Tren Bisnis Digital 2017 User Generated Contents

UGC alias User Generated Content sebetulnya bukan barang baru di Indonesia. Sejak masuknya berbagai brand social media, macam Facebook, Twitter, dsj, praktis masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna UGC. Indonesia terhitung sebagai negara papan atas jika ditijau dari statistik pengguna social media, baik Instagram, hingga Facebook. Beberapa kegiatan, termasuk yang non-formal malah menjadikan trending topic sebagai bagian dari strategi pemasaran sekaligus indikasi kesuksesan publikasinya. Selain social media, sejumlah web portal juga mengadopsi skema UGC. Fenomena itu tidak hanya media yang sifatnya multinasional seperti Tripadvisor, World Economy Forum, media di Indonesia pun pede menjalankan UGC sebagai strateginya. Sebagai contoh, lihatlah Good News from Indonesia, Selasar, Kaskus, Kompasiana, mereka praktis mengandalkan kepiawaian masyarakat untuk memproduksi konten. Sisi positif bagi finansial mereka adalah menekan ongkos mengirimkan wartawan mereka. Citra si media tentu akan tertimpali efek positif karena 'dianggap' mengakomodasi atau pro terhadap suara masyarakat.

Kini semua orang bisa menulis, inilah dampak masif penerapan UGC. Apakah hal ini positif, hehee tergantung sudut pandang serta kasus tiap konten yang dihasilkan. Sebagai contoh, penerapan UGC untuk artikel kepariwisataan barangkali tidak memancing kontroversi. Tapi bagaimana jadinya jika penerapan UGC ini di ranah sektor politik bahkan SARA, pemerintah sudah kewalahan. Jika yang menulis terafiliasi secara profesional sebagai wartawan, barangkali pemerintah bisa melacak sekaligus menenetukan regulasi yang tepat untuk mengantisipasi konten yang debatable. Namun dengan UGC ini terbuka masyarakat, selama ybs mematuhi persyaratan di media tersebut, maka pemerintah Indonesia di tahun 2017 ini harus bekerja lebih keras. Jika dari aspek finansial dan citra ada manfaat positif bagi pengelola media, maka ada pula manfaat positif bagi masyarakat. Manfaat pertama adalah kebebesan berekspresi di era keterbukaan informasi publik. Manfaat kedua tentu akses karir yang lebih terbuka. Dulu menjadi wartawan di media massa adalah karir yang panjang, sedangkan kini semua orang bisa menjadi wartawan 'amatir'. Tentu manfaat ini dibayar mahal dengan beragamnya kualitas informasi yang kita peroleh. Sangat mudah artikel yang diproduksi oleh netizen bergelar doktor dikeroyok oleh artikel dari netizen yang identitasnya fiktif. Who will confirm their validity...

Baik sekarang kita lihat dari sisi bisnis, apakah penerapan UGC ini masih menjadi alternatif yang menggiurkan di industri/bisnis digital, khususnya di tahun 2017

Menengok manfaat bagi si pengelola media, penerapan UGC sebetulnya sudah terang-terangan menjadi alternatif untuk menekan ongkos produksi. Cara megnapresiasi wartawan profesional yang terjadi di era 1960-an  s.d. 1990-an sudah dikonversi menjadi berbagai apresiasi yang 'kreatif' bagi para wartawan 'amatir'-nya. Beberapa media masih megganjar kontributor di sistem UGC-nya dengan sesuatu yang berwujud dan bernilai finansial. Namun beberapa media malah melumuri kontributornya dengan sesuatu yang imajinatif. Sebagai contoh, salah satu web ulasan pariwisata yang menganugerahkan metatag virtual berupa badge  kepada kontributornya sesuai level konten yang disetorkan. Silakan hitung berapa dolar yang dikeluarkan untuk meminta programmer  menambahkan fitur tersebut, hehee.

Dari sisi konten, jelas konsep UGC merupakan alternatif untuk mengumpulkan sumber daya intelektualitas yang tidak bisa diukur dengan skala apapun. Bayangkan saja sebuah website fotografi yang tidak punya kamera tapi kontennya terus tumbuh tiap detik, itulah Instagram. Bayangkan Kaskus yang terus lestari sebagai pemasok berita gaul tiap hari.

No Response to "Tren Bisnis Digital 2017 User Generated Contents"