Kajian Tauhid 28/12

Salah satu yang perlu diraih dalam hidup adalah kesuksesan, namun pertanyaannya adalah "Kesuksesan versi apa/siapa?" Apakah jabatan, harta, atau apa. Jika parameternya jabatan, tentu Indonesia merugi karena hanya punya satu orang yang sukses sebagai presiden, bagaimana dengan ratusan juta lainnya? Kita perlu meninjau hakikat kesuksesan dari surat Al-Ĥujurāt ayat 13.
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Di situ tertuang bahwa kemuliaan (yang merupakan cerminan dari kesuksesan hidup) diperoleh melalui ketaqwaan. Maka kita perlu mengembalikan segala upaya di dunia ini (yang hanya singkat) untuk mencapai kesuksesan/kemuliaan sebagai dimaksud ayat tersebut.
Menariknya, taqwa ternyata sebanding pula dengan akhlak. Apabila seseorang (mengklaim ataupun diklaim) berat sebelah, maka patut dipertanyakan kesehatan kalbunya. Apalagi jika kita menengok situasi di negeri ini dimana banyak muslim, yang ibadahnya rajin, bahkan berpendidikan tinggi, namun tersandung kasus korupsi. Situasi ini menandakan ketaqwaan maupun akhlak belum sehat, terlebih jika dikaitkan dengan aspek perilaku jujur.
Ada tiga jenis kondisi kesehatan hati, yaitu:
  • Qolbun mayyit, ialah hati yang sudah mati dengan ciri-ciri pribadinya telah diperbudak nafsu
  • Qulbun maridh, ialah hati yang berpenyakit dengan ciri-ciri pribadinya diliputi ketidakenakan/ketidaknyamanan, biasanya ditunjukkan dengan iri atas rezeki orang lain
  • Qolbun salim, yaitu hati yang sehat

Untuk jenis ketiga, ada kunci yang perlu diperhatikan , yaitu dzikrullah atau mengingat Allah. Seseorang yang hatinya semakin sakit ternyata disebabkan kurang mengingat Allah, justru terlalu banyaknmemikirkan duniawi serta mengharap cinta/pujian orang lain. Padahal kembali ke hakikat kesuksesan/kemuliaan yang datangnya dari Allah SWT.

Maka kita perlu memperbanyak dzikir, bahkan perlu ditingkatkan pula khusnudzon kpd Allah. Caranya dengan mengingat Allah, lalu memahami secara ikhlas bahwa semua rezeki datangnya dari Allah sehingga terbangunlah sikap ber-khusnudzon kepada Allah. Dzikir yang kita lakukan tidak hanya sebatas lisan, namun juga dalam akal pikiran, arkan (tubuh), serta di dalam hati.



No Response to "Kajian Tauhid 28/12"