perhatian adalah jumlah kepala dua buah serta bentuk hati yang mengarah ke atas. Bentuk dua kepala ini agak membuat saya ingat lambang negara-negara Eropa Timur. Oh ya, konon bentuk hati mengarah ke atas merupakan representasi kecintaan terhadap Allah SWT. 

Keesokan harinya, saya berkesempatan menyeberang ke Pulau Tidore. Sebuah kerajan berbentuk kesultanan bermukim di pulau itu, dengan nama yang sama pula. Kesultanan Tidore dari tahun ke tahun menyimpan sepak terjang yang hampir selalu beriringan dengan Kesultanan Ternate.

Gerbang selamat datang di Kesultanan Tidore. Sangat sederhana, namun jangan khawatir sulit mencarinya. Atap warna biru membuat mata dengan mudah tertuju ke sini. Secara pribadi saya memiliki ide untuk menyertakan juga ucapan selamat datang dalam bahasa lokal. Jika perlu, pergunakan pula aksara lokal di Pulau Tidore ini, atau setidaknya huruf Arab yang menjadi budaya kental khas kesultanan.

Sungguh kurang beruntung karena datang ke keraton ini dalam suasana "libur". Kebetulan memang keraton sedang tutup karena proses pemugaran. Oh ya, coba perhatian bentuk teras serta tangga di bagian depan. Sangat identik dengan bentuk keraton milik Kesultanan Ternate. Memang romantis relasi diantara kedua kesultanan ini :)

Catatan: 
Perjalanan Cengkareng ke Ternate (PP) di dalam Ekspedisi ini merupakan paket hadiah dari Garuda Indonesia Airways bekerja sama dengan Magister Teknologi Informasi, Fasilkom UI sebagai bagian dari writing contest e-business

#ArfiveMalukuUtara

No Response to "Ekspedisi Ternate: Keraton Ternate dan Keraton Tidore"