Modal Apa Travelling? [1]


Jadwal
Bukan hal yang parah saat kita keluar dari bandara/dermaga/terminal/stasiun dengan otak kosong tanpa tahu mau kemana. Tentunya jika konteksnya adalah 'ngebolang'. Namun kita perlu ingat bahwa perjalanan kita dibatasi oleh waktu. Sebisa mungkin kita 'menghargai' waktu dengan meminimalkan waktu yang dipakai secara mubazir, misalnya pusing di terminal habis ini mau kemana serta debat sesama anggota perjalanan lantaran berbeda ide untuk mengisi waktu. Jelas kita perlu menyusun rencana. Namun jangan sampai rencana tersebut malah membuat kita tertekan lantaran terlalu ketat serta tidak memperkirakan kemungkinan seperti lelah, keinginan foto-foto hingga kesempatan mengobrol dengan orang sekitar. Susun jadwal sehingga kita bisa memperkirakan apa yang kita butuhkan, seperti baju yang cocok, transportasi yang memadai, dll.

Rencana Ibadah
Tentu sangat tidak bijak jika kita mengabaikan iman kita lantaran asyik di perjalanan. Kita wajib mengutamakan ibadah dalam perjalanan berkonteks apapun. Bagi umat Islam, jadwal sholat adalah yang perlu dicari tahu paling awal. Selanjutnya kita bisa mengestimasi bagaimana cara ber-wudhu, arah kiblat, hingga lokasi sholat yang layak. Saat kita mengunjungi negara mayoritas muslim seperti Brunei, Indonesia, Qatar, bahkan Arab Saudi, tentu tidak seribet saat yang dikunjungi adalah negara yang umat muslimnya cenderung minoritas. Pengalaman saat berkunjung ke Thailand lalu, sholat tidak sesusah yang dibayangkan. Memang idealnya kita bisa sholat di masjid, namun dengan keterbatasan waktu, tenaga, dan akses, kita perlu menyiasatinya seperti mencari tempat/ruangan/space yang cukup untuk sholat serta memastikan arah kiblat. Beruntungnya di Thailand kemarin, saat sholat dengan teknik seperti itu tidak ada terganggu, barangkali karena toleransinya tinggi. Namun, metode ini tentu agak rentan jika diterapkan di negara yang kurang 'bersahabat' dengan Islam.

Kata-Kata Penting
Kosakata macam 'maaf', 'permisi', 'terima kasih' perlu kita cari tahu bahasa lokalnya apa. Tujuannya sederhana, agar kita bisa pedekate secara ramah kepada warga setempat. Jangan sampai kita mencari turis, baik lokal maupun mancanegara, yang angkuh. Oh ya, bila perlu kita simpan gambar/foto yang kita rasa perlu digunakan untuk menjelaskan maksud kita. Sebagai contoh, bisa juga kita menyimpan foto ayam atau sapi, atau malah [maaf] babi, untuk menanyakan pada pelayan di tempat makan mengenai jenis daging yang disajikan.

Info Transportasi
Di balik foto di objek wisata yang elok, tersimpan cerita perjalanan yang [boleh jadi] di luar dugaan. Eksistensi transportasi umum di luar Pulau Jawa tidak semudah di Pulau Jawa, apalagi Jakarta. Kita perlu mencari tahu jenis transportasi apa saja yang tersedia, bahkan cari tahu juga berapa harga dan apakah 'rawan' calo atau sejenisnya. Saat kita keluar bandara, kita jangan sampai terburu-buru lalu mengiyakan tawaran naik taksi yang ternyata harganya sudah dilonjakkan. Kuncinya sekali lagi mempersiapkan informasi.

Manajemen Risiko
Risiko merupakan bayang-bayang yag sudah pasti melekat saat kita bepergian. Kita perlu membuat daftar risiko yang bisa saja terjadi saat kita melakukan perjalanan. Urusan sepele seperti stok baju habis hingga barang berharga hilang perlu kita susun bagaimana penanganannya. Mmenag tidak semua terjadi, malah kita tentu berharap perjalanan bisa berlangsung dengan 'normal', namun tetap saja antisipasi itu penting. Sebisa mungkin kita punya rencana untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk, atau minimal mengurangi dampak yang terjadi.

Rencana Cadangan
Rencana itu indah, namun realitasnya kadang meleset. Ini juga sebetulnya terkait dengan manajemen risiko yang dibahas sebelunnya. Sebaiknya kita tetapkan apa-apa saja rencana yang bakal kita jalankan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti barang hilang, salah transportasi, atau bahkan tersesat di objek wisata.

No Response to "Modal Apa Travelling? [1]"